Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Apakah Anda memiliki STR?
Alo, sebelum melanjutkan proses registrasi, silakan identifikasi akun Anda.
Ya, Daftar Sebagai Dokter
Belum punya STR? Daftar Sebagai Mahasiswa

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Diagnosis Tuberkulosis Paru pada Anak general_alomedika 2023-12-12T10:29:40+07:00 2023-12-12T10:29:40+07:00
Tuberkulosis Paru pada Anak
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Diagnosis Tuberkulosis Paru pada Anak

Oleh :
dr. Inge Nandya H
Share To Social Media:

Diagnosis tuberkulosis paru pada anak dipenuhi dengan tantangan karena manifestasi klinis tuberkulosis pada anak umumnya nonspesifik dan bisa dijumpai pada banyak penyakit lain. Gejala yang umum ditemui pada pasien anak adalah batuk yang tidak kunjung membaik selama 3 minggu atau lebih, demam selama setidaknya 2 minggu, dan penurunan berat badan atau gagal tumbuh.

Penyakit umumnya pausibasilar, sehingga dapat memberi hasil negatif pada pemeriksaan mikrobiologis. Rontgen toraks juga tidak dapat digunakan sebagai alat tunggal dalam penegakan diagnosis. Pada kebanyakan kasus, diagnosis tuberkulosis pada anak adalah suatu diagnosis klinis.[1-4]

Karena sulitnya mendapat konfirmasi bakteriologi pada kasus tuberkulosis anak, identifikasi kasus yang dicurigai tuberkulosis memegang peranan penting. Di Indonesia anak yang dicurigai mengalami tuberkulosis paru dapat kemudian menjalani penapisan dan pemeriksaan penunjang yang membantu menegakkan diagnosis. Eksklusi dari diagnosis banding dan respon positif terhadap obat antituberkulosis juga akan menunjang keputusan klinis.[8,19-21]

Klasifikasi Tuberkulosis pada Anak

Pada anak, tuberkulosis dapat didefinisikan menjadi:

  • Terduga tuberkulosis anak: anak mempunyai keluhan atau gejala klinis sesuai tuberkulosis
  • Pasien tuberkulosis anak terkonfirmasi bakteriologi: anak yang terdiagnosis dengan hasil pemeriksaan bakteriologi positif
  • Pasien tuberkulosis anak terkonfirmasi secara klinis: adalah anak yang tidak memenuhi kriteria terdiagnosis secara bakteriologi, tapi didiagnosis tuberkulosis oleh dokter dan diberikan pengobatan tuberkulosis[7]

Klasifikasi Berdasarkan Lokasi Anatomi

Berdasarkan lokasi anatominya, tuberkulosis pada anak dapat dibagi menjadi tuberkulosis paru dan ekstraparu. Tuberkulosis paru didefinisikan sebagai:

  • Tuberkulosis yang terjadi pada parenkim paru, termasuk tuberkulosis milier
  • Pasien yang mengalami tuberkulosis paru dan ekstraparu dianggap sebagai pasien tuberkulosis paru

Pasien yang mengalami limfadenitis tuberkulosis di area dada (hilus dan mediastinum) atau efusi pleura tanpa gambaran radiologi yang mendukung tuberkulosis paru, diklasifikasikan sebagai tuberkulosis ekstraparu. Pada pasien tuberkulosis ekstraparu yang mengalami gejala pada lebih dari 1 organ, diklasifikasikan berdasarkan organ yang mengalami gejala terberat.[7]

Klasifikasi Berdasarkan Riwayat Pengobatan

Pasien tuberkulosis paru pada anak juga dapat diklasifikasikan berdasarkan Riwayat pengobatan sebelumnya:

  • Kasus baru: belum pernah mendapat obat antituberkulosis (OAT) sebelumnya, atau sudah mendapat OAT namun kurang dari 1 bulan atau 28 dosis
  • Kasus kambuh: pernah dinyatakan sembuh atau mendapat pengobatan lengkap, namun mengalami tuberkulosis lagi berdasarkan pemeriksaan klinis atau radiologi
  • Diobati kembali setelah gagal: pernah mendapat OAT namun dinyatakan gagal pada pengobatan terakhir
  • Lost to follow up: pasien yang mendapat terapi tidak lengkap karena putus berobat[7]

Klasifikasi Berdasarkan Uji Kepekaan Obat

Berdasarkan kepekaan terhadap OAT, pasien tuberkulosis dapat diklasifikasikan menjadi:

  • Mono resisten: resisten terhadap 1 OAT lini pertama
  • Poli resisten: resisten terhadap lebih dari 1 OAT lini pertama, selain isoniazid dan rifampicin

  • Multi drug resistant: resisten terhadap isoniazid dan rifampicin secara bersamaan

  • Extensive drug resistant: resisten terhadap isoniazid dan rifampicin, disertai resisten terhadap salah satu obat fluorokuinolon dan salah satu dari 3 obat injeksi lini kedua (amikasin, kapreomisin atau kanamisin)

  • Resisten rifampicin: resisten terhadap rifampicin yang terdeteksi menggunakan metode fenotip atau genotip, dengan atau tanpa resistensi terhadap OAT lainnya[7]

Klasifikasi Berdasarkan Status HIV

Pasien tuberkulosis paru pada anak juga diklasifikasikan berdasarkan status HIV. Pasien bisa dibagi menjadi HIV negatif, HIV positif, dan HIV tidak diketahui.[7]

Diagnosis Tuberkulosis Laten

Infeksi tuberkulosis laten mengacu pada keadaan dimana terdapat infeksi bakteri tuberkulosis dalam jumlah kecil pada tubuh, yang dikendalikan tetapi tidak dihilangkan sepenuhnya oleh respon imun. Diagnosis infeksi tuberkulosis laten ditegakkan jika ada bukti imunologis tuberkulosis, tetapi tidak ada gejala klinis, pemeriksaan fisik tidak mengarah pada tuberkulosis, dan rontgen toraks tidak menunjukkan infeksi aktif.[22]

Anamnesis

Salah satu poin penting yang harus ditanyakan dalam anamnesis yaitu riwayat kontak dengan orang dewasa yang telah terinfeksi tuberkulosis sebelumnya. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa tuberkulosis pada anak umumnya terjadi akibat kontak erat dengan orang dewasa yang terinfeksi tuberkulosis.

Pada anak, gejala tuberkulosis paru tidak spesifik. Anak dapat datang dengan keluhan penurunan berat badan atau gagal tumbuh, batuk lebih dari 2 minggu, demam berkepanjangan,  anak lesu atau tidak aktif, serta anak tetap sakit meski telah menerima pengobatan adekuat (misalnya, sudah mengonsumsi antibiotik atau antimalaria).[3,6,8,21,23]

Gejala lain yang dapat timbul antara lain anoreksia, hemoptisis, keringat berlebih di malam hari, dan nafsu makan menurun. Kelelahan, asthenia, dan malaise dapat bermanifestasi sebagai kelesuan (misalnya, malas bermain) pada anak usia muda, sedangkan pada bayi dapat muncul sebagai apatis (misalnya, kurang interaktif dengan pengasuh). Gejala ini bersifat terus-menerus dan tidak disebabkan oleh penyebab lain.

Pada anak dengan kondisi imunokompromais seperti infeksi HIV, gejala yang ditunjukkan tergantung pada derajat imunosupresi. Anak dengan infeksi HIV lebih sering mengalami tuberkulosis yang parah, termasuk tuberkulosis milier dan meningitis tuberkulosis.[6,8,21]

Tuberkulosis Endobronkial dengan Limfadenopati

Pada anak, manifestasi tuberkulosis paru yang paling umum adalah penyakit endobronkial dengan pembesaran kelenjar getah bening. Gejala yang timbul berupa batuk terus-menerus, gejala obstruksi bronkus atau paralisis hemidiafragma, kesulitan menelan akibat kompresi esofagus, ataupun suara serak dan kesulitan bernapas akibat paralisis pita suara.[2]

Efusi Pleura Akibat Tuberkulosis

Pada pasien anak yang lebih tua, dapat terjadi efusi pleura. Pasien umumnya mengeluhkan demam awitan akut, nyeri dada dengan peningkatan intensitas saat inspirasi, dan sesak.[2]

Tuberkulosis Primer Progresif

Pada anak dengan usia lebih muda, dapat terjadi progresi tuberkulosis primer. Hal ini menyebabkan pembesaran area kaseosa yang dapat menimbulkan pneumonia, atelektasis, dan air trapping. Anak umumnya tampak sakit, mengalami demam, batuk, malaise, dan penurunan berat badan.[2]

Reaktivasi Tuberkulosis

Reaktivasi tuberkulosis lebih banyak ditemukan pada anak usia lebih tua dan remaja. Kondisi ini umumnya terjadi pada anak yang mengalami tuberkulosis pada usia 7 tahun ke atas. Gejala bersifat subakut, disertai penurunan berat badan, demam, batuk, dan hemoptisis.[2]

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan auskultasi dapat ditemukan adanya mengi. Apabila pada anak dengan malnutrisi ditemukan mengi, maka anak perlu dicurigai terinfeksi tuberkulosis.

Selain itu, jika pasien mengalami efusi pleura, maka pada auskultasi dapat ditemukan suara napas yang menurun atau menghilang di area hemitoraks yang mengalami akumulasi cairan. Efusi pleura pada tuberkulosis paru anak dapat terjadi karena adanya pembesaran kelenjar getah bening intratorakal atau penyakit pada parenkim paru.

Temuan klinis lain yang dapat terjadi pada anak yaitu adanya eritema nodosum, keratokonjungtivitis, limfadenopati, hepatosplenomegali, dan nyeri pada sendi.

Pada anak, penting untuk dilakukan pemeriksaan antropometri yang kemudian dimasukkan ke kurva pertumbuhan WHO sesuai usia. Pemeriksaan dilakukan dengan pengukuran berat badan dan tinggi badan anak. Pada anak dengan tuberkulosis, seringkali ditemukan pertumbuhan yang tidak sesuai kurva.[5-7,23]

Sistem Skoring Tuberkulosis Paru Anak

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia membuat sistem skoring untuk mencegah underdiagnosis dan overdiagnosis tuberkulosis paru pada anak (Tabel 1). Skor ditentukan berdasarkan riwayat kontak, tes Mantoux, status gizi, tanda dan gejala klinis pasien, serta hasil rontgen toraks. Riwayat kontak dinilai berdasarkan adanya konfirmasi uji basil tahan asam (BTA) pada asal pajanan.[6,7]

Tabel 1. Sistem Skoring TB Anak di Indonesia

Parameter 0 1 2 3
Kontak dengan penderita tuberkulosis Tidak jelas -

Laporan keluarga,

BTA negatif atau BTA tidak jelas atau tidak tahu

BTA positif (dengan bukti tertulis dari laboratorium)
Tes Mantoux Negatif - -

Positif apabila ≥ 10 mm atau

≥ 5 mm pada imunokompromais

Keadaan Gizi -

BB/TB <90% atau

BB/U <80%

Klinis gizi buruk atau

BB/TB <70% atau

BB/U <60%

-
Demam tanpa penyebab yang jelas - ≥ 2 minggu - -
Batuk kronis - ≥ 2 minggu - -
Pembesaran kelenjar limfe leher, aksila, inguinal. - ≥ 1 cm, > 1 kelenjar getah bening, tidak nyeri - -
Pembengkakan tulang, sendi, panggul, lutut. - Bengkak - -
Rontgen toraks Normal atau tidak ada kelainan Gambaran sugestif tuberkulosis - -
Skor total

Keterangan:

  • BB/TB: berat badan berdasarkan tinggi badan pada kurva WHO
  • BB/U: berat badan berdasarkan umur pada kurva WHO

Sumber: Kementerian Kesehatan RI, 2016.[7]

Interpretasi Sistem Skoring Tuberkulosis pada Anak

Anak dapat didiagnosis tuberkulosis dan diterapi sebagai tuberkulosis jika jumlah skor ≥6. Meski demikian, ada beberapa catatan khusus yang perlu diperhatikan:

  • Jika skor 6 diperoleh dari poin kontak dengan pasien BTA positif dan hasil uji tuberkulin positif, namun pasien tidak memiliki gejala klinis, maka pasien belum perlu diberikan OAT. Pasien cukup diobservasi atau diberikan isoniazid profilaksis
  • Pasien usia balita dengan total skor 5 dan gejala klinis yang meragukan, perlu dirujuk ke fasilitas kesehatan lanjut untuk evaluasi lebih lengkap
  • Jika skor 5 didapat dari poin kontak BTA positif dan 2 gejala klinis, pada fasilitas kesehatan yang tidak tersedia tes Mantoux, maka diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan dan anak dapat diberi terapi tuberkulosis. Pemantauan dilakukan selama 2 bulan terapi awal. Bila pasien mengalami perbaikan klinis, maka terapi dilanjutkan sampai selesai

Pada wilayah dimana fasilitas kesehatan dasar terbatas dan uji Mantoux dan rontgen toraks tidak tersedia, sistem skoring dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis. Anak dievaluasi setelah 2 bulan pengobatan. Jika tidak ada perbaikan klinis, maka dokter perlu mempertimbangkan kemungkinan kesalahan diagnosis, adanya penyakit penyerta, resistensi obat, ataupun ketidakpatuhan terhadap terapi.[6,7]

Pemeriksaan Penunjang

Tuberkulosis perlu dicurigai pada setiap anak dengan faktor risiko epidemiologi dan gejala atau tanda sugestif keterlibatan organ yang tidak dapat dijelaskan oleh diagnosis lain. Diagnosis dibantu oleh pencitraan, uji laboratorium tambahan dan konfirmasi mikrobiologi.

Hasil positif pada tes Mantoux dan interferon gamma release assays (IGRA) dapat mendukung diagnosis tuberkulosis. Meski demikian, perlu diketahui bahwa hasilnya dapat negatif pada 30% anak.[22]

Pemeriksaan Sputum

Pemeriksaan bakteriologi dilakukan pada sputum anak, terutama pada anak usia di atas 5 tahun, HIV positif, dan memiliki gambaran kelainan yang luas pada rontgen toraks. Namun, pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan karena kesulitan untuk mendapatkan sampel sputum pada anak.

Sputum pada anak bisa didapatkan dengan cara batuk yang mengeluarkan dahak, bilas lambung dengan nasogastric tube (NGT), serta induksi sputum. Pada anak usia muda, produksi sputum seringkali minim, sehingga konfirmasi dengan pemeriksaan sputum sulit dilakukan dan diagnosis ditegakkan tanpa konfirmasi bakteriologi. Pewarnaan dilakukan dengan metode Ziehl-Neelsen bakteri tahan asam (BTA).[6,7]

Tes Cepat Molekular

Nilai diagnostik tes cepat molekuler (TCM) dilaporkan lebih baik dibandingkan uji BTA sputum. Namun, hasil TCM yang negatif belum bisa menyingkirkan diagnosis tuberkulosis.

TCM dapat dilakukan dalam waktu kurang dari 2 jam, misalnya menggunakan Line Probe Assay (Hain GenoType©) dan Nucleic Acid Amplification Test (Xpert MTB/RIF©). Pemeriksaan ini dapat mendeteksi Mycobacterium tuberculosis secara molekuler sekaligus resistensi terhadap rifampicin.[6-8,24,25]

Kultur Sputum

Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah kultur atau biakan sputum. Pemeriksaan ini dilakukan pada sputum yang telah didapat sebelumnya. Selain itu, uji kepekaan obat juga dapat dilakukan dengan pemeriksaan ini.

Terdapat 2 jenis media yang dapat digunakan untuk biakan, yaitu media padat (hasil biakan akan keluar dalam waktu 4–8 minggu) dan media cair (hasil biakan diketahui dalam 1–2 minggu).[7]

Tes Mantoux

Tes Mantoux atau uji tuberkulin dilakukan untuk menegakkan diagnosis tuberkulosis pada anak, terutama jika kontak dengan orang yang terinfeksi tuberkulosis tidak jelas. Hasil tes Mantoux yang positif menunjukkan adanya infeksi tuberkulosis, tapi tidak dapat membedakan infeksi aktif dengan laten. Sementara itu, hasil yang negatif tidak dapat dijadikan dasar eksklusi tuberkulosis pada anak.

Tes Mantoux dilakukan dengan mengukur reaksi hipersensitivitas tipe lambat terhadap berbagai antigen Mycobacterium dalam turunan protein murni atau purified protein derivative (PPD). Tes Mantoux dilakukan dengan injeksi 0,1 ml larutan tuberkulin PPD secara intradermal. Hasil dilihat dalam 48 jam dan 72 jam. Apabila ditemukan indurasi pucat dan keras dengan diameter ≥5 mm pada pasien imunokompromais dan ≥10 mm pada pasien lainnya, maka tes Mantoux dinyatakan positif.[6,7,26]

Interferon Gamma Release Assays (IGRA)

Selain itu, dapat pula dilakukan pemeriksaan interferon gamma release assays (IGRA) (IGRA).  IGRA tidak dapat membedakan infeksi tuberkulosis aktif dan laten. Sensitivitas IGRA menurun pada anak usia di bawah 2 tahun dan anak dengan kondisi imunokompromais. Di Indonesia, program nasional belum merekomendasikan penggunaan tes ini.[6-8]

Pencitraan

Rontgen toraks dilakukan untuk menunjang diagnosis tuberkulosis, namun gambaran umumnya tidak khas kecuali pada kasus tuberkulosis milier. Secara umum, gambaran yang menunjang diagnosis tuberkulosis antara lain pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan atau tanpa infiltrat pada rontgen anteroposterior (AP) lateral, konsolidasi lobar atau segmental, efusi pleura, gambaran milier, atelektasis, kavitas, kalsifikasi dan infiltrat, serta adanya tuberkuloma.[7]

Pada anak usia kurang dari 10 tahun, dapat ditemukan gambaran rontgen toraks berupa limfadenopati hilus kanan, gambaran pneumonia kronis, dan pola milier. Sementara itu, pada anak usia 10 hingga 18 tahun dapat ditemukan gambaran post-primary tuberculosis dengan kavitas  dan gambaran efusi pleura.[6,8]

Histopatologi

Studi histopatologi akan memberikan gambaran granuloma dengan nekrosis kaseosa di tengah. Selain itu, dapat ditemukan gambaran sel datia Langhans atau bakteri Mycobacterium tuberculosis.[7]

Referensi

1. Chen SC, Chen KL, Chen KH, Chien ST, Chen KT. Updated diagnosis and treatment of childhood tuberculosis. World J Pediatr. 2013 Feb;9(1):9-16. doi: 10.1007/s12519-013-0404-6. Epub 2013 Feb 7. PMID: 23389330.
2. Batra V. Pediatric tuberculosis. Medscape, 2020. https://emedicine.medscape.com/article/969401-overview#a1.
3. Marais BJ, Schaaf HS. Tuberculosis in children. Cold Spring Harb Perspect Med, 201. 4:a017855. doi: 10.1101/cshperspect.a017855.
4. Holmberg PJ, Temesgen Z, Banerjee R. Tuberculosis in children. Pediatr Rev, 2019. 40(4):168-78. DOI: 10.1542/pir.2018-0093.
5. World Health Organization. Guideline for national tuberculosis programmes on the management of tuberculosis in children - 2nd ed. World Health Organization, 2014. https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/112360/9789241548748_eng.pdf;jsessionid=7752CCAD974FC0BC2220AD375D7D2593?sequence=1.
6. Carvalho ACC, Cardoso CAA, Martire TM, Migliori GB, Sant’Anna CC. Epidemiological aspects, clinical manifestations, and prevention of pediatric tuberculosis from the perspective of the End TB Strategy. J Bras Pneumol, 2018. 44(2):134-44.
7. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Petunjuk teknis manajemen dan tata laksana TB anak. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016. https://tbindonesia.or.id/pustaka/pedoman/tb-anak/petunjuk-teknis-manajemen-dan-tata laksana-tb-anak/.
8. Thomas TA. Tuberculosis in children. Pediatr Clin North Am, 2017. 64(4):893–909. doi:10.1016/j.pcl.2017.03.010.
21. Mulenga H, Tameris MD, Luabey KKA, Geldenhuys H, Scriba TJ, Hussey GD, et al. The role of clinical symptoms in the diagnosis of intrathoracic tuberculosis in young children. Pediatr Infect Dis. 2015;34:1157-62. DOI: 10.1097/INF.0000000000000847
22. Kitai I, Morris SK, Kordy F, Lam R. Diagnosis and management of pediatric tuberculosis in Canada [published correction appears in CMAJ. 2017 Feb 6;189(5):E216]. CMAJ. 2017;189(1):E11-E16. doi:10.1503/cmaj.151212
23. World Health Organization. WHO child growth standards: growth velocity based on weight, length, and head circumference: methods and development. World Health Organization, 2009. https://www.who.int/publications/i/item/9789241547635.
24. Song R, Click ES, McCarthy KD, Heilig CM, Mchembere W, Smith JP, et al. Sensitive and feasible specimen collection and testing strategies for diagnosing tuberculosis in young children. JAMA Pediatr, 2021. 175(5):e206069. doi: 10.1001/jamapediatrics.2020.6069.
25. International Union Against Tuberculosis and Lung Disease. The union’s desk guide for diagnosis and management of TB in children - Africa. 3rd ed. 2016. https://theunion.org/sites/default/files/2020-08/2016_Desk-guide_Africa_Web.pdf.
26. Centers for Disease Control and Prevention. Tuberculin skin testing. 2020. https://www.cdc.gov/tb/publications/factsheets/testing/skintesting.htm.

Epidemiologi Tuberkulosis Paru p...
Penatalaksanaan Tuberkulosis Par...

Artikel Terkait

  • Pengobatan Tuberkulosis Fase Intensif
    Pengobatan Tuberkulosis Fase Intensif
  • Menangani Efek Samping Terapi Tuberkulosis
    Menangani Efek Samping Terapi Tuberkulosis
  • Penanganan Tuberkulosis Anak di Indonesia
    Penanganan Tuberkulosis Anak di Indonesia
  • Vaksin TB Generasi Baru Terbukti Tidak Efektif
    Vaksin TB Generasi Baru Terbukti Tidak Efektif
  • TCM atau Tes Cepat Molekuler untuk Diagnosis Tuberkulosis
    TCM atau Tes Cepat Molekuler untuk Diagnosis Tuberkulosis

Lebih Lanjut

Diskusi Terkait
Anonymous
Dibalas 15 Maret 2025, 12:12
Panduan pengobatan Tuberkulosis (TB) bulan ke 2 apakah ada guideline baru?
Oleh: Anonymous
4 Balasan
Alo dokter, mohon maaf mau tanya adakah pedoman cara pemeberian obat tb terbaru. Yang saya tahu tahap lanjutan itu konsumsi obatnya seminggu 3 kali dibulan...
dr.Feby Diana Rutman
Dibalas 20 Februari 2025, 19:02
Kasus TBC paru dengan hasil rontgen TBC aktif dengan TCM no detected
Oleh: dr.Feby Diana Rutman
4 Balasan
Alo dokter mohon ijin konsul dsn diskusi, saya dokter di puskesmas memiliki pasien perempuan berumur 62 tahun, datang dengan keluhan batuk >2 bulan, demam...
Anonymous
Dibalas 13 Desember 2024, 20:18
Penggunaan Obat Antidiabetes dan Insulin pada penderita TB dengan DM
Oleh: Anonymous
2 Balasan
Pada penderita TB dengan DM, pengobatan diabetes lebih disarankan untuk menggunakan insulin dibandingkan OAD. Hal ini dikarenakan penggunaan OAD bersamaan...

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2024 Alomedika.com All Rights Reserved.