Epidemiologi Tuberkulosis Paru pada Anak
Data epidemiologi menunjukkan bahwa kasus tuberkulosis paru pada anak di Indonesia menyumbang lebih dari 9% kasus tuberkulosis. Tuberkulosis paru pada anak muncul lebih sering pada populasi kurang beruntung, misalnya tuna wisma, anak dengan malnutrisi, dan mereka yang tinggal di lingkungan padat penduduk. Secara umum, diperkirakan terdapat 9 juta kasus baru tuberkulosis setiap tahunnya, serta diduga 19% hingga 43,5% populasi di seluruh dunia terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.[2]
Global
Menurut Global tuberculosis report 2021 oleh WHO, pandemi COVID-19 banyak berpengaruh dalam menurunkan capaian target tuberkulosis secara global. WHO menyatakan bahwa jumlah pasien yang baru didiagnosis tuberkulosis menurun dari 7,1 juta pada tahun 2019 menjadi 5,8 juta pada tahun 2020. Penurunan ini 93% didapatkan pada 16 negara, termasuk India, Indonesia, dan Filipina.
Penurunan akses terhadap diagnosis dan manajemen tuberkulosis menyebabkan peningkatan kematian akibat tuberkulosis. Pada tahun 2020, diperkirakan ada 1,3 juta kematian akibat tuberkulosis pada pasien HIV negatif dan 214.000 pada pasien HIV positif. Angka ini meningkat dari tahun 2019 dimana dilaporkan ada 1,2 juta kematian pada pasien HIV negatif dan 209.000 kematian pada pasien HIV positif.
Dari jumlah kematian akibat tuberkulosis pada pasien HIV negatif, 16% terjadi pada anak usia di bawah 15 tahun. Sementara itu, pada populasi HIV positif, kematian pada anak berkontribusi sebesar 9,8%.
Pada tahun 2020, dari 4,8 juta pasien yang didiagnosis tuberkulosis paru di seluruh dunia, dilaporkan bahwa 59% menunjukkan hasil konfirmasi positif dari pemeriksaan bakteriologi. Penggunaan rapid test sebagai alat bantu diagnosis tuberkulosis dilaporkan masih terbatas, yaitu hanya pada 33% pasien yang baru didiagnosis tuberkulosis di tahun 2020.[13]
Indonesia
Di Indonesia, data tahun 2020 menunjukkan ada 351.936 pasien baru terdiagnosis, dibandingkan sebanyak 568.987 pada tahun 2019. Terdapat 3 daerah yang menyumbang sekitar 46% kasus tuberkulosis di Indonesia, yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah.
Proporsi kasus tuberkulosis pada anak di Indonesia umur 0 hingga 14 tahun sebanyak 9,3%. Jumlah kasus tuberkulosis anak paling banyak terjadi di Jawa Barat, yaitu sebesar 5.900 kasus, dimana sebanyak 182 kasus di antaranya terkonfirmasi melalui pemeriksaan bakteriologi.
Target nasional untuk angka keberhasilan pengobatan tuberkulosis di Indonesia sebesar 90%. Pada tahun 2020, angka tersebut hanya tercapai sebesar 82,7%.[14]
Mortalitas
Tuberkulosis diperkirakan menyebabkan hampir seperempat juta kematian pada anak di bawah usia 15 tahun. Dari angka tersebut, lebih dari 80% kematian terjadi pada anak di bawah usia 5 tahun. Lebih dari 96% kematian terjadi pada anak yang tidak mendapat pengobatan antituberkulosis.[15] Beberapa studi menunjukkan bahwa usia di bawah 5 tahun, seropositif HIV, leukositosis, tuberkulosis ekstrapulmonal, anemia, dan kepatuhan yang buruk terhadap terapi meningkatkan risiko mortalitas.[16,17]
Anak dengan tuberkulosis juga mengalami hendaya dalam hidupnya. Anak mudah merasa lelah, mengalami hambatan dalam aktivitas harian, sulit memiliki performa optimal di sekolah, dan memiliki hambatan dalam aktivitas fisik.[18]