Diagnosis Bruxism
Diagnosis bruxism dapat ditegakkan berdasarkan laporan mandiri pasien bahwa mengalami aktivitas menggertakan gigi saat tidur atau terbangun, pengamatan oleh dokter atau orang di sekitar pasien, dan pemeriksaan klinis. Bruxism secara umum dibedakan menjadi 2, yaitu:
Sleep bruxism: adalah aktivitas otot pengunyahan selama tidur yang dapat bersifat ritmik (phasic) atau nonritmik (tonik), dan bukan merupakan bagian dari gangguan gerakan atau gangguan tidur pada individu yang sehat
Awake bruxism: adalah aktivitas otot pengunyahan selama terjaga yang ditandai dengan kontak gigi yang berulang atau berkelanjutan, dengan menekan atau mendorong mandibula, dan bukan merupakan gangguan pergerakan pada individu yang sehat
Pada individu yang sehat, bruxism seyogyanya tidak dianggap sebagai gangguan, melainkan sebagai perilaku yang dapat menjadi faktor risiko terhadap konsekuensi klinis tertentu, misalnya keausan gigi.[6,7,12]
The International Classification of Sleep Disorders (ICSD) telah merumuskan kriteria untuk mendiagnosis sleep bruxism. Meski begitu, kriteria ini mungkin bisa diekstrapolasikan pada awake bruxism. Menurut ICSD, kriteria sleep bruxism mencakup adanya bunyi gemeretak gigi yang reguler atau sering, diikuti dengan salah satu tanda klinis berikut:
- Keausan gigi abnormal yang berkaitan dengan laporan menggertakkan gigi
- Rasa lelah atau nyeri otot rahang transien, dan atau nyeri kepala temporal, dan atau rahang terkunci saat bangun tidur yang konsisten dengan laporan menggertakkan gigi sewaktu tidur[1,19]
Anamnesis
Bruxism dapat terjadi saat kondisi tidur (sleep bruxism) dan saat sedang beraktivitas sehari-hari (awake bruxism). Saat melakukan anamnesis pada pasien yang dicurigai memiliki bruxism, beberapa pertanyaan yang perlu diajukan antara lain:
- Apakah pasien sadar memiliki kebiasaan menggertakan atau menggesekkan gigi selama melakukan aktivitas sehari-harinya?
- Apakah orang di sekitar pasien pernah mendengar pasien menggertakan atau menggesekkan gigi saat tidur?
- Adanya keluhan sakit kepala saat terbangun di pagi hari, keluhan rasa sakit pada gigi atau gusi, terutama saat baru bangun tidur
Pasien bruxism biasanya memiliki keluhan gigi sensitif terhadap panas dan dingin akibat kerusakan permukaan oklusal dan insisal gigi, serta keluhan rasa sakit dan kaku pada rahang. Pasien juga dapat mengalami kesulitan membuka mulut lebar saat baru bangun tidur, merasakan sendi rahang berbunyi (clicking) jika digerakkan, serta sendi rahang terasa tegang. Keluhan lain yang mungkin ada adalah nyeri otot wajah disertai sakit kepala yang dapat terjadi karena kontraksi otot yang intens.[2,4,6,13]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan klinis bruxism terbagi atas pemeriksaan ekstraoral dan inspeksi kondisi intraoral.
Pemeriksaan Ekstraoral
Pemeriksaan ekstraoral meliputi:
- Evaluasi otot rahang
- Adanya perubahan simetri wajah
- Kondisi sendi temporomandibula
- Kondisi otot rahang
Untuk mengetahui adanya gangguan pada sendi temporomandibula, dilakukan palpasi untuk evaluasi adanya clicking, krepitus, dan hipertrofi otot. Minta pula pasien membuka mulut untuk mendeteksi adanya gangguan pergerakan. Temuan lain dari pemeriksaan ekstraoral dapat berupa hipertrofi otot masseter atau temporal, degenerasi sendi, dan diskus yang abnormal.[2,4,6,13]
Pemeriksaan Intraoral
Inspeksi intraoral meliputi pemeriksaan kondisi gigi secara menyeluruh. Efek bruxism terhadap gigi antara lain keausan gigi, chipping enamel gigi, fraktur gigi atau fraktur restorasi, penebalan ligamen periodontal, kegoyangan gigi, maupun resesi gingiva.
Inspeksi area mukosa pipi dan lidah, biasanya terdapat linea alba, tongue scalloping atau indentasi lidah, dan lesi traumatik. Eksositosis dan torus pada tulang rahang juga sering ditemukan pada penderita bruxism.[2,4.6,13]
Diagnosis Banding
Bruxism perlu dibedakan dengan kelainan tidur seperti parasomnia, penyebab keausan gigi lainnya, dan kelainan neurologis. Kondisi ini juga perlu dibedakan dengan aktivitas orofasial fungsional seperti mengunyah, menelan, dan berbicara.[1,3,9]
Gerakan Orofasial Lain
Batas gerakan normal dan gerakan orofasial patologis saat tidur kadang sulit dibedakan dengan bruxism. Gerakan orofasial lain dapat berupa gerakan seperti mengunyah, menelan, berbicara dalam tidur, expiratory groaning (catathrenia), parasomnia, dan terkadang nocturnal seizure. Pendeskripsian bentuk gerakan dan suara yang diberikan oleh teman tidur pasien saat anamnesis sangat membantu dalam membedakan keduanya.[1]
Penyebab Keausan Gigi Lain
Diagnosis banding dari keausan gigi sangatlah luas. Praktisi seringkali kesulitan untuk membedakan keausan gigi yang disebabkan oleh bruxism dengan keausan gigi yang disebabkan oleh etiologi lainnya. Sulit juga membedakan keausan gigi yang aktif dan kronis atau statis.
Oleh karena itu, penting mengidentifikasi faktor risiko dan penyebab keausan gigi, seperti erosi kimia akibat pola diet, refluks gastroesofageal, bulimia nervosa, atau xerostomia. Keausan gigi juga bisa disebabkan oleh penuaan.[1]
Kelainan Sendi Temporomandibula
Nyeri atau kaku pada otot rahang, gigi, dan dahi merupakan beberapa gejala yang dapat timbul pada kasus bruxism. Namun, dokter perlu mempertimbangkan kemungkinan kelainan sendi temporomandibula sebagai penyebab dari keluhan-keluhan tersebut. Dokter dapat membedakan kelainan sendi temporomandibula dengan melalui adanya riwayat menggertakan gigi, keausan gigi, dan hasil pemeriksaan polysomnography.[1]
Oromandibular Dystonia
Oromandibular dystonia (OMD) adalah salah satu bentuk dari dystonia, yang merupakan kondisi yang ditandai dengan kontraksi otot yang berlangsung lama tanpa disadari. Gejala klinis yang timbul berupa spasme otot berulang, twisting, dan lambat pada mandibula, lidah, dan bibir.[3]
Penyakit Huntington
Penyakit Huntington merupakan kelainan neurodegeneratif autosomal dominan, yang ditandai dengan adanya disfungsi kognitif, perilaku, motorik, dan afektif. Kondisi ini ditandai dengan gerakan tubuh yang tidak dapat diprediksi dan irregular. Sleep bruxism dapat menyertai kondisi ini. Pemeriksaan neurologis perlu dilakukan untuk mengidentifikasi adanya gangguan kognitif, gangguan perilaku, dan gangguan motorik. Pemeriksaan genetik juga dapat membantu penegakan diagnosis.[3]
Penyakit Parkinson
Penyakit Parkinson merupakan penyakit neurodegeneratif yang ditandai dengan 3 gejala kardinal, yaitu tremor saat istirahat, rigiditas, dan bradikinesia. Pada saat tidur, penderita mengalami kesulitan menelan dan mengeluarkan air liur secara berlebihan. Penegakan diagnosis penyakit Parkinson dilakukan secara klinis.[3]
Parasomnia
Parasomnia merupakan gangguan tidur yang ditandai dengan aktivitas fisik atau perilaku abnormal yang terjadi saat tidur atau pada saat fase transisi dari terbangun ke tidur. Parasomnia dapat terjadi pada fase non-rapid eye movement (NREM) dan rapid eye movement (REM). Hal yang dicatat selama pemeriksaan adalah aktivitas gelombang otak, gerakan mata, aktivitas elektromiografi submental, aliran udara hidung dan mulut, tekanan rongga hidung, usaha napas, saturasi oksihemoglobin, denyut jantung, dan gerakan kaki.
REM sleep without atonia (RSWA) harus ditemukan untuk menegakkan diagnosis parasomnia. Pada polisomnografi dapat ditemukan peningkatan aktivitas otot skelet transien dan fasik pada submental atau tungkai.[1,3,14,15]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk mengevaluasi aktivitas bruxism dapat menggunakan perangkat intraoral dan alat masticatory muscle electromyography.
Perangkat Intraoral
Perangkat intraoral mengevaluasi aktivitas bruxism dengan observasi faset keausan gigi dan mengukur kekuatan beban kunyah yang diaplikasikan pada alat. Namun keakuratan metode ini belum dapat dikonfirmasi secara pasti dan masih membutuhkan penelitian lebih lanjut. Pada bruxism, dapat ditemukan pola keausan di occlusal splint yang berulang pada area yang sama, dengan pola dan arah yang sama.[2,4]
Bruxcore Bruxism Monitoring Device (BBMD)
Bruxcore Bruxism Monitoring Device (BBMD) digunakan untuk menilai aktivitas bruxism saat tidur. Plat bruxcore mengevaluasi aktivitas bruxism dengan menghitung jumlah mikrodot terabrasi pada permukaannya dan menilai besarnya volumetrik abrasi. BBMD Kedua parameter tersebut digabungkan sehingga diperoleh indeks jumlah aktivitas bruxism. Sayangnya, alat ini belum tersedia di Indonesia.[2,4]
Polisomnografi
Rekaman polisomnografi (sleep laboratory) untuk sleep bruxism umumnya mencakup sinyal elektroensefalogram (EEG), electromyography (EMG), elektrokardiogram (EKG), dan resistor sensitif termal bersama dengan rekaman audio-video simultan. Dalam pengaturan alat, proses rekaman sangat terkontrol, sehingga gangguan tidur seperti sleep apnea dan insomnia dapat dikesampingkan. Selain itu, aktivitas orofasial seperti menelan dan batuk saat tidur juga dapat dibedakan dengan aktivitas sleep bruxism. Namun, rekaman polisomnografi memiliki keterbatasan jika terjadi perubahan lingkungan tidur yang dapat mempengaruhi perilaku bruxism sebenarnya.
Kriteria diagnostik bruxism dengan menggunakan polisomnografi adalah:
- Memiliki episode bruxism lebih dari 4 kali/jam
- Memiliki bruxism burst lebih dari 6 per episode atau 25 bruxism burst per jam sewaktu tidur
- Minimal 2 episode suara gemeretak gigi
Pada pemeriksaan polisomnografi, sleep bruxism dicirikan dengan rhythmic masticatory muscles activity (RMMA) pada frekuensi sekitar 1 Hz, yang biasanya dikaitkan dengan microarousal sewaktu tidur.[1,2,4,16]
Masticatory Muscle Electromyography
Alat masticatory muscle electromyography sudah umum digunakan untuk menghitung aktivitas sleep bruxism secara langsung. Keuntungan dari metode ini adalah aktivitas bruxism dapat dinilai tanpa menggunakan perangkat intra oral yang dapat mengubah aktivitas bruxism alami. Meski demikian, kemampuan alat ini dalam mendeteksi aktivitas sleep bruxism lebih inferior jika dibandingkan dengan polisomnografi.
Alat ini tidak mampu membedakan aktivitas orofasial lainnya seperti terbangun, berbicara, batuk dengan sleep bruxism. Selain itu, kelainan tidur atau perubahan fisiologis yang berkaitan dengan sleep bruxism (seperti microarousal, takikardia dan sleep-stage shift) tidak dapat di observasi.[2,4]