Pendahuluan Halitosis
Halitosis, atau yang dikenal juga sebagai bad breath, oral malodor, foul breath, foetor ex-ore, foetor oris, merupakan suatu kondisi dimana bau napas tidak sedap. Kondisi ini merupakan keluhan terbesar ketiga yang membuat pasien datang ke dokter gigi, setelah karies dan penyakit periodontal. Halitosis dapat menyebabkan keluhan psikis dan penurunan kepercayaan diri bagi penderitanya.[1,2]
Patofisiologi halitosis yang paling umum adalah akibat adanya putrefaksi bakteri sisa makanan di dalam rongga mulut, deskuamasi sel, saliva, dan darah di dalam rongga mulut yang menyebabkan terbentuknya gas volatile sulfur compounds (VSCs) sehingga menyebabkan bau mulut.[1,3]
Etiologi halitosis multifaktorial dan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu faktor oral dan non-oral/ekstraoral (sistemik). Faktor oral contohnya bakteri, tongue coating, penyakit periodontal, karies profunda, xerostomia, dan nekrosis gigi. Faktor non-oral contohnya adalah penyakit sistemik seperti gangguan saluran pencernaan dan gangguan metabolisme, serta psikogenik seperti depresi dan obsessive compulsive disorder.[1,2,18]
Epidemiologi halitosis secara global bervariasi, dimana angka variasi berkisar diantara 2% hingga 30%. Namun demikian, prevalensi halitosis masih sulit diketahui angka pastinya, karena ketiadaan konsensus internasional tentang kriteria dan metode diagnostik yang digunakan. Selain itu, di berbagai populasi dan budaya, bau mulut merupakan suatu kondisi yang memalukan, sehingga sedikit orang yang berkenan berpartisipasi.[2,3]
Diagnosis halitosis ditegakkan setelah melakukan anamnesis dan serangkaian pemeriksaan intraoral dan ekstraoral. Pemeriksaan harus dilakukan secara holistik dan komprehensif untuk melakukan penilaian etiologi pasti dari halitosis. Skoring yang biasa digunakan dalam pemeriksaan penunjang halitosis adalah skor organoleptik dan halimeter.[1-4]
Penatalaksanaan halitosis disesuaikan dengan etiologinya. Contoh jenis penatalaksanaan halitosis adalah perawatan karies, scaling dan root planing, pemberian saliva artifisial, pengendalian faktor risiko, hingga perawatan multidisiplin.[3,5]
Prognosis halitosis umumnya baik jika ditangani secara cepat, tepat dan efektif. Jika tidak ditangani dengan baik, maka dapat memengaruhi rasa percaya diri pasien dan imbasnya adalah penurunan kualitas hidup pasien.[2,4]
Penulisan pertama oleh: drg. Fiesta Ellyzha Eka Hendraputri