Patofisiologi Hiperkalemia
Patofisiologi hiperkalemia berkaitan dengan ketidakseimbangan homeostasis akibat gangguan internal distribusi kalium intrasel dan ekstrasel, serta gangguan pada ekskresi kalium.
Fisiologi Homeostasis Kalium
Kalium (K+) merupakan kation yang paling banyak ditemukan di tubuh. Sebanyak 98% kalium berada di intrasel, terutama pada sel otot, dan hanya 2% berada di ekstrasel.
Kalium pada umumnya dipertahankan dalam batas normal dengan kisaran yang sempit melalui mekanisme homeostasis yang secara bergantian dan efisien mengatur distribusi kalium antara kompartemen intrasel-ekstrasel dan ekskresi kalium.[5,7,8]
Pada kondisi fisiologis, konsentrasi kalium intrasel mencapai 140 meq/L, sedangkan pada ekstrasel 4–5 meq/L. Distribusi kation ini diregulasi oleh Na-K-ATPase yang memompa K+ ke dalam sel dan Na+ keluar sel dengan rasio 2:3 untuk mempertahankan potensi membran istirahat yang berperan penting dalam pembentukan aksi potensial sel-sel otot.
Kalium terutama diekskresikan di ginjal (90%) dan hanya sebanyak 10% diekskresikan pada saluran gastrointestinal. Gangguan pada distribusi kalium intrasel-ekstrasel atau ekskresi kalium dapat menyebabkan hiperkalemia.[5,7,8]
Gangguan Distribusi Kalium Intrasel dan Ekstrasel
Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan gangguan distribusi internal kalium, yaitu insufisiensi insulin, asidosis, katekolamin, dan hiperosmolaritas.
Insufisiensi insulin
Pada saat makan, insulin dikeluarkan untuk meregulasi glukosa. Setelah berikatan dengan reseptor di permukaan sel, insulin menyebabkan penyisipan GLUT4 (transporter glukosa tipe 4) yang memfasilitasi pengambilan glukosa dalam jaringan.
Ikatan insulin dengan reseptornya ini juga meningkatkan aktivitas pompa Na-K-ATPase, sehingga uptake K+ ke dalam sel meningkat. Pada kondisi insufisiensi insulin, terjadi penurunan aktivitas Na-K-ATPase, sehingga K akan lebih banyak di ekstrasel.[1,7]
Katekolamin
Katekolamin juga berperan dalam regulasi kalium internal. Katekolamin bekerja pada reseptor beta 2 adrenergik dan alfa adrenergik.[4,7]
Katekolamin yang bekerja pada reseptor beta 2 adrenergik akan meningkatkan aktivitas Na-K-ATPase untuk mencegah konsentrasi kalium berlebih di ekstrasel. Penggunaan obat yang menginhibisi reseptor ini, seperti penyekat beta, dapat meningkatkan konsentrasi kalium ekstrasel.
Katekolamin yang menstimulasi reseptor alfa adrenergik akan memicu pengeluaran kalium ke ekstrasel. Oleh karena itu, obat golongan agonis alfa adrenergik dapat juga meningkatkan konsentrasi kalium dalam darah.[4,7]
Asidosis
Pada asidosis metabolik yang disebabkan oleh anion anorganik (asidosis mineral), penurunan pH ekstraseluler akan menurunkan laju pertukaran ion natrium dan hidrogen, dan menghambat laju masuknya kotransport natrium dan bikarbonat.
Penurunan Na+ intrasel yang berhubungan dengan aktivitas Na-K-ATPase, dan menyebabkan hilangnya K+ intrasel. Selain itu, penurunan konsentrasi bikarbonat ekstrasel akan meningkatkan pemasukan ion klorida (Cl−) ke dalam sel, yang selanjutnya meningkatkan effluks K+.[5,9]
Hiperosmolaritas
Ketika osmolaritas ekstrasel meningkat akibat akumulasi osmoles, seperti glukosa, mannitol, dan sukrosa, terjadi perpindahan komponen air dari kompartemen intrasel ke ekstrasel.
Ketika air keluar, volume sel akan menurun dan kalium menjadi lebih terkonsentrasi. Konsentrasi K+ intrasel yang lebih tinggi memicu untuk terjadinya effluks ion kalium keluar sel menuruni gradien konsentrasi melalui kanal yang permeabel.[4,9]
Lisis Sel
Pada kondisi terdapat kerusakan sel atau lisis sel yang ekstensif, seperti pada luka bakar berat, rhabdomyolysis, lisis tumor, atau hemolisis, maka substansi yang ada di dalam sel akan keluar, termasuk juga ion kalium. Akibat lisis sel ini, akan ada lebih banyak ion kalium yang terdapat pada kompartemen ekstrasel.[8,10]
Gangguan Ekskresi Kalium
Kalium difiltrasi di glomerulus, kemudian direabsorbsi oleh tubulus proksimal dan lengkung Henle. Hanya sekitar 10% kalium yang mencapai distal nefron. Pada tubulus distal dan duktus kolektivus, kalium dapat diabsorbsi ataupun disekresi sesuai dengan kebutuhan tubuh. Proses reabsorbsi diregulasi oleh alpha intercalated cell, sedangkan proses sekresi diregulasi oleh sel prinsipal.
Kondisi yang meningkatkan konsentrasi K+ intrasel, menurunkan konsentrasi K+ lumen, membuat lumen lebih elektronegatif, serta kondisi yang meningkatkan permeabilitas membran luminal untuk K+, akan meningkatkan kecepatan sekresi K+. Dua penentu utama sekresi K+ adalah aktivitas mineralokortikoid dan perpindahan Na+ dan air di distal.[5,9]
Aldosteron
Aldosteron merupakan mineralokortikoid yang banyak di dalam tubuh. Aldosteron meningkatkan konsentrasi K+ intrasel dengan menstimulasi aktivitas Na-K-ATPase di membran basolateral, menstimulasi reabsorpsi Na+ melintasi membran luminal, yang meningkatkan elektronegativitas lumen, sehingga meningkatkan gradien listrik yang mendukung sekresi K+.
Aldosteron memiliki efek langsung pada membran lumen untuk meningkatkan permeabilitas terhadap K+. Pada kondisi hipoaldosteronisme, sekresi kalium menjadi terganggu sehingga dapat menyebabkan hiperkalemia.[3,7]
Selain itu, beberapa obat obatan yang dapat menginhibisi aldosterone, seperti captopril, ramipril, candesartan, mineralocorticoid receptor antagonist (MRA), dan selective aldosterone inhibitor dapat menginduksi hiperkalemia.[3,7]
Gangguan Ginjal
Pasien gagal ginjal akut, seperti yang terjadi pada nekrosis tubular akut atau nefritis interstitial, juga cenderung mengalami hiperkalemia. Tubulus distal dan duktus kolektivus mengalami kerusakan sehingga tidak dapat mensekresi kalium.[9,11]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli