Prognosis Penyakit Ginjal Kronis
Prognosis penyakit ginjal kronis tergantung pada komorbiditas yang dimiliki pasien, usia, dan laju filtrasi glomerulus. Pasien dengan penyakit ginjal kronis umumnya mengalami penurunan fungsi ginjal secara progresif dan berisiko mengalami penyakit ginjal stadium akhir.[20,25]
Deteksi dini dari penyakit ginjal kronis, penanganan yang tepat pada penyakit yang mendasari ataupun penyakit komorbid, serta inisiasi tepat waktu dalam penerapan terapi pengganti ginjal kronis sangat penting untuk mencegah komplikasi pada penyakit ginjal kronis yang dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang signifikan.[30,33]
Komplikasi
Komplikasi dari penyakit ginjal kronis bersifat sangat kompleks dan berasal dari progresivitas penurunan fungsional ginjal. Beberapa komplikasi yang sering ditemukan pada penyakit ginjal kronis adalah anemia, osteodistrofi renal, dan gagal jantung kongestif.[20,25]
Tabel 1. Potensi Komplikasi pada Penyakit Ginjal Kronis berdasarkan Laju Filtrasi Glomerulus
Stadium | Laju Filtrasi Glomerulus (ml/menit/1.73 m2) | Penjelasan | Komplikasi |
Stadium 1 | ≥ 90 | Kerusakan ginjal dengan GFR normal | Belum terdapat komplikasi |
Stadium 2 | 60-89 | Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR ringan | Peningkatan tekanan darah |
Stadium 3 | 30-59 | Penurunan GFR sedang | Hiperfosfatemia, hipokalsemia, anemia, hiperparatiroid, hipertensi, hiperhomosistinemia. |
Stadium 4 | 15-29 | Penurunan GFR berat | Malnutrisi, asidosis metabolik, hiperkalemia, dislipidemia |
Stadium 5 | < 15 | Gagal jantung kongestif, uremia |
Sumber: dr. Eva Naomi, Alomedika, 2023.[34]
Anemia
Anemia merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada 80-90% pasien penyakit ginjal kronis. Penyebab utamanya adalah defisiensi eritropoetin. Defisiensi eritropoetin disebabkan oleh penurunan fungsi ginjal untuk mensintesis hormon tersebut. Beberapa hal juga berperan dalam anemia seperti defisiensi asam folat, defisiensi besi, dan penekanan sumsum tulang akibat substansi uremik.
Evaluasi terhadap anemia pada pasien penyakit ginjal kronis dimulai saat kadar hemoglobin (Hb) ≤10 mg/dl atau hematokrit ≤ 30%. Evaluasi meliputi kadar besi serum, Total Iron Binding Capacity (TIBC), ferritin serum, mencari sumber perdarahan, ataupun pemeriksaan morfologi eritrosit.
Penanganan anemia pada penyakit ginjal kronis dengan pemberian eritropoietin pada Hb < 10 mg/dl. Target Hb 11-12 mg/dl. Dalam pemberian eritropoietin, status besi pada pasien harus dievaluasi karena eritropoietin memerlukan besi dalam mekanisme farmakodinamiknya.
Pemberian transfusi darah pada pasien anemia dengan penyakit ginjal kronis harus dilakukan dengan hati-hati, sesuai dengan indikasi yang tepat, dan observasi yang cermat. Transfusi darah yang dilakukan dengan tidak cermat dapat menyebabkan overload cairan, hiperkalemia, dan perburukan fungsi ginjal.[20,34]
Osteodistrofi Renal
Osteodistrofi renal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penyakit ginjal kronis akibat penurunan fungsi ginjal yang menyebabkan penurunan 1,25 (OH)2D2 melalui mekanisme hiperfosfatemia. Penatalaksanaan osteodistrofi renal dengan pemberian hormon kalsitriol (1,25 (OH)2D3) dan mengatasi hiperfosfatemia.
Hiperfosfatemia dapat diatasi dengan pembatasan asupan fosfat melalui diet rendah fosfat, pemberian pengikat fosfat seperti Al (OH)3, CaCo3, dan Ca Acetat yang bertujuan untuk menghambat absorbsi fosfat di saluran cerna. Dialisis yang dilakukan pada stadium akhir penyakit ginjal kronis, juga ikut berperan dalam mengatasi hiperfosfatemia.[33,34]
Gagal Jantung Kongestif
Gagal jantung kongestif disebut juga dengan “high-output heart failure” yang sering terjadi pada penyakit ginjal kronis dengan stadium gagal ginjal. Gagal jantung kongestif disebabkan oleh tingginya volume darah akibat retensi cairan dan natrium pada ginjal karena penurunan fungsi ginjal. Peningkatan volume darah menyebabkan jantung tidak dapat memompa secara adekuat dan menyebabkan gagal jantung.[33,34]
Prognosis
Penelitian oleh Tangri et al yang memvalidasi pengembangan hasil laboratorium rutin sebagai prediksi progresivitas penyakit ginjal kronis (stadium 3-5) menjadi gagal ginjal, melaporkan bahwa estimasi GFR yang lebih rendah, albuminuria yang lebih tinggi, usia yang lebih muda, dan jenis kelamin laki-laki menunjukkan progresivitas gagal ginjal yang lebih cepat.[20,25]
Kadar albumin, kalsium, dan bikarbonat serum yang lebih rendah, serta kadar fosfat serum yang lebih tinggi menunjukkan estimasi peningkatan risiko gagal ginjal.[32-34]
Tabel 2. Risiko Gagal Ginjal pada Pasien Penyakit Ginjal Kronis Berdasarkan Laju Filtrasi Glomerulus dan Albuminuria
Sumber: dr. Eva Naomi, Alomedika, 2023.[34]
Sebuah penelitian melaporkan tingkat mortalitas tertinggi pada pasien penyakit ginjal kronis adalah dalam 6 bulan pertama memulai dialisis. Tingkat mortalitas kemudian cenderung menurun selama 6 bulan ke depan, kemudian meningkat kembali secara bertahap selama 4 tahun. Angka kesintasan 5 tahun untuk pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani dialisis jangka panjang di Amerika Serikat adalah sekitar 35%.[20,22]
Sebuah studi menemukan bahwa risiko mortalitas meningkat pada pasien dengan penyakit ginjal tahap akhir dan gagal jantung kongestif yang menerima dialisis peritoneal dibandingkan dengan mereka yang menerima hemodialisis. Waktu kesintasan hidup rata -rata adalah 20,4 bulan pada pasien yang menerima dialisis peritoneal versus 36,7 bulan pada kelompok hemodialisis.[20,35]
Penulisan pertama oleh: dr. Nathania S. Sutisna
Direvisi oleh: dr. Bedry Qhinta