Diagnosis Rhabdomyolysis
Diagnosis rhabdomyolysis perlu dicurigai jika pasien memiliki kondisi neuromuskular akut atau mengeluhkan urine gelap (berwarna teh) tanpa gejala lain, yang ditambah dengan peningkatan serum creatine kinase (CK). Pasien dapat mengalami kelemahan otot akut, nyeri, dan pembengkakan pada ekstremitas atau regio tubuh yang terkena. Urine yang gelap (berwarna teh) umumnya menandakan mioglobinuria.
Dokter juga perlu mewaspadai terjadinya sindrom kompartemen. Sindrom kompartemen adalah komplikasi potensial dari rhabdomyolysis yang dapat berkembang setelah resusitasi cairan, seiring dengan edema ekstremitas dan otot yang memburuk.[1,5,8,13]
Anamnesis
Gejala yang ditunjukkan pada kasus rhabdomyolysis bervariasi dari asimtomatik hingga berat. Gejala klasik yang umum terjadi adalah trias nyeri otot, kelemahan otot, serta urine yang berwarna merah gelap atau seperti teh karena kandungan mioglobin dalam urin (mioglobinuria). Namun, tidak semua pasien datang mengalami ketiga keluhan tersebut.
Mioglobin diekskresikan secara cepat oleh ginjal, sehingga kondisi urine berwarna gelap dapat berlangsung dalam durasi yang singkat dan tidak disadari oleh pasien. Selain itu, dapat ditemukan gejala tidak spesifik lain seperti demam, mual, muntah, malaise, kram otot, dan pembengkakan otot.[1,2,4,5]
Pada anamnesis, keluhan yang paling sering disampaikan pasien adalah adanya nyeri otot. Kelompok otot yang paling banyak dikeluhkan adalah otot-otot betis dan punggung bawah. Selain itu, anamnesis untuk mencari kemungkinan penyebab yang mendasari terjadinya rhabdomyolysis perlu dilakukan, seperti menanyakan riwayat gigitan ular, trauma, aktivitas olahraga, penggunaan obat-obatan, tanda-tanda penyakit infeksi, serta riwayat penyakit lainnya.[1,2,3,5]
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan kelemahan otot, memar dan bengkak pada otot, nyeri tekan, serta perubahan pada kulit yang menandakan adanya nekrosis. Tanda-tanda dehidrasi perlu diwaspadai, meliputi penurunan turgor kulit dan produksi urine.
Pada pasien trauma, pemeriksaan pulsasi distal dan fungsi saraf perifer perlu dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya iskemia ekstremitas dan neuropati perifer.
Hipertermia, hipotermia, dan cedera listrik dapat menyebabkan rhabdomyolysis. Pada pasien yang dicurigai mengalami riwayat tersebut, lakukan pemeriksaan fisik seperti pengukuran suhu tubuh dan tanda sengatan listrik. Pada pasien trauma, lakukan pemeriksaan terkait cedera remuk atau deformitas tulang pada tulang panjang.[1-3,5]
Diagnosis Banding
Beberapa diagnosis banding yang perlu dipikirkan antara lain infark miokard, hematuria, dan inflammatory myopathy.
Infark Miokard
Peningkatan kadar creatine kinase pada serum juga dapat ditemukan pada kondisi infark miokard. Pada pasien terduga rhabdomyolysis, pastikan pasien tidak memiliki keluhan nyeri dada, serta pemeriksaan EKG tidak menunjukkan adanya tanda-tanda infark miokard.[8]
Hematuria dan Hemoglobinuria
Urine yang berwarna merah kecoklatan dapat disebabkan oleh kondisi mioglobinuria, hematuria, maupun hemoglobinuria. Karena itu, penting untuk memastikan penyebab perubahan warna pada urine tersebut dengan melakukan pemeriksaan urinalisis dan pemeriksaan mikroskopik urin.[6,8]
Inflammatory Myopathy
Inflammatory myopathy merupakan sekumpulan diagnosis yang melibatkan miopati disertai proses inflamasi pada otot. Pada pasien dengan inflammatory myopathy, keluhan nyeri otot dan mioglobinuria dapat ditemukan bersamaan dengan peningkatan kadar creatine kinase dalam darah. Akan tetapi, kondisi inflammatory myopathy biasanya terjadi secara kronik progresif dan melibatkan otot-otot proksimal.[8,9]
Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis rhabdomyolysis. Urinalisis dapat menemukan mioglobin dalam urine. Sementara itu, pemeriksaan darah akan menunjukkan peningkatan creatine kinase
Serum Creatine Kinase (CK)
Kerusakan otot menyebabkan terjadinya peningkatan kadar creatine kinase (CK) dalam darah. Kadar CK mulai meningkat 2-12 jam sejak terjadinya kerusakan otot dan mencapai puncak dalam 3 sampai 5 hari, kemudian menurun di hari ke-6 hingga 10.
Kadar CK, terutama subtipe CK-MM merupakan indikator yang paling sensitif untuk mengetahui adanya kerusakan pada otot. Nilai referensi CK dalam serum yaitu sekitar 45-260 IU/L. Batas nilai CK yang banyak digunakan untuk mendiagnosis rhabdomyolysis adalah lebih dari 5 kali lipat batas atas atau melebihi 1000 IU/L.[5,7]
Mioglobin Serum dan Urine
Pada kasus rhabdomyolysis, kadar mioglobin dalam darah meningkat dalam 1-3 jam, mencapai puncak dalam 8-12 jam, dan kembali ke kadar normal dalam 24 jam setelah kerusakan terjadi. Penemuan mioglobin dalam darah atau urine merupakan tanda yang patognomonis terhadap diagnosis rhabdomyolysis, tetapi pemeriksaan ini tidak bisa dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis. Hal ini karena ekskresi mioglobin yang cepat, sehingga tidak terdeteksi setelah hari pertama padahal tidak semua pasien akan datang dalam 24 jam pertama munculnya gejala.[5,7]
Darah Lengkap
Pada rhabdomyolysis, dapat ditemukan adanya peningkatan leukosit, laju endap darah, dan C-reactive protein (CRP), serta trombositopenia.[3,6]
Urinalisis
Beberapa temuan urinalisis yang dapat terjadi pada pasien dengan rhabdomyolysis adalah kondisi pH yang cenderung lebih asam, proteinuria, adanya cast mioglobin berwarna merah kecoklatan, serta mioglobinuria. Untuk membedakan mioglobin dan hemoglobin dalam urine pada pemeriksaan dipstick, perlu dilakukan konfirmasi menggunakan mikroskop. Pada kondisi mioglobinuria, umumnya hanya terdapat sedikit sel darah merah.[2,5,6]
Serum Elektrolit
Pemeriksaan serum elektrolit perlu dilakukan untuk mencari komplikasi gangguan elektrolit, seperti hiperkalemia, hiperfosfatemia, hipokalsemia (pada fase awal penyakit), dan hiperkalsemia (pada fase lanjut penyakit).[2,3]
Elektrokardiografi (EKG)
Kondisi hiperkalemia dan hipokalsemia dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada irama jantung, sehingga EKG perlu dievaluasi sedini mungkin. Pemeriksaan EKG dapat menunjukkan adanya gelombang T yang meninggi, pemanjangan interval PR dan interval QRS, ventrikular takikardi, atau bahkan asistol.[2,3]
Analisis Gas Darah
Pemeriksaan analisis gas darah dilakukan untuk mencari adanya asidosis metabolik akibat terlepasnya produk seperti asam laktat ke dalam aliran darah.[3,6]
Radiologi
Pemeriksaan radiologi dapat dilakukan untuk mencari adanya fraktur pada tulang atau dislokasi sendi.[2,3]
Biopsi Otot
Biopsi otot tidak perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis rhabdomyolysis, tetapi dapat dilakukan jika terdapat kecurigaan adanya kelainan otot metabolik yang mendasari. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan ketika kondisi akut telah teratasi, yaitu setidaknya 3 bulan setelah gejala membaik.[5,7]
Pemeriksaan Lain
Selain kondisi-kondisi di atas, beberapa kondisi yang juga dapat ditemukan pada pasien rhabdomyolysis adalah hiperurisemia serta peningkatan aspartate transaminase dan laktat dehidrogenase. Pemeriksaan penunjang juga perlu dilakukan untuk melihat adanya komplikasi yang terjadi. Pada kecurigaan adanya gagal ginjal akut, pemeriksaan BUN (blood urea nitrogen) dan kreatinin serum dapat dilakukan.[3,5]