Epidemiologi Rhabdomyolysis
Data epidemiologi menunjukkan bahwa rhabdomyolysis dapat terjadi pada semua usia, tetapi kasus ini lebih banyak ditemukan pada orang dewasa. Selain itu, secara demografi, rhabdomyolysis lebih banyak terjadi pada laki-laki, orang dengan obesitas, pasien berusia kurang dari 10 tahun, dan usia lebih dari 60 tahun.[3,5,6]
Global
Di Amerika Serikat, sekitar 25.000 kasus rhabdomyolysis dilaporkan setiap tahunnya. Pada pasien dewasa, penyebab terbanyak adalah penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan terlarang, trauma, crush injury, dan efek miotoksik dari obat. Sementara itu, pada anak-anak, penyebab rhabdomyolysis yang paling umum adalah infeksi, yaitu sekitar 30%.[2,3]
Persentase pasien rhabdomyolisis yang mengalami gagal ginjal akut bervariasi tergantung tingkat keparahan penyakit. Pada pasien dengan rhabdomyolisis berat, angka kejadian gagal ginjal naik hingga 81%, dimana 26% pasien memerlukan terapi penggantian ginjal.[5]
Indonesia
Sampai saat ini, masih belum didapatkan data epidemiologi rhabdomyolysis di Indonesia. Kondisi ini akan meningkat kejadiannya di area dengan kasus gigitan ular yang tinggi. Di Indonesia, contoh ular yang dapat menyebabkan fatalitas adalah Acanthopis laevis di Maluku dan Papua. Rhabdomyolysis juga dapat timbul pada pasien yang mengalami cedera akibat tertimpa reruntuhan bangunan saat terjadi gempa bumi.
Mortalitas
Gejala rhabdomyolysis bervariasi dari ringan hingga berat. Secara keseluruhan, angka mortalitas rhabdomyolysis adalah sekitar 5%. Pada kasus berat, komplikasi yang paling sering terjadi adalah gagal ginjal akut. Sekitar 10-40% pasien rhabdomyolysis mengalami komplikasi gagal ginjal akut.
Pada anak-anak, persentasenya lebih tinggi yaitu sekitar 42-50%. Hal ini dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas pasien. Mortalitas rhabdomyolysis yaitu sekitar 20%, dengan adanya komplikasi gagal ginjal, angka mortalitas dapat meningkat hingga 50%.[3,4]