Etiologi Rhabdomyolysis
Etiologi rhabdomyolysis dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu traumatik atau penyebab fisik dan nontraumatik atau penyebab nonfisik. Penyebab tersering dari rhabdomyolysis adalah trauma misalnya akibat kecelakaan kendaraan, imobilisasi berkepanjangan misalnya akibat koma, sepsis, dan operasi kardiovaskuler. Penyebab nontrauma meliputi penggunaan obat-obatan, gigitan ular berbisa, atau adanya gangguan genetik maupun gangguan metabolik pada otot.[1,3,4]
Penyebab Traumatik atau Fisik
Penyebab traumatik atau fisik dari rhabdomyolisis antara lain:
- Trauma: kecelakaan lalu lintas, crush syndrome, penyiksaan, immobilisasi jangka panjang akibat koma, fraktur panggul
- Kondisi hipoksia otot: oklusi arteri akibat tromboemboli, cedera, atau klem pembedahan
- Perubahan suhu tubuh: malignant hyperthermia, neuroleptic malignant syndrome, heat stroke, hipotermia, frostbite, dan luka bakar yang luas
- Kejutan listrik bermuatan tinggi atau tersambar petir
- Aktivitas otot berlebihan: angkat beban berlebihan, status epileptikus, tetanus[2-4,7]
Penyebab Nontraumatik atau Nonfisik
Penyebab nontraumatik disebabkan adanya ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, perubahan elektrolit, dan gangguan metabolik, seperti:
- Obat-obatan: alkohol, cocaine, amfetamin, heroin, statin, fibrat, amitriptyline, fluoxetine, haloperidol, lithium, chlorpromazine, barbiturat, diphenhydramine, propofol, teofilin, terbutalin, dan zidovudin
- Toksin: gigitan serangga, bisa ular, bisa laba-laba
- Infeksi: pyomyositis, syok septik, toxic shock syndrome, malaria, HIV, influenza, virus Epstein-Barr, virus herpes, virus coxsackie, Salmonella, Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus, Clostridium, Legionella, dan Mycoplasma. Selain itu, beberapa laporan kasus menunjukkan adanya rhabdomyolysis yang diakibatkan COVID-19
- Gangguan elektrolit: hipokalemia, hipofosfatemia, kondisi hiperosmolar, hipokalsemia, hiperkalsemia, dehidrasi berat
- Gangguan endokrin: kondisi hiperglikemik hiperosmolar, asidosis diabetikum berat disertai koma, miksedema, hipotiroid, hiperaldosteronisme
- Autoimun: polimiositis, dermatomiositis
- Kelainan genetik dan metabolik: gangguan glikogenolisis atau glikolisis, gangguan metabolisme lipid, Duchenne muscular dystrophy, myotonic dystrophy[1-5]
Faktor Risiko
Risiko rhabdomyolisis meningkat pada pasien trauma dengan trauma multisistem, cedera remuk yang melibatkan ekstremitas atau batang tubuh, dan sindrom kompartemen pada satu atau lebih ekstremitas. Selain itu, di Indonesia, gigitan ular berbisa juga menjadi faktor risiko yang penting. Beberapa contoh ular yang dapat menyebabkan rhabdomyolysis adalah Acanthopis laevis di Papua dan Maluku.
Risiko rhabdomyolisis juga meningkat pada kondisi aktivitas fisik berlebih, seperti olahraga ekstrim dan berkepanjangan atau aktivitas kejang seperti status epileptikus. Pasien dengan masalah penyalahgunaan zat, termasuk alkohol, juga lebih berisiko.[1]