Pendahuluan Sindroma Nefritik
Sindroma nefritik merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari proteinuria, hematuria, azotemia, red blood cast, oliguria dan hipertensi yang biasanya bersifat akut atau yang biasa disingkat dengan PHAROH.[1,2]
Sindroma nefritik umumnya terjadi akibat masalah atau kerusakan pada glomerulus, atau yang dalam istilah histopatologi dikenal dengan glomerulonefritis akut (GNA). Sindroma nefritik akibat GNA biasanya diakibatkan oleh kerusakan dan peradangan glomerulus yang terjadi pasca infeksi Streptococcus beta hemolytic group A yang kemudian disebut dengan glomerulonefritis akut pasca streptococcus (GNAPS). Keadaan ini juga dapat terjadi sebagai komplikasi penyakit, seperti scarlet fever.[1]
Kelompok yang paling berisiko mengalami glomerulonefritis post Streptococcus adalah anak berusia 5-12 tahun dan lansia berusia >60 tahun. Pada anak, penyakit ini sering terjadi di negara berkembang dengan status sosioekonomi yang rendah.[28,29]
Disamping anamnesis dan pemeriksaan fisik, urinalisis, pemeriksaaan ureum dan kreatinin, biopsi ginjal sebagai gold standard serta tes serologi adalah pemeriksaan penunjang untuk menegakkan penyebab sindroma nefritik.[3]
Diagnosis banding untuk sindroma nefritik meliputi penyakit dengan gejala klinis yang melibatkan ginjal disertai hematuria dan/atau proteinuria, seperti sindroma nefrotik dan hematuria idiopatik. Akan tetapi, dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang tepat sindroma nefritik dapat dibedakan dengan kedua penyakit ini.[19,20]
Penatalaksanaan sindroma nefritik umumnya meliputi penanganan istirahat, diet, pertimbangan pemberian kortikosteroid, seperti prednison dan/ atau imunosupresan seperti siklofosfamid serta antibiotik seperti amoxicilin dan erythromycin. Penatalaksanaan sindroma nefritik juga meliputi komplikasi penyakit, seperti hipertensi dan proteinuria.[4,5]