Penatalaksanaan Aneurisma Otak
Penatalaksanaan aneurisma otak atau aneurisma serebral dapat dibagi menjadi 2, yaitu pembedahan dan tata laksana endovaskular. Namun, pada kasus aneurisma yang belum ruptur, ukuran aneurisma kecil, tidak bergejala dan tanpa faktor risiko tinggi, serta tidak ada riwayat keluarga sebelumnya, dapat dilakukan manajemen konservatif dan observasi. Hal ini dapat dilakukan dengan mengontrol faktor risikonya, misalnya, dengan memantau tekanan darah dan berhenti merokok.[1,5,8]
Rawat Jalan
American Heart Association (AHA) merekomendasikan pemeriksaan radiologis setiap 6–12 bulan sekali pada pasien yang dilakukan manajemen konservatif. Pada kasus aneurisma yang tidak ruptur yang bergejala, pemilihan terapi mempertimbangkan berbagai faktor, di antaranya:
- Riwayat penyakit, seperti perdarahan subarachnoid (subarachnoid hemorrhage, SAH)
- Faktor risiko pasien, seperti jenis kelamin wanita, perokok, kebiasaan mengonsumsi alkohol, riwayat hipertensi, dan riwayat keluarga
- Gambaran radiologis dan ukuran aneurisma
- Anatomi pembuluh darah sekitar
- Riwayat penyakit keluarga[1]
Medikamentosa
Saat ini belum ada bukti kuat yang mendukung penggunaan obat secara rutin sebagai profilaksis dari pembentukan atau pecahnya aneurisma. Penelitian pada hewan dan manusia menunjukkan bahwa proses remodeling pembuluh darah dan adanya kaskade inflamasi berperan penting dalam pembentukan, pertumbuhan dan risiko pecahnya aneurisma.
Aneurisma mengekresikan cyclooxygenase-2 (COX-2) dan microsomal prostaglandin E synthase 1 (mPGES-1), sehingga obat-obatan yang menghambat proses tersebut dianggap memiliki efek terapeutik.[9]
Pemberian aspirin atau asetilsalisilat dinilai dapat menurunkan inflamasi dinding aneurisma dan menurunkan risiko pertumbuhan serta ruptur dari aneurisma. Aspirin atau asetilsalisilat memiliki efek penghambatan pada beberapa mediator inflamasi diantaranya termasuk COX-2 dan mPGES-1.
Suatu studi meta-analisis menunjukkan bahwa penggunaan aspirin dapat menurunkan risiko pertumbuhan aneurisma secara signifikan, terlepas dari frekuensi dan durasi penggunaannya.[1,5,8,9]
Penggunaan statin juga dinilai memiliki potensi mengurangi pertumbuhan dan risiko ruptur aneurisma karena efek antiinflamasinya. Statin mampu mengurangi inflamasi dinding pembuluh darah dan memobilisasi sel-sel progenitor endotel untuk mencegah ekspresi dari matrix metalloproteinase (MMP).[10]
Pembedahan
Pada kasus aneurisma yang akan dilakukan tindakan, dapat dilakukan endovascular coiling atau pembedahan dengan clipping. Pada pasien usia tua atau pasien dengan tingkat morbiditasnya yang tinggi, disarankan pemilihan terapi endovascular coiling sebagai pilihan pertama.
Pada kasus aneurisma pada sirkulasi posterior, lebih disarankan menggunakan terapi endovascular coiling karena tingginya morbiditas dan mortalitas jika dilakukan pembedahan pada area posterior. Saat ini belum ada laporan uji coba terkontrol yang membandingkan tata laksana endovaskular dengan tata laksana pembedahan.[2,8]
Pada kasus aneurisma yang mengalami ruptur, tata laksana emergensi penting dilakukan, seperti mengamankan jalan nafas dan menurunkan tekanan intrakranial. Pilihan tata laksana yang diberikan dapat berupa tindakan pembedahan clipping dan tindakan endovascular clipping. Tindakan ini harus dilakukan dalam waktu 24 jam dari onset untuk menghentikan perdarahan dan mengurangi risiko terjadinya perdarahan berulang.
Pemilihan terapi mana yang lebih optimal bergantung kepada lokasi aneurisma, tingkat keparahan perdarahannya, kemungkinan adanya vasospasme, dan juga tingkat keahlian dokter yang akan melakukan tindakan.[1,4]
Terapi Suportif
Terapi suportif yang dapat diberikan pada pasien berupa pemantauan faktor risiko. Pengendalian tekanan darah dan berhenti merokok sangat direkomendasikan untuk mencegah terjadinya pertumbuhan aneurisma lebih lanjut dan mencegah risiko ruptur aneurisma.
Pasien dengan risiko rendah terjadinya ruptur, yaitu pasien dengan ukuran aneurisma <5 mm, asimptomatik, dan tanpa faktor risiko, disarankan melakukan pemeriksaan pencitraan serial setiap 1–2 tahun sekali, dapat menggunakan pemeriksaan angiografi seperti MRA.[10]