Diagnosis Cerebral Palsy
Diagnosis cerebral palsy ditegakkan sebagai diagnosis klinis berdasarkan informasi informasi mengenai riwayat perkembangan dan kelahiran, serta hasil pemeriksaan fisik pasien. Gangguan ini bersifat permanen dan stagnan, sehingga adanya perburukan gejala menggugurkan diagnosis cerebral palsy.[1,9]
Anamnesis
Anamnesis untuk kasus cerebral palsy sebaiknya difokuskan untuk mengidentifikasi faktor risiko dan kemungkinan etiologinya. Riwayat yang digali mencakup riwayat prenatal, kelahiran, dan perkembangan anak.
Riwayat perkembangan yang digali adalah riwayat perkembangan motorik yang mengalami keterlambatan pada masa kanak yang permanen tanpa adanya regresi. Bila terdapat riwayat dalam keluarga dengan karakteristik gangguan yang mirip atau ada gangguan neurologis dalam keluarga yang serupa, maka penyebab genetik perlu dipertimbangkan.
Anamnesis juga menggali gangguan-gangguan komorbid yang mungkin muncul bersama dengan cerebral palsy, termasuk epilepsi, abnormalitas muskuloskeletal, nyeri, gangguan pendengaran dan penglihatan, masalah makan, gangguan komunikasi, dan masalah perilaku.[1,10]
Tabel 2. Gejala Dini Cerebral Palsy
Bayi Usia 3-6 Bulan | Kepala jatuh ke belakang ketika diangkat sambil berbaring telentang |
Terasa kaku | |
Terasa lemas | |
Tampak meregangkan punggung dan leher secara berlebihan ketika dipeluk oleh seseorang | |
Kaki menjadi kaku dan menyilang atau menggunting saat diangkat | |
Bayi Usia Di Atas 6 Bulan | Tidak berguling ke kedua arah |
Tidak bisa menyatukan tangan | |
Mengalami kesulitan mendekatkan tangan ke mulut | |
Mengulurkan tangan hanya dengan satu tangan dan tangan lainnya tetap mengepal | |
Bayi Usia Di Atas 10 Bulan | Merangkak dengan posisi miring, mendorong dengan satu tangan dan kaki sambil menyeret tangan dan kaki yang berlawanan |
Bergeser dengan bokong atau melompat dengan lutut, tetapi tidak merangkak dengan empat kaki |
Sumber: dr. Bedry Qintha, Alomedika, 2024.[5,6]
Gejala Klinis
Terdapat ahli yang berpendapat bahwa diagnosis cerebral palsy lebih dapat diandalkan setelah usia 2 tahun karena tanda dan gejala awal bisa saja merupakan variasi normal atau keterlambatan perkembangan yang hilang seiring usia bayi. Pada beberapa anak, temuan klinis cerebral palsy dapat terus berkembang hingga usia 4-5 tahun.
Gejala utama cerebral palsy meliputi kegagalan untuk mencapai tonggak perkembangan motorik dan menetapnya refleks primitif di luar usia yang diharapkan. Menetapnya refleks primitif ini dapat menghambat perkembangan motorik dan menyulitkan pasien dalam menguasai keterampilan neuromotor yang lebih tinggi. Gangguan neurologis pada sistem motorik dapat ditandai dengan spastisitas, diskinesia, hipotonia, dan ataksia.[6,17]
Tipe Spastik
Spastik diplegia (35%) ditandai dengan kerusakan pada oligodendroglia yang belum matang antara usia kehamilan 20 dan 34 minggu, dengan temuan neuropatologis umum berupa leukomalasia periventrikular. Kedua jalur kortikospinal motorik dan talamokortikal terpengaruh, tetapi sebagian besar anak memiliki fungsi kognitif normal dan prognosis baik untuk pergerakan independen.
Spastik quadriplegia (20%) biasanya terkait dengan kelahiran prematur dan menunjukkan leukomalasia periventrikular yang berat serta ensefalomalasia kortikal multikistik pada neuroimaging. Tipe ini sering disertai dengan keterbatasan fungsional signifikan, defisit kognitif, epilepsi, gangguan visual, dan prognosis buruk untuk pergerakan independen.
Spastik hemiplegia (25%) umumnya terjadi pada bayi lahir cukup bulan dan paling sering disebabkan oleh stroke intrauterin atau perinatal. Sebagian besar anak dengan spastik hemiplegia memiliki kemampuan kognitif normal dan mampu mempertahankan pergerakan independen dan memiliki tingkat kemampuan fungsional yang tinggi.[6,17]
Tipe Ekstrapiramidal
Tipe ekstrapiramidal mencakup fenotipe klinis koreoatetotik, distonik, atau diskinetik. Sebagian besar kasus terjadi pada bayi yang lahir cukup bulan, terkait dengan ensefalopati hipoksik-iskemik, kernikterus, atau gangguan neurometabolik atau neurogenetik.
Anak dengan cerebral palsy ekstrapiramidal memiliki insiden lebih tinggi untuk kondisi terkait seperti defisit kognitif, kejang, masalah perilaku, gangguan tidur, gangguan visual, ataupun gangguan pendengaran.[6,17]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik difokuskan untuk mengidentifikasi tanda-tanda klinis dari cerebral palsy. Pemeriksaan fisik mencakup lingkar kepala, status mental, tonus dan kekuatan otot, postur, refleks (primitif, postural, dan tendon dalam), dan gait.
Tanda dan gejala klinis yang harus dicari mencakup mikroensefali atau makroensefali, iritabilitas yang berlebihan, penurunan interaksi, hipertonia atau hipotonia, spastisitas, distonia, kelemahan otot, persistensi refleks primitif, refleks postural yang tidak ada atau abnormal, inkoordinasi, atau hiperrefleksia.[1,5,6]
Hasil pemeriksaan fisik juga digunakan untuk mengidentifikasi tipe cerebral palsy. Tipe-tipe tersebut adalah:
- Spastik diplegik: spastisitas dan gangguan motorik lebih banyak mengenai ekstremitas bawah dibanding ekstremitas atas
- Spastik hemiplegik: spastisitas dan gangguan motorik lebih banyak mengenai satu sisi tubuh, terutama ekstremitas atas
- Spastik quadriplegik: spastisitas dan gangguan motorik lebih banyak mengenai 4 ekstremitas
- Diskinetik/hiperkinetik (koreoathetoid): pasien mempunyai gerakan involunter yang eksesif, biasanya kontraksi otot seperti gerakan menari dan menggeliat yang lambat
- Distonia: pasien mempunyai gerakan involunter, kontraksi otot yang bertahan lama menyebabkan gerakan memutar dan repetitif
- Ataksia: pasien mempunyai gait yang tidak stabil, inkoordinasi, dan hipotonia[1-3]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding yang perlu dipertimbangkan saat melakukan evaluasi pasien yang dicurigai cerebral palsy adalah spinal muscular atrophy, distonia familial, dan defisiensi arginase.
Spinal Muscular Atrophy
Pada pasien yang lahir dengan spinal muscular atrophy, akan terlihat floppy dan mengalami kelemahan yang progresif tanpa disertai spastisitas, namun dapat terjadi kontraktur. Diagnosis dapat ditegakkan dengan analisis DNA, elektromiografi (EMG), dan biopsi otot.[18]
Distonia Familial
Pada distonia familial, terjadi deformitas otot setelah beberapa tahun perkembangan yang normal. Pasien dengan penyakit ini mengalami kontraksi otot yang bertahan selama beberapa saat dan distonia tanpa kontraktur. Dapat terlihat gerakan yang cepat dan mendadak. Distonia familial bersifat diturunkan dan dapat diperiksa dengan pemeriksaan genetik molekuler.[19]
Defisiensi Arginase
Pada pasien dengan kondisi ini, terjadi spastik displegia yang progresif dan dementia pada masa mendatang. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan serum asam amino arginine yang meningkat drastis dan peningkatan kadar ammonia.[20]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada anak dengan cerebral palsy meliputi MRI otak, ultrasonografi (USG) kranial, elektroensefalografi (EEG), dan EMG. Pemeriksaan laboratorium tidak secara definitif mendiagnosis cerebral palsy, namun membantu menyingkirkan diagnosis banding.[6,17]
Pencitraan
Pemeriksaan penunjang yang direkomendasikan untuk mengidentifikasi etiologi cerebral palsy adalah MRI karena lebih sensitif mengidentifikasi struktur neuroanatomi dibandingkan CT scan. Pemeriksaan USG kranial juga bisa dilakukan pada neonatus untuk mengidentifikasi adanya perdarahan intraventrikluar, ventrikulomegali, atau leukomalasia periventrikular.[1,5,10,11]
EEG dan EMG
EEG wajib dilakukan pada anak dengan riwayat kejang atau apabila anak tidak mencapai perkembangan sesuai dengan standar yang berlaku. Tujuan utama EEG adalah mendeteksi adanya epilepsi serta membantu menentukan jenis dan penyebabnya. EMG dan tes konduksi saraf dilakukan untuk membantu menemukan gangguan otot atau persarafan.[1,5,10,11]
Pemeriksaan Laboratorium
Karena salah satu etiologi cerebral palsy adalah stroke, maka pasien juga perlu menjalani skrining thrombofilia. Koagulasi pro-trombotik ditemukan pada 50-60% pasien dengan riwayat stroke.[1,10]
Instrumen Untuk Menilai Kemampuan Motorik
Beberapa instrumen bisa digunakan untuk menilai kemampuan motorik pada bayi. Gross Motor Function Classification System (GMFCS) digunakan untuk menilai keterampilan motorik kasar dan kemampuan berjalan pada anak usia 2-18 tahun. Manual Ability Classification System (MACS) digunakan untuk menilai penggunaan tangan dan ekstremitas atas pada anak usia 4-18 tahun.
Communication Function Classification System (CFCS) digunakan untuk menilai kemampuan komunikasi sehari-hari. Eating and Drinking Ability Classification System (EDACS) menilai kemampuan makan dan minum pada anak usia 3 tahun ke atas.[1,5,6,12]
Tabel 3. Klasifikasi Fungsional Cerebral Palsy
Level | GMFCS | MACS | CFCS | EDACS |
1 | Berjalan tanpa hambatan | Mengambil objek dengan mudah | Memberi dan menerima secara efektif | Makan dan minum baik dan efisien |
2 | Berjalan dengan hambatan | Mengambil kebanyakan objek dengan kecepatan yang berkurang | Memberi dan menerima secara efektif namun melambat | Makan dan minum dengan baik, namun efisiensi berkurang |
3 | Berjalan dengan memegang alat bantu | Kesulitan mengambil objek, membantu mempersiapkan atau memodifikasi aktivitas | Menerima dan memberi dengan efektif tetapi pada rekan yang familiar | Makan dan minum kurang baik, dapat ditemukan hambatan efisiensi |
4 | Mobilitas diri terhambat | Mengambil objek secara terbatas dalam situasi adaptif | Menerima dan memberi secara inkonsisten pada rekan yang familiar | Makan dan minum dengan hambatan signifikan |
5 | Diperlukan kursi roda | Tidak dapat mengambil objek | Jarang menerima dan memberi secara efektif dengan rekan yang familiar | Tidak dapat makan dan minum dengan baik, perlu dipertimbangkan alat bantu makan. |
Sumber: dr. Bedry Qintha, Alomedika, 2024.[6]
Penulisan pertama oleh: dr. Adrian Prasetio