Penatalaksanaan Paraplegia
Penatalaksanaan paraplegia yang utama adalah mengatasi etiologinya. Kemudian, penatalaksanaan berfokus pada meningkatkan kualitas hidup penderita, yaitu meminimalisir disabilitas dan memberi dukungan psikologis. Pasien umumnya akan menjalani rehabilitasi medis. Selain itu, diperlukan pula langkah-langkah pencegahan komplikasi ulkus dekubitus.
Penatalaksanaan Paraplegia Akibat Trauma
Sama seperti penatalaksanaan pasien trauma pada umumnya, lakukan penilaian ABCDE (airway, breathing, circulation, disability, exposure). Pada kasus cedera multipel, dahulukan penanganan kondisi yang lebih mengancam jiwa, seperti obstruksi jalan napas, pneumothorax, hemothorax, dan syok hemoragik. Pasien harus dipindahkan dengan mobilisasi seminimal mungkin, dengan menggunakan cervical collar dan backboard untuk stabilisasi.[19]
Setelah pertolongan pertama, perlu dipertimbangkan apakah pasien memerlukan pembedahan atau tidak. Beberapa indikasi pembedahan adalah luka tembus akibat peluru, penikaman, atau senjata tajam, acute spinal scord syndrome, dan gangguan neurologis progresif akibat kompresi. Pembedahan yang dapat dilakukan berupa reposisi dan stabilisasi jika mengalami dislokasi, dan dekompresi pada pasien yang mengalami tanda-tanda kompresi medula spinalis akibat deformitas, fragmen tuang, hematoma, dan perlukaan.[7,19]
Pemberian methylprednisolone 30 mg/kgBB bolus intravena dapat dipertimbangkan untuk mencegah inflamasi dan meningkatkan permeabilitas vaskular.[19]
Penatalaksanaan Kausatif
Pada kasus nontraumatik, setelah diagnosis etiologi ditegakkan, penatalaksanaan dilakukan berdasarkan etiologi masing-masing kasus. Pada paraplegia akibat hereditary spastic paraplegia (HSP), injeksi botox dapat digunakan untuk meredakan spastisitas dan ankle-foot orthosis untuk membantu pasien berjalan.[14]
Jika paraplegia disebabkan infeksi medula spinalis, tata laksana yang diberikan berupa antibiotik, antivirus, atau antijamur sesuai dengan organisme penyebab.[1,14]
Pada paraplegia akibat tumor medula spinalis, terapi bisa berupa eksisi, radioterapi, atau keduanya. Eksisi dapat dilakukan pada tumor medula spinalis primer yang terlokalisasi dengan baik. Tumor ekstradural metastasis yang bersifat kompresif umumnya dieksisi dari vertebra, dilanjutkan radioterapi. Selain itu, perlu juga dilakukan terapi bagi tumor asal metastasis.[12]
Rehabillitasi Medis
Perawatan awal pasien paraplegia bertujuan untuk memungkinkan kehidupan di rumah atau institusi keperawatan yang dapat mengakomodasi kebutuhan pasien. Sebelum memulai rehabilitasi, pastikan pasien sudah dalam kondisi stabil, tidak ada lagi inkontinensia urine ataupun alvi, kemampuan berkomunikasi telah dipulihkan, dan pasien dapat bergerak walaupun sedikit.[20]
Fase Akut dan Subakut
Tujuan rehabilitasi pada periode akut dan subakut adalah untuk mencegah komplikasi jangka panjang, termasuk kaku sendi dan kontraktur. Tindakan rehabilitasi yang dapat dilakukan adalah latihan pasif untuk mengatasi kontraktur, atrofi otot, dan nyeri. Selain itu, lakukan pemosisian sendi untuk melindungi struktur artikular dan mempertahankan tonus otot optimal. Kantong pasir dan bantal dapat membantu pemosisian pasien. Apabila diperlukan, pemosisian juga dapat dilakukan menggunakan bidai atau alat ortotik yang lebih kaku.[21]
Fase Kronik
Pada fase kronik, tujuan rehabilitasi adalah mobilisasi independen. Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan rehabilitasi antara lain tingkat cedera, usia, berat badan, status kesehatan umum, motivasi, dan kelenturan.
Pasien bisa menggunakan alat bantu secara bertahap. Pasien bisa melakukan latihan dalam palang paralel ataupun di luar palang paralel, sesuai dengan kemampuan awalnya. Pasien dengan kontrol panggul cukup, dapat mencoba berjalan menggunakan orthosis atau kruk di luar palang paralel. Pasien dengan kekuatan otot quadriceps femoris normal dapat mencoba berjalan dengan kruk siku dan orthosis.[21]
Pencegahan Ulkus Dekubitus
Ulkus dekubitus merupakan salah satu komplikasi yang umum terjadi. Risiko ulkus dekubitus akan meningkat pada pasien dengan diabetes mellitus, obesitas, dan sindrom metabolik. Ulkus dekubitus paling sering terjadi pada sakrum, ischium, trokanter dan aspek superior tumit.
Reposisi pasien setiap 2-3 jam dapat mencegah munculnya ulkus dekubitus. Reposisi pasien dilakukan dengan partisipasi aktif pada pasien dengan status mental baik. Hal ini dapat mencegah atrofi otot, kontraktur, dan ketegangan otot. Selain itu, perhatikan kebersihan dan kelembapan kulit.
Alas atau matras khusus dapat digunakan untuk mencegah ulkus dekubitus. Tidak kalah penting adalah memberikan hidrasi dan nutrisi adekuat.[6,21]