Penatalaksanaan Sindrom Guillain-Barré
Penatalaksanaan Guillain-Barre syndrome (GBS) atau sindrom Guillain-Barre meliputi terapi suportif untuk mencegah dan mengatasi komplikasi fatal, terapi simptomatik, serta terapi spesifik dengan imunoterapi. Pilihan imunoterapi untuk pengelolaan definitif GBS adalah plasmapheresis atau intravenous immunoglobulin (IVIG). Pada fase pemulihan, pasien membutuhkan program fisioterapi.[1,4,9]
Terapi Suportif
Penanganan umum pasien GBS adalah dengan pengawasan ketat untuk mencegah dan mengatasi komplikasi yang fatal. Pengawasan fungsi paru sebaiknya dilakukan setiap 2‒4 jam pada fase akut, dan setiap 6‒12 jam pada kondisi stabil. Jika terdapat gejala gagal nafas, dibutuhkan perawatan di unit rawat intensif.[9,10,12]
Pengawasan regular terhadap fungsi otonom juga sangat penting, terutama irama jantung, denyut nadi, dan tekanan darah. Selalu dilakukan pemeriksaan fungsi menelan untuk mencegah aspirasi, dan pemeriksaan munculnya dekubitus atau kontraktur akibat tirah baring lama.[9,10,12]
Pemberian low molecular weight heparin (LMWH) dibutuhkan untuk mencegah terjadinya trombosis vena dalam. Selain itu, dilakukan juga pengawasan kebutuhan dan kecukupan gizi pasien.[9,10,12]
Perawatan Intensive Care Unit (ICU)
Dalam perjalanannya, GBS dapat berkembang secara progresif hingga menyebabkan kelumpuhan otot-otot pernapasan. Kondisi ini membutuhkan tindakan intubasi, disertai pemasangan pipa endotrakeal dan ventilasi mekanik dengan ventilator. Selain itu, di ruang ICU juga dilakukan pengawasan ketat terjadinya aritmia akibat gangguan fungsi otonom. Aritmia dapat menyebabkan kematian mendadak pada penderita GBS.[9,10,12]
Terdapat tanda tambahan yang bisa dijadikan prediktor untuk pemasangan ventilasi mekanik, yaitu pasien tidak dapat mengangkat siku atau kepala dari tempat tidur, batuk yang tidak adekuat, tidak mampu untuk berdiri, dan peningkatan kadar enzim hati.[9,10,12]
Terapi Simptomatik
Terapi untuk gejala tambahan GBS dapat diberikan obat pereda rasa nyeri, dan terapi gejala otonom. Nyeri merupakan gejala yang cukup sering (89%) ditemukan pada pasien GBS, mulai dari nyeri punggung, nyeri otot, nyeri sendi, dan nyeri viseral. Pemberian gabapentin, karbamazepin, dan opioid dianjurkan untuk mengatasi nyeri pada pasien GBS, terutama pada fase akut.[9,10,12]
Terapi gejala otonom misalnya obat untuk gangguan irama jantung, tekanan darah yang tidak stabil, produksi keringat, saluran kemih, dan gastrointestinal. Gangguan otonom ditemukan pada sekitar dua pertiga pasien GBS, yang dapat menjadi komplikasi mengancam jiwa jika mengenai sistem kardiovaskular.[9,10,12]
Terapi Spesifik
Penanganan yang spesifik harus segera dilakukan begitu diagnosis GBS ditegakkan, yaitu dengan pemberian imunoterapi dan kortikosteroid. Pilihan imunoterapi untuk GBS adalah plasmapheresis dan intravenous immunoglobulin (IVIG).
Plasmapheresis
Plasmapheresis diberikan 5 kali selama 10‒14 hari, untuk membantu mengeluarkan autoantibodi, kompleks imun, dan komponen sitotoksik dari serum. Plasmapheresis terbukti dapat mempercepat waktu penyembuhan GBS hingga 50%, jika dilakukan dalam waktu 4 minggu setelah gejala. Efek terbaik jika dilakukan dalam 2 minggu pertama setelah onset gejala kelemahan otot.[1,9,10,12]
Intravenous Immunoglobulin (IVIG)
IVIG diberikan dengan dosis 400 mg/kgBB/hari selama 5 hari berturut-turut. IVIG lebih baik diberikan dalam 2 minggu pertama onset GBS. Terapi ini lebih mudah untuk dikerjakan dan relatif lebih aman daripada plasmapheresis. IVIG menjadi pilihan terapi pada pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil.[1,9,10,12]
Beberapa penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan hasil terapi yang bermakna antara plasmapheresis dan IVIG. Kombinasi antara plasmapheresis dan IVIG juga tidak menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan terapi plasmapheresis atau IVIG tunggal.[1,9,10,12]
Kortikosteroid
Pemberian kortikosteroid oral atau intravena dulu dipercaya dapat mempercepat penyembuhan GBS. Namun, beberapa studi menunjukkan bahwa pemberiannya bersama IVIG tidak memberikan hasil yang lebih baik daripada terapi IVIG tunggal. Studi lainnya juga tidak menunjukkan hasil yang signifikan pada pemberian kortikosteroid.[1,9,10,12]
Fisioterapi
Penderita GBS berisiko terkena dekubitus, kontraktur, serta pneumonia ortostatik karena kemampuan mobilisasi yang berkurang. Kondisi ini dapat memperpanjang masa perawatan dan menurunkan kualitas hidup setelah perawatan. Program fisioterapi yang tepat diharapkan dapat mencegah dan mengendalikan komplikasi-komplikasi tersebut.[9,10,12]
Program fisioterapi juga diperlukan untuk memperkuat otot dan memulihkan gerakan pada kasus dengan kelemahan otot berlanjut setelah fase akut.[2]