Diagnosis Stroke pada Anak
Diagnosis stroke pada anak yag utama adalah menentukan antara stroke iskemik atau hemoragik kemudian mencari etiologi yang mendasari. Manifestasi klinis antara stroke iskemik dan hemoragik saling tumpang tindih, sehingga perlu konfirmasi dengan magnetic resonance imaging (MRI) otak untuk menegakkan diagnosis stroke anak. Bila MRI tidak dapat segera dilakukan atau tidak tersedia, pemeriksaan computed tomography (CT scan) dapat menjadi alternatif.[1,3-6]
Anamnesis
Pada anamnesis, sulit untuk membedakan gejala yang disebabkan oleh stroke iskemik dan hemoragik, karena manifestasi klinis saling tumpang tindih. Pasien dengan stroke iskemik umumnya memiliki keluhan, berupa:
- Defisit neurologis fokal, seperti hemiparesis (67-90%), gangguan bicara atau bahasa (20-50%), gangguan penglihatan (17-38%), ataksia (8-10%)
- Kejang (15-25%) pada anak dengan AIS
- Gejala lain yaitu nyeri kepala (20-50%), gangguan kesadaran (17-38%), dan muntah (10%)[10]
Sementara pasien dengan stroke hemoragik memiliki keluhan seperti:
- Mual dan muntah (60%)
- Kejang umum atau fokal (20-40%)
- Defisit neurologis fokal seperti hemiparesis atau afasia (13-50%)
- Nyeri kepala (thunderclap) dan/atau leher/kaku kuduk
- Gangguan kesadaran pada >50% kasus[4,6,13]
Selain jenis stroke dan lokasi lesi, usia mempengaruhi manifestasi klinis. Pada anak yang lebih tua, didapatkan gejala stroke menyerupai gejala pada orang dewasa. Gejala yang dilaporkan berupa hemiparesis, kelemahan fasial unilateral, gangguan bicara, gangguan penglihatan, dan gangguan kesadaran.[1,4-6]
Sementara itu, manifestasi klinis stroke perinatal tidak spesifik, seperti hipotonia, apnea, kejang neonatal (fokal dan unilateral), gangguan kesadaran, failure to thrive (FTT), dan feeding intolerance. Stroke iskemik perinatal seringkali terlambat untuk didiagnosis, dan baru terdeteksi 4-5 bulan kemudian saat anak mengalami keterlambatan perkembangan, onset kejang baru, dan kecenderungan penggunaan satu sisi ekstremitas.[2,11]
Oleh karena itu, onset, riwayat dan perkembangan gejala, riwayat trauma, dan faktor risiko yang dapat memicu terjadinya stroke pada anak merupakan hal yang wajib ditanyakan dalam anamnesis.[1,4,6]
Faktor risiko yang dapat ditanyakan pada keluarga adalah riwayat penyakit dahulu pada anak yang diketahui seperti anemia sel sabit, gangguan jantung dan riwayat operasi/tindakan, infeksi, gangguan hematologi atau vaskular, gangguan pada kepala dan leher. Pada neonatus, dapat ditanyakan riwayat kehamilan dan persalinan.[1,4-6,8,26]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik awal pada stroke akut dilakukan dengan pendekatan ABCDE (Airway, Breathing, Circulation, Disability, Exposure). Pemeriksaan neurologis meliputi pemeriksaan nervus kranialis, motorik, sensorik, fungsi luhur dan keseimbangan dilakukan untuk memperkirakan letak lesi patologis pada stroke.[3,5]
Berdasarkan anatomi pembuluh darah serebral, tanda klinis yang dapat menyertai bila terdapat gangguan pada percabangan pembuluh darah tersebut adalah:
- Arteri cerebri anterior menyebabkan hemiparesis kontralateral dan perubahan perilaku
- Arteri cerebri media menyebabkan kelemahan wajah dan lengan kontralateral, gangguan bicara (afasia, disartria), defisit lapang pandang (hemianopia), hemineglect, dan defisit sensori.
- Arteri cerebri posterior menyebabkan defisit lapang pandang visual (hemianopia) dan defisit sensori
- Sistem vertebrobasilar yang memvaskularisasi serebelum dan batang otak menyebabkan keluhan seperti pusing, ataksia, gangguan keseimbangan, abnormalitas pupil dan pergerakan bola mata, perubahan suara, kesulitan menelan, kelemahan, perubahan sensorik, penurunan kesadaran, hemiparesis alternans.
- Sinus dan vena serebral dapat menyebabkan gejala fokal atau umum seperti penurunan kesadaran, sakit kepala, muntah, dan papilledema[5]
Skor
Pediatric NIH Stroke Scale (PedNIHSS) merupakan instrumen yang dapat digunakan untuk membantu menilai beratnya stroke pada anak. PedNIHSS digunakan pada anak usia ≥2 tahun yang memiliki tanda klinis dan radiologi stroke iskemik akut. PedNIHSS memiliki tingkat sensitivitas sebesar 87%. Skor awal PedNIHSS juga dapat memprediksi disabilitas pada hari ke-90.[14,15]
Aspek yang dinilai pada instrumen ini antara lain (i) tingkat kesadaran pasien, (ii) pergerakkan bola mata pasien, (iii) lapang pandang penglihatan, (iv) palsi fasial, (v) pergerakkan motorik lengan dan kaki, (vi) ataksia anggota tubuh, (vii) gangguan sensorik, (viii) gangguan bahasa (afasia), (ix) dysarthria, (x) inatensi.
Berikut di Tabel 1 merupakan derajat keparahan stroke berdasarkan skor PedNIHSS.
Tabel 1. Derajat Keparahan Stroke Berdasarkan Skor PedNIHSS
Skor | Derajat Keparahan Stroke |
0-2 | Tidak ada stroke |
1-4 | Stroke ringan |
5-15 | Stroke sedang |
15-20 | Stroke sedang-berat |
21-42 | Stroke berat |
Sumber: dr. Gabriela, Alomedika. 2022.[14,16]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding stroke pada anak adalah jenis stroke lainnya, migrain dengan aura, bell’s palsy, todd paresis, kejang, atau kondisi lain seperti tumor otak, penyakit demielinisasi, ensefalitis, intoksikasi, penyakit metabolik, dan gangguan psikogenik.[1,4]
Migrain dengan Aura
Migraine merupakan nyeri kepala yang berlangsung selama 4-72 jam dan seringkali disertai dengan gejala mual, muntah, fotofobia, dan fonofobia. Migraine dapat disertai dengan aura (gejala gangguan pada bicara, sensoris, visual, dan motorik) yang dapat menyerupai gejala stroke. Pada beberapa kasus serangan migraine, dapat disertai dengan infark.[17]
Perbedaan migrain aura dengan stroke adalah gejala pada migrain dengan aura bersifat reversible, sedangkan gejala stroke menetap. Pada pemeriksaan CT atau MRI, migrain dengan aura tidak ditemukan lesi fokal, sedangkan pada stroke didapatkan kelainan pada CT scan atau MRI. Stroke iskemik pada penderita migrain atau migrainous infarction seringkali terjadi pada sirkulasi posterior dan pada wanita usia muda.[17]
Bell’s Palsy
Bell’s palsy merupakan paralisis nervus fasialis perifer yang menyebabkan kelemahan satu sisi pada bagian alis, dahi, dan sudut mulut, yang disertai perubahan rasa, sensitivitas suara, gangguan lakrimasi, dan salivasi. Gejala klinis bersifat progresif, dan mencapai puncak keparahan pada hari ketiga.[19]
Perbedaannya dengan stroke adalah bagian dahi tidak mengalami gangguan, sedangkan pada bell’s palsy didapatkan kelemahan kekuatan otot dahi. Pada bell’s palsy pemeriksaan MRI menunjukkan inflamasi pada nervus fasialis.[19]
Todd Paresis
Todd paresis atau paralisis ditandai dengan kelemahan atau paralisis satu, sebagian, atau seluruh bagian tubuh yang muncul segera (dalam waktu menit hingga hari) setelah akhir kejang (kejang parsial atau tonik-klonik generalisata), dan umumnya mengalami resolusi sempurna dalam waktu 36 jam. Todd paralisis disebabkan oleh abnormalitas perfusi serebral yang terjadi setelah kejang. Manifestasi klinis tergantung lokasi fokus kejang[13,18]
Pada pemeriksaan CT angiografi tidak didapatkan kelainan yang nyata, namun pada stroke dapat ditemukan oklusi pada pembuluh darah. Pemeriksaan MRI dapat ditemukan kelainan yang dijumpai pada pasien dengan kejang, yaitu peningkatan transien sinyal T2 pada lokasi fokus epilepsi.[20,21]
Kondisi Lain
Kondisi lain yang menyerupai kondisi stroke antara lain kejang, tumor otak, penyakit demielinisasi, ensefalitis, intoksikasi, penyakit metabolik, dan gangguan psikogenik.[1,5]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang terutama adalah pemeriksaan imaging untuk menentukan jenis, lokasi infark/perdarahan, dan ekstensinya. Berbeda dengan kasus stroke dewasa, MRI menjadi pemeriksaan imaging lini pertama dan baku emas pada diagnosis stroke anak.[3-5]
Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan MRI diffusion-weighted sequence (MRI-DWI) merupakan pemeriksaan yang paling sensitif dalam mendeteksi stroke iskemik. Pada pemeriksaan awal, direkomendasikan untuk melakukan MRI pada bagian kepala dan leher terutama pada kasus-kasus dengan risiko diseksi dan arteriopathy.[3-5,10]
Jaringan iskemik dapat terlihat dalam waktu beberapa menit setelah onset dengan menggunakan MRI. Pada saat pelaksanaannya, pemeriksaan MRI pada anak memerlukan sedasi. Gambaran stroke iskemik yang dapat ditemukan adalah restricted diffusion pada bagian arterial, selama 7-14 hari setelah onset.[3-5,10]
Pada stroke subakut didapatkan peningkatan T2-weighted signal, sedangkan pada stroke iskemik kronik didapatkan peningkatan diffusion, sinyal T2, dan dilatasi ventrikel lateral atau porensefali.[3-5,10]
Pada pemeriksaan MRI, diagnosis stroke hemoragik didapatkan gambaran lesi hipointens dalam waktu 48 jam pertama, kemudian menjadi hiperintens saat 72 jam. Temuan kronis diatas 9 minggu yaitu hipointens pada area lesi.[3-5,22]
Magnetic resonance angiography (MRA) merupakan pilihan utama dalam evaluasi arteriopati dan lesi arteri intrakranial seperti vaskulitis, diseksi arteri, Moyamoya.[26]
Pemeriksaan CT Scan
Pemeriksaan CT scan dapat memberikan hasil negatif palsu, terutama pada kasus lesi kecil hiperakut atau lesi yang berada di fosa posterior atau batang otak. Hasil negatif palsu ditemukan pada kurang lebih 50% kasus stroke anak.[3-5,10]
Pemeriksaan CT scan baru dapat mendeteksi stroke iskemik beberapa jam (umumnya 6 jam hingga 24 jam) setelah terjadinya onset gejala stroke, sehingga pemeriksaan CT memiliki sensitivitas yang lebih rendah dibandingkan MRI dalam mendeteksi stroke iskemik.[3-5,10]
CT angiografi dapat menjadi pilihan alternatif dalam mendiagnosis stroke iskemik, bila pemeriksaan MRI tidak tersedia. Pada pemeriksaan CT, tanda awal infark yaitu hilangnya diferensiasi area gray-white, lesi hiperdens fokal pada area arterial. Pemeriksaan CT scan setelah 24 jam pada stroke iskemik didapatkan hipodensitas pada area arterial.[3-5,10,24]
Pada pemeriksaan CT scan, temuan mengarah stroke hemoragik dalam waktu 48 jam pertama yaitu lesi hiperdens dan dalam 72 jam didapatkan area hipodens sekitar lesi, yang menggambarkan edema perifokal. Temuan CT scan pada stroke hemoragik kronis adalah lesi hipodens.[3-5,22]
Ekokardiografi
Pada kasus stroke iskemik akut, pemeriksaan ekokardiografi harus dilakukan untuk identifikasi kemungkinan etiologi kardioemboli, terutama pada pasien dengan gangguan jantung atau riwayat operasi/tindakan kateterisasi jantung.[3]
Pemeriksaan Lainnya
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk melihat kemungkinan etiologi yang mendasari stroke anak. Secara umum, pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, nitrogen urea darah, kreatinin, glukosa, trombosit, PT, APTT, INR, laktat, dan analisa gas darah.[6,10,25]
Pasien anak dengan riwayat gangguan jantung yang diketahui dapat diperiksakan profil enzim jantung untuk identifikasi iskemia jantung. Bila ada riwayat atau tanda klinis yang mengarah pada vaskulitis, inflamasi, ataupun infeksi, pemeriksaan ESR, CRP, dan ANA dapat dilakukan.[24]
Pemeriksaan lumbal pungsi dapat dilakukan pada kasus stroke yang curiga disebabkan oleh perdarahan subarachnoid atau infeksi. Elektroensefalografi (EEG) dapat dilakukan pada pasien dengan manifestasi kejang atau gerakan involunter lainnya.[6,10,27]