Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Apakah Anda memiliki STR?
Alo, sebelum melanjutkan proses registrasi, silakan identifikasi akun Anda.
Ya, Daftar Sebagai Dokter
Belum punya STR? Daftar Sebagai Mahasiswa

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Diagnosis Transient Ischemic Attack (TIA) general_alomedika 2024-04-02T13:01:29+07:00 2024-04-02T13:01:29+07:00
Transient Ischemic Attack (TIA)
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Diagnosis Transient Ischemic Attack (TIA)

Oleh :
dr. Reren Ramanda
Share To Social Media:

Diagnosis transient ischemic attack (TIA) ditegakkan secara klinis dengan menilai defisit neurologis yang terjadi disertai dengan perbaikan dalam 24 jam pasca awitan. Namun pemeriksaan tambahan dengan metode pencitraan tetap dibutuhkan untuk menentukan ada tidaknya lesi iskemik yang terjadi di otak pasien untuk membedakan dengan stroke.[1,10]

Keluhan pasien TIA mirip seperti stroke, yakni gangguan sensorik atau motorik yang muncul secara akut. Biasanya pasien TIA yang datang ke ruang gawat darurat, sudah tidak bergejala lagi, sehingga riwayat penyakit harus ditanyakan secara detil, mencakup awitan, durasi, gejala neurologis, gejala penyerta, dan faktor risiko.[3]

Anamnesis

Anamnesis pada pasien TIA sangat penting karena sampai saat ini umumnya diagnosis TIA masih ditegakkan secara klinis sehingga anamnesis akurat merupakan kunci penegakkan diagnosis yang penting. Namun hal ini juga menimbulkan permasalahan tersendiri karena variabilitas yang tinggi pada penegakan diagnosis TIA oleh tiap-tiap klinisi.[1]

Gejala Klinis

Gejala yang umumnya terjadi meliputi kelemahan atau mati rasa pada salah satu sisi tubuh, gangguan bicara (disartria), kehilangan penglihatan pada satu sisi (amaurosis fugax), pusing, atau kesulitan berjalan.

Durasi gejala merupakan informasi penting, karena TIA secara definisi adalah serangan iskemik sementara yang gejalanya hilang dalam 24 jam. Oleh karena itu, mengetahui berapa lama gejala berlangsung dapat membantu membedakan antara TIA dan stroke.[1,3]

Gejala pada TIA bersifat mendadak, dengan defisit paling maksimal pada saat keluhan pertama muncul. Apabila defisit neurologis bermigrasi secara gradual ke bagian tubuh lain, maka perlu dipikirkan diagnosis banding  lain. Selain itu, jika keluhan sering berulang, maka perlu juga disingkirkan kemungkinan penyebab lain, contohnya kejang.[1]

Faktor Risiko

Faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya TIA adalah riwayat hipertensi, diabetes, hiperlipidemia, merokok, konsumsi alkohol berlebihan, obesitas, dan riwayat penyakit jantung. Riwayat medis yang berkaitan dengan TIA juga perlu ditanyakan, antara lain riwayat stroke atau TIA sebelumnya, riwayat atrial fibrilasi, dan riwayat keluarga serangan iskemik.[1,3]

Pemeriksan Fisik

Pemeriksaan fisik pada pasien TIA harus berfokus pada identifikasi defisit neurologis dan gangguan bicara yang merupakan gejala paling sering pada TIA. Pemeriksaan saraf kranial dapat menguji adanya kebutaan monokular, ambliopia, wajah asimetris, hemianopia, diplopia, gerakan lidah abnormal, disfagia, dan disfungsi auditorik.[3]

Pemeriksaan Neurologis

Pasien TIA umumnya akan datang dengan keluhan defisit neurologis yang bersifat mendadak, contohnya kelemahan satu sisi anggota tubuh, afasia, atau disartria. Umumnya gejala tersebut tidak progresif. Gejala TIA juga umumnya bersifat negatif daripada positif, contohnya keluhan kehilangan penglihatan mendadak umum ditemukan daripada keluhan penglihatan silau, atau kehilangan indera perabaan lebih sering daripada rasa kesemutan.[5]

Pemeriksaan fisik sangat bermanfaat untuk membantu menentukan apakah gejala neurologis yang ada bersifat fokal atau nonfokal. Iskemia serebral regional akan menyebabkan gejala yang bersifat fokal. Gejala neurologis yang bersifat fokal umumnya terjadi pada satu sisi bagian tubuh saja. Di sisi lain, gejala neurologis nonfokal seperti kelemahan seluruh tubuh atau pingsan, jarang berkaitan dengan TIA.[1]

Pemeriksaan Lainnya

Selain pemeriksaan neurologis, pemeriksaan fisik standar yang harus dilakukan pada pasien dengan kecurigaan TIA adalah pemeriksaan tanda vital dan pemeriksaan fisik jantung. Tanda vital seperti tekanan darah, denyut nadi, dan saturasi oksigen harus selalu diukur pada setiap pasien TIA yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan. Selanjutnya, perlu dilakukan pemeriksaan fisik jantung standar dan auskultasi karotis untuk mencari ada tidaknya bruit karotis.[1,3,10]

TIA Klasik dan Non Konsensus

Manifestasi klinis TIA dapat dibagi menjadi TIA klasik dan non-konsensus. Pada TIA klasik, gambaran defisit neurologis berifat tipikal atau umum ditemukan dan lebih mudah dalam menegakkan diagnosis TIA. Pada TIA non-konsensus, defisit neurologis yang muncul tidak umum ditemukan pada pasien TIA, sehingga lebih jarang terdiagnosis.[3,10]

TIA Klasik:

Manifestasi klinis yang didapatkan pada pemeriksaan fisik TIA klasik antara lain:

  • Kelemahan motorik: kelemahan anggota gerak motorik atau tubuh yang bersifat transient dengan onset mendadak, termasuk pada wajah dan ekstremitas
  • Disfasia: awitan mendadak dan bersifat transien dari disfasia ekspresif atau reseptif, atau keduanya
  • Gangguan sensorik: awitan mendadak dan bersifat transien dari hilangnya sensorik dari dua atau lebih bagian tubuh
  • Hemianopia atau quadrantanopia: kehilangan penglihatan dengan onset mendadak dan bersifat transien pada sebagian lapang pandang tertentu
  • Kehilangan visual monokuler: awitan mendadak dan bersifat transien
  • Vertigo: awitan mendadak vertigo transien disertai gejala TIA lain
  • Diplopia: awitan mendadak diplopia transien disertai gejala TIA lain
  • Disartria: awitan mendadak disartria transien disertai gejala TIA lain
  • Ataksia: awitan mendadak ataksia transien disertai gejala TIA lain[10]

TIA Non-Konsensus:

Manifestasi klinis yang didapatkan pada pemeriksaan fisik TIA non-konsensus antara lain:

  • Hanya vertigo: awitan mendadak vertigo yang baru atau rekuren tanpa defisit neurologis lain yang menyertai. Tidak dicetuskan oleh gerakan kepala atau trauma, dan tidak disertai oleh nyeri telinga, tinnitus, atau kehilangan pendengaran
  • Hanya ataksia: awitan mendadak gangguan gait yang bersifat transien tanpa penyebab lain
  • Hanya diplopia: awitan mendadak penglihatan ganda binokular transien terisolasi tanpa penyebab okular atau neuromuskular yang jelas
  • Hanya disartria: awitan mendadak bicara cadel yang bersifat transien
  • Hanya gangguan visual bilateral: awitan mendadak gangguan visual bilateral terisolasi (kecuali hemianopia atau quadrantanopia) tanpa gejala positif yang menyertai
  • Single segment sensory loss: awitan mendadak baal di satu sisi bagian tubuh yang bersifat sementara tanpa gejala TIA lainnya[10]

Diagnosis Banding

Diagnosis banding TIA antara lain adalah stroke iskemik dan stroke hemoragik, yang merupakan kondisi defisit neurologis menetap. Diagnosis banding lain mencakup meningitis dan diseksi arteri karotis.

Stroke

Stroke didefinisikan sebagai defisit neurologis fokal akut dengan etiologi vaskular, yang bertahan lebih dari 24 jam. Kondisi disfungsi neurologis global seperti stupor atau koma yang diakibatkan oleh iskemia batang otak atau perdarahan subarakhnoid juga termasuk  dalam kelompok diagnosis stroke.

Pencitraan otak sangat penting untuk menentukan diagnosis stroke, serta membedakan stroke yang terjadi merupakan stroke iskemik atau hemoragik. Pada stroke iskemik tidak terjadi perdarahan di bagian otak, namun terjadi iskemik menetap yang diakibatkan oleh sumbatan tiba-tiba pembuluh darah otak yang mengakibatkan terputusnya aliran darah dan oksigen ke otak. Pemeriksaan CT scan non-kontras merupakan pemeriksaan paling umum digunakan untuk mengevaluasi stroke akut.[1,2,11,12]

Diseksi Arteri Karotis

Diseksi arteri karotis dimulai ketika terjadi robekan di arteri karotis leher, yang menyebabkan darah memasuki lapisan dinding pembuluh darah dan membelah lapisan pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan terbentuknya intramural hematoma atau dilatasi aneurisma, yang dapat menjadi sumber timbulnya mikroemboli.

Saat ini pencitraan magnetic resonance angiography (MRA) telah menjadi pilihan menggantikan pemeriksaan angiografi konvensional dalam penegakan diagnosis diseksi arteri karotis interna dan membedakannya dari diagnosis lain. Bahkan beberapa fasilitas kesehatan telah menjadikan MRA sebagai satu-satunya pilihan metode pencitraan untuk membantu penegakan diagnosis.[13]

Meningitis

Meningitis adalah suatu sindrom yang muncul akibat peradangan selaput meninges. Trias klasik meningitis bakterial antara lain adalah adanya demam, nyeri kepala dan kaku kuduk. Meningitis bakterial merupakan diagnosis banding pada pasien dengan manifestasi klinis nyeri kepala, kaku kuduk, demam, dan perubahan kesadaran.

Untuk membedakan TIA dan meningitis, dilakukan pungsi lumbal. Pemeriksaan  cairan serebrospinal sangat membantu dalam penegakan diagnosis meningitis. Penegakan diagnosis meningitis bakterial dibuat dengan melakukan kultur pada sampel cairan serebrospinal pasien. [14]

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu penegakan diagnosis dan penatalaksanaan TIA antara lain adalah pemeriksaan jantung seperti elektrokardiografi (EKG), CT Scan, ultrasonografi, MRI, serta pemeriksaan laboratorium.[1,4,6]

Pedoman klinis menganjurkan pemeriksaan pencitraan saraf dilakukan dalam 24 jam onset TIA dan merekomendasikan pemilihan MRI dan diffusion-weighted MR imaging sebagai modalitas utama. Pemeriksaan CT scan yang dilakukan bersama CT angiogram sangat direkomendasikan apabila pemeriksaan MRI tidak ada atau tidak dapat dilakukan.

Pemeriksaan jantung, seperti EKG dan echocardiogram, bertujuan untuk mencari sumber emboli kardiak dan adanya penyakit patologis yang mendasari seperti patensi foramen ovale, penyakit katup jantung, trombus jantung, dan aterosklerosis. Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengidentifikasi faktor risiko, seperti profil koagulasi, panel gula darah, dan profil lipid.[3]

CT Scan

Pencitraan otak adalah pemeriksaan kunci dalam kasus TIA. Pemeriksaan CT scan yang digunakan adalah pemeriksaan CT scan non-kontras untuk menyingkirkan kemungkinan etiologi struktural seperti subdural hematoma, perdarahan intrakranial, atau tumor otak. CT scan dianjurkan untuk dilakukan segera dalam 24 jam awitan TIA.[1,5]

Pada pasien dengan gejala TIA yang telah teresolusi sempurna, temuan bukti infark akut pada gambaran CT scan non-kontras dapat menjadi prediksi rekurensi, walaupun proporsi pasien dengan kasus ini sangat kecil yaitu hanya 4%.

Pencitraan dengan metode noninvasive CT angiography (CTA) dapat digunakan untuk mengidentifikasi stenosis atau oklusi di intrakranial dan ekstrakranial. Stenosis dan oklusi sangat berisiko mengalami rekurensi TIA hingga stroke apabila tidak dilakukan penanganan lanjutan.[1]

Magnetic Resonance Angiography

Magnetic resonance (MR) memiliki sensitivitas diagnostik yang lebih tinggi dari CT Scan. Magnetic resonance angiography (MRA) juga dapat memberikan informasi pencitraan pembuluh darah sefaloservikal. MRA dapat dilakukan secara bersamaan saat melakukan pemeriksaan MRI, sehingga dapat membantu klinisi membedakan etiologi sindrom-sindrom serebrovaskular.[1,4,7]

Ultrasonografi Vaskular

Carotid duplex ultrasound adalah modalitas pencitraan non-invasif yang bermanfaat untuk mengevaluasi penyakit oklusi yang terletak di bifurkasio. Bila teridentifikasi adanya stenosis derajat tinggi pada sisi retina ipsilateral arteri karotis, maka ini merupakan penanda risiko stroke. Namun, pemeriksaan ultrasonografi karotis ini tidak adekuat untuk memantau sirkulasi arteri karotis yang tidak berada di bifurkasio.

Ultrasonografi Doppler memiliki kelemahan karena hanya dapat memberikan gambaran pencitraan anatomi serebrovaskular yang terbatas. Namun, pemeriksaan ini sangat berguna pada pasien yang tidak dapat menjalani pemeriksaan MRA atau CTA, atau pada kondisi pasien yang membutuhkan data tambahan seperti morfologi dinding pembuluh darah, dinamika aliran arteri, potensi mikroemboli, dan adanya  right-to-left shunts.[1]

EKG dan Pemeriksaan Jantung Lain

Pemeriksaan penunjang EKG 12 sadapan dilakukan untuk mengevaluasi ada tidaknya ritme jantung abnormal, contohnya atrial fibrilasi. Abnormalitas berupa perubahan gelombang P, left atrial enlargement (LAE), atau hipertrofi ventrikel kiri dapat menjadi penanda risiko stroke. Selain EKG, pemeriksaan jantung seperti echocardiogram diperlukan apabila tidak ditemukan etiologi pasti penyebab TIA.[1,3-5]

Pencitraan jantung komprehensif dengan transthoracic (TTE) atau transesophageal (TEE) echocardiogram disertai pemeriksaan ultrasonografi jantung dapat memberikan gambaran informasi lengkap mengenai morfologi dan fungsi jantung. Ini dapat membantu mendiagnosis etiologi trombus, seperti left ventricular akinesis, poor ejection fraction, atrial miksoma, patent foramen ovale (PFO), atrial septal defect, ventricular septal defect, dan trombus ventrikel kiri.[3-5]

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan darah lengkap bisa diperlukan untuk melihat ada tidaknya anemia atau eritrositosis sebagai penyebab TIA. Hitung platelet juga cukup relevan karena trombositosis dapat menjadi penyebab potensial TIA. Pemeriksaan lain seperti profil koagulasi (partial thromboplastin time atau international normalized ratio) dapat membantu mendiagnosis gangguan koagulasi.[1]

Pemeriksaan glukosa darah dan profil lipid juga diperlukan. Kondisi hipoglikemia dan hiperglikemia dapat menyerupai gejala TIA. Selain itu, diabetes mellitus dan dislipidemia merupakan faktor risiko potensial terjadinya TIA dan stroke iskemik, sehingga sangat bermanfaat dalam evaluasi potensi risiko rekurensi TIA kedepannya.[1,4]

Penanda imunologis seperti antibodi antifosfolipid, dan pemeriksaan genetik seperti mutasi faktor V Leiden, perlu dilakukan pada pasien dengan riwayat hiperkoagulasi, termasuk kanker, khususnya adenokarsinoma, deep vein thrombosis, atau kondisi autoimun.[4]

 

Penulisan pertama oleh: dr. Imanuel Natanael Tarigan

Referensi

1. Coutts, SB. Diagnosis and Management of Transient Ischemic Attack. Continuum (Minneap Minn). 2017 Feb 3; 23(1): 82–92. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5898963/
2. Lioutas, VA et al. Incidence of Transient Ischemic Attack and Association With Long-term Risk of Stroke. JAMA. 2021;325(4):373-381. https://jamanetwork.com/journals/jama/fullarticle/2775447
3. Panuganti, KK. Tadi, P and Lui, F. Transient Ischemic Attack. Statpearl. 2023. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459143/
4. Garcia, JO. Et al. Recent advances in the management of transient ischemic attacks. Fac Rev. 2022; 11: 19. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC9340656/
5. Perry, JJ. Et al. Transient ischemic attack and minor stroke: diagnosis, risk stratification and management. CMAJ. 2022 Oct 11; 194(39): E1344–E1349. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC9616153/
6. Shahjouei, S. et al. Transient Ischemic Attack Outpatient Clinic: Past Journey and Future Adventure. J Clin Med. 2023 Jul; 12(13): 4511. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC10342821/
7. Coban, EK. Et al. The Review of Transient Ischemic Attack Patients: An Experience of a Clinic about Diagnosis and Follow-up. Sisli Etfal Hastan Tip Bul. 2020; 54(1): 83–87. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7192245/
10. Tuna, MA and Rothwell, PM. Diagnosis of non-consensus transient ischaemic attacks with focal, negative, and non-progressive symptoms: population-based validation by investigation and prognosis. The Lancet. Volume 397, Issue 10277, P902-912, March 06, 2021. https://www.thelancet.com/journals/lancet/article/PIIS0140-6736(20)31961-9/fulltext
11. Venketasubramanian, N. et al. Editorial: Transient ischemic attack: standard-of-care model. Front Neurol. 2023; 14: 1278624. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC10499352/
12. Jauch, EC. Ischemic Stroke. medscape. 2024. https://emedicine.medscape.com/article/1916852-overview
13. Zohrabian, D. Carotid Artery Dissection. Medscape. 2019. https://emedicine.medscape.com/article/757906-overview
14. Vasudeva, SS. Meningitis. Medscape. 2023. https://emedicine.medscape.com/article/232915-overview

Epidemiologi Transient Ischemic ...
Penatalaksanaan Transient Ischem...

Artikel Terkait

  • Durasi Aspirin dan Clopidogrel Pasca Stroke Iskemik atau Transient Ischemic Attack – Telaah Jurnal Alomedika
    Durasi Aspirin dan Clopidogrel Pasca Stroke Iskemik atau Transient Ischemic Attack – Telaah Jurnal Alomedika
Diskusi Terkait
dr.Verita Dian Permatasari
Dibalas 13 Agustus 2019, 07:03
bagaimana tatalaksana pasien TIA?
Oleh: dr.Verita Dian Permatasari
8 Balasan
Alo dokter saya mau bertanya, kemarin saya kedatangan pasien di igd dengan keluhan lemah tubuh sebelah kiri pada pukul 02.00 mulut mencong, keluhan khas...

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2024 Alomedika.com All Rights Reserved.