Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Apakah Anda memiliki STR?
Alo, sebelum melanjutkan proses registrasi, silakan identifikasi akun Anda.
Ya, Daftar Sebagai Dokter
Belum punya STR? Daftar Sebagai Mahasiswa

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Dispareunia general_alomedika 2023-02-28T13:48:03+07:00 2023-02-28T13:48:03+07:00
Dispareunia
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Pendahuluan Dispareunia

Oleh :
Audric Albertus
Share To Social Media:

Dispareunia, atau sering dikenal dengan painful sex adalah nyeri persisten atau berulang saat atau setelah melakukan koitus. Nyeri koitus ini dapat dibedakan menjadi dispareunia dalam dan dispareunia superfisial.[1-3]

Dispareunia dalam atau nyeri panggul dalam yang terlokalisir saat bersenggama biasanya disebabkan oleh kelainan di vagina bagian atas dan uterus, misalnya mioma uteri, endometriosis, kista, mioma, keganasan dan inflamasi pelvis, bahkan penyebab non genital seperti kelainan usus atau kandung kemih. Sedangkan dispareunia superfisial terjadi akibat perubahan morfologis, neurokimia, dan fungsional mukosa vulva dan/atau introitus vaginal.[4,10-12]

Dispareunia-min

Etiologi dispareunia superfisial di usia produktif bisa karena vulvovaginitis, dermatitis, vaginismus; di usia pre- dan post-produktif karena atrofi vulvovaginalis, kurang lubrikasi, dermatosis; serta penyebab yang lebih jarang adalah neurogenik, keganasan.[2,4,7,10-13]

Meskipun dispareunia dapat dialami baik oleh pria dan wanita, kondisi ini jauh lebih sering ditemui pada wanita. Prevalensi dispareunia di dunia sangat bervariasi yaitu berkisar 8-21,8 %, di Indonesia belum diketahui pasti.[6,14-17]

Anamnesis karakteristik nyeri dapat menggunakan Female Sexual Function Index (FSFI). Pemeriksaan fisik utama adalah inspeksi vulvovagina dan tes rangsang sensorik menggunakan kapas/cotton swab test. Pemeriksaan penunjang mungkin diperlukan untuk mencari etiologi yang mendasari keluhan dispareunia.[2,5-8]

Rekomendasi penatalaksanaan dispareunia saat ini bervariasi dan harus dilakukan spesifik sesuai dengan etiologinya. Penatalaksanaan dispareunia secara umum dapat dibedakan menjadi fisioterapi dan terapi perilaku, terapi medikasi, serta terapi pembedahan.[8,22]

Prognosis dan komplikasi dispareunia bisa memburuk secara psikis maupun fisik, serta perlu diperhatikan gangguan hubungan dengan pasangan. Edukasi pasien dispareunia sangat penting agar pasien mengerti bahwa dia benar mengalami nyeri saat senggama dan harus ditangani. Adanya stigma tabu membicarakan masalah seksual di masyarakat akan menghambat penanganan optimal.[2,8,22]

 

 

Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja

Referensi

1. Lewis RW, Fugl-Meyer KS, Corona G, Hayes RD, Laumann EO, Moreira ED, et al. Definitions/epidemiology/risk factors for sexual dysfunction. J Sex Med. 2010;7(4 PART 2):1598–607.
2. Lee NMW, Jakes AD, Lloyd J, Frodsham LCG. Dyspareunia. BMJ. 2018;1(3):k2341.
3. Anurogo D. Dck-206. Memahami Dispareunia. 2013;40(7):508–15.
4. Hrometz S, Say SP. Sex Hormones and Related Compounds, Including Hormonal Contraceptives. 1st ed. Vol. 39, Side Effects of Drugs Annual. Elsevier B.V.; 2017. 417–426 p. http://dx.doi.org/10.1016/bs.seda.2017.06.028
5. Mitchell KR, Geary R, Graham CA, Datta J, Wellings K, Sonnenberg P, et al. Painful sex (dyspareunia) in women: prevalence and associated factors in a British population probability survey. BJOG An Int J Obstet Gynaecol. 2017;124(11):1689–97.
6. MacNeill C. Dyspareunia. Obstet Gynecol Clin North Am. 2006 Dec;33(4):565–77. A
7. Orr N, Wahl K, Joannou A, Hartmann D, Valle L, Yong P, et al. Deep Dyspareunia: Review of Pathophysiology and Proposed Future Research Priorities. Sex Med Rev. 2019.
8. Sorensen J, Bautista KE, Lamvu G, Feranec J. Evaluation and Treatment of Female Sexual Pain: A Clinical Review. Cureus. 2018 Mar 27;10(3):e2379.
10. Brauer M, Laan E, Ter Kuile MM. Sexual arousal in women with superficial dyspareunia. Arch Sex Behav. 2006;35(2):191–200.
11. Binik YM, Reissing ED, Amsel R, Khalifé S, Cohen D. Vaginal Spasm, Pain, and Behavior: An Empirical Investigation of the Diagnosis of Vaginismus. Arch Sex Behav. 2003;33(1):5–17.
12. Reissing ED, Binik YM, Khalifé S, Cohen D, Amsel R. Etiological correlates of vaginismus: Sexual and physical abuse, sexual knowledge, sexual self-schema, and relationship adjustment. J Sex Marital Ther. 2003;29(1):47–59.
13. Corden C. Causes and management of dyspareunia. InnovAiT Educ Inspir Gen Pract. 2013;6(2):66–75.
14. Landry T, Bergeron S. How young does vulvo-vaginal pain begin? Prevalence and characteristics of dyspareunia in adolescents. J Sex Med. 2009;6(4):927–35.
15. Islam RM, Bell RJ, Davis SR. Prevalence of sexual symptoms in relation to menopause in women in Asia: A systematic review. Menopause. 2018;25(2):231–8.
16. Sidi H, Puteh SEW, Abdullah N, Midin M. The prevalence of sexual dysfunction and potential risk factors that may impair sexual function in Malaysian women. J Sex Med. 2007;4(2):311–21.
17. Nicolosi A, Glasser DB, Kim SC, Marumo K, Laumann EO. Sexual behaviour and dysfunction and help-seeking patterns in adults aged 40-80 years in the urban population of Asian countries. BJU Int. 2005;95(4):609–14.
22. Krychman ML. Vaginal estrogens for the treatment of dyspareunia. J Sex Med. 2011;8(3):666–74.

Patofisiologi Dispareunia

Artikel Terkait

  • Strategi Mengatasi Disfungsi Seksual Akibat Terapi Antidepresan
    Strategi Mengatasi Disfungsi Seksual Akibat Terapi Antidepresan
  • Peran Terapi Fisik dalam Penanganan Dispareunia
    Peran Terapi Fisik dalam Penanganan Dispareunia
  • Red Flags Dispareunia
    Red Flags Dispareunia
Diskusi Terkait
dr. Natalia Christine Go
Dibalas 10 Maret 2022, 10:22
Hubungan dispareunia dan tubektomi apakah ada hubungannya - Obgyn Ask the Expert
Oleh: dr. Natalia Christine Go
1 Balasan
Alo dr. Utomo Budidarmo, Sp.OG, M.Kes. Izin konsul dok, ada pasien yang mengeluhkan dispareunia 2 minggu setelah operasi tubektomi. Apakah memang berhubungan...
dr.Siti Chasanah Syariatin
Dibalas 19 Mei 2021, 14:24
Dispareunia apakah selalu disebabkan oleh vaginismus - Andrologi Ask The Expert
Oleh: dr.Siti Chasanah Syariatin
3 Balasan
Selamat siang Prof. Wimpie.. Apakah dispareunia selalu vaginismus? Sebenarnya pemeriksaan apa yang perlu dilakukan untuk kasus tersebut? Terimakasih
dr. Ayudhea Tannika
Dibalas 29 September 2019, 07:31
Tenaga kesehatan yang tepat untuk menangani kasus vaginismus
Oleh: dr. Ayudhea Tannika
17 Balasan
Alo dokter, Izin bertanya, ada user yang menyampaikan bahwa beliau tidak dapat melakukan penetrasi saat berhubungan intim dengan pasangan, karena otot-otot...

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2024 Alomedika.com All Rights Reserved.