Penatalaksanaan Dispareunia
Penatalaksanaan dispareunia saat ini bervariasi, dan harus dilakukan spesifik sesuai dengan etiologinya. Penatalaksanaan dispareunia secara umum meliputi fisioterapi dan terapi perilaku, terapi medikasi, serta terapi pembedahan.
Pemilihan harus dimulai dengan pendekatan medis konservatif yang tidak invasif. Penanganan kondisi-kondisi ini dapat melibatkan tim dari disiplin ginekologi, fisioterapi, manajemen nyeri, terapi seksual, serta tenaga ahli kesehatan mental yang memiliki spesialisasi dalam nyeri kronis.[8,20,2]
Fisioterapi dan Terapi Perilaku
Fisioterapi dasar panggul merupakan terapi yang penting untuk sebagian besar kasus dispareunia dan vulvodynia. Terapi ini memungkinkan otot-otot dasar panggul untuk relaksasi dan melatih reseptor-reseptor nyeri.
Pada sebuah tinjauan literatur sistematis menyatakan bahwa fisioterapi seperti biofeedback, dilators, stimulasi elektrikal, edukasi, terapi fisik, dan terapi multidisiplin berakibat efektif dalam menurunkan nyeri selama melakukan hubungan seksual dan meningkatkan fungsi seksual.[8,22]
Terapi perilaku kognitif yang dilakukan bersamaan dengan terapi utama lainnya, juga sudah ditemukan efektif dalam menurunkan ansietas dan rasa takut yang berhubungan dengan dispareunia. Terapi ini juga merupakan pilihan yang relatif aman, non-invasif, dan efektif.[8,22]
Medikasi
Terdapat berbagai macam terapi medikasi yang sudah digunakan untuk menangani dispareunia. Beberapa jenis yang sudah cukup sering digunakan yaitu penggunaan anestesi lokal, terapi hormonal, penggunaan agen-agen inflamasi, injeksi toksin botulinum, serta penggunaan antidepresan dan antikonvulsan.
Anestesi Lokal
Sensitisasi dari serabut saraf perifer vestibular diduga merupakan mekanisme terjadinya vulvodynia. Oleh karenanya anestesi lokal atau topikal seperti lidocaine dapat digunakan untuk meringankan nyeri saat berhubungan seksual. Obat-obatan ini biasanya berguna untuk terapi jangka pendek dan dengan kombinasi dengan terapi-terapi lain (misalnya fisioterapi dan toksin botulinum).
Sediaan yang biasanya digunakan adalah lidocaine topikal 5% yang digunakan sehari 1-2 kali dan dilakukan reevaluasi setelah 6-8 minggu.[8,22]
Terapi Hormonal
Atrofi vulvovaginal yang disebabkan penurunan kadar estrogen merupakan masalah umum yang sering ditemui pada wanita menopause. Pada pasien-pasien yang datang dengan keluhan utama berupa atrofi, kekeringan vagina, dan dispareunia, terapi lini pertama adalah topikal mengandung estrogen yang mengembalikan vagina ke pH normal serta menebalkan dan meningkatkan jumlah sel untuk revaskularisasi epitel.[8,22-25]
Estrogen terkonjugasi dosis rendah tersedia dalam berbagai bentuk sediaan intravagina seperti krim, tablet, dan cincin. Sediaan ini dapat digunakan secara periodik beberapa kali dalam seminggu hingga tiap tiga bulan sekali. Estrogen topikal ini harus dipertimbangkan untuk menghindari efek sistemik dari estrogen oral. Tetapi perlu diketahui bahwa terapi estrogen topikal pervaginam perlu waktu hingga 4 minggu sebelum pasien merasakan efek tertentu.[8,22]
Setiap pasien yang menerima suplementasi estrogen dalam bentuk apapun harus terus diawasi secara klinis. Suplementasi estrogen kontraindikasi pada pasien-pasien dengan kondisi komorbid seperti kanker payudara dan gangguan kardiovaskular yang tidak terkontrol.[8,22]
Agen-Agen Anti Inflamasi
Kadar interleukin-B yang merupakan sitokin mediator inflamasi di jaringan sudah diketahui ditemukan lebih tinggi di daerah hymen dari vestibulum wanita dengan vulvodynia. Agen-agen anti-inflamasi yang disuntikkan seperti kortikosteroid, interferon, dan mast cell stabilizers sudah digunakan untuk menangani vulvodynia dan menunjukkan perbaikan gejala. Meski demikian percobaan-percobaan kontrol acak yang merekomendasikan penggunaannya sebagai terapi lini pertama masih belum banyak.[8,22]
Botulinum Tipe A
Injeksi toksin botulinum tipe A ke otot-otot dasar panggul pada beberapa studi menunjukkan adanya penurunan dispareunia dan vulvodynia yang disebabkan kontraktur dan mialgia. Secara hipotesis, toksin botulinum tipe A akan menginhibisi nosiseptor sehingga menurunkan sensitisasi sentral dan perifer yang diasosiasikan dengan vulvodynia.
Penilaian jangka panjang dari efektivitas injeksi botulinum setelah 24 bulan menunjukkan bahwa pasien dapat melakukan hubungan seksual dan mengalami peningkatan kualitas hidup. Injeksi toksin botulinum belum direkomendasikan menjadi terapi lini pertama karena masih perlu percobaan klinis yang lebih banyak, namun terapi ini digunakan sebagai terapi tambahan dengan terapi lain.[8,22]
Antidepresan dan Antikonvulsan
Antidepresan dan antikonvulsan trisiklik dapat mempengaruhi gejala nyeri pada pasien dengan vulvodynia. Antidepresan trisiklik seperti amitriptyline dapat menurunkan sensitisasi saraf perifer dan digunakan dalam penanganan nyeri neuropatik. Kontrol nyeri baru dicapai setelah tiga minggu penggunaan.
Meskipun sudah ada laporan pasien-pasien yang mengalami perbaikan nyeri vulvodynia dengan farmakoterapi trisiklik, penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk menentukan karakteristik pasien-pasien yang cocok untuk mendapatkan terapi ini.[8,22]
Dosis amitriptyline untuk orang dewasa yang seringkali digunakan adalah 5-25 mg tiap malam, dinaikkan 10-25 mg per minggu dan tidak melebihi 150 mg sehari. Penggunaan amitriptyline harus diperhatikan secara khusus dan penghentiannya harus tapering off. [8,22]
Beberapa penelitian juga melihat efek amitriptyline topikal 2% untuk dispareunia. Penelitian-penelitian ini menunjukkan bahwa amitriptyline topikal memberikan efek yang baik dalam penanganan dispareunia superfisial akibat vestibulodynia.[8,22]
Gabapentin dan carbamazepine juga sudah digunakan untuk menangani vulvodynia. Gabapentin digunakan dalam dosis awal (dewasa) 300 mg selama 3 hari dan dinaikkan secara gradual dengan dosis maksimal 3600 mg per hari. Carbamazepine dapat dipertimbangkan pada kasus-kasus dimana terjadi resistensi gabapentin.[8,22]
Terapi Pembedahan
Tata laksana pembedahan dilakukan sebagai usaha terakhir saat tata laksana konservatif dan medis gagal dalam menangani dispareunia. Tata laksana ini juga dilakukan untuk menentukan dan menangani adhesi panggul, endometriosis, atau prolaps organ panggul.[8,22]
Pilihan terapi pembedahan dilakukan spesifik terhadap penyakit yang mendasarinya, namun biasanya meliputi vestibulektomi vulva, lisis adhesi pelvis, atau eksisi endometriosis. Konseling menyeluruh wajib dan harus dilakukan sebelum dilakukan terapi pembedahan dan pasien harus diberitahu bahwa pembedahan dapat memperbaiki gejala nyeri yang dialaminya, namun nyeri ini juga dapat kembali atau memburuk.[8,22]
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja