Penatalaksanaan Endometriosis
Penatalaksanaan endometriosis bertujuan untuk menghilangkan rasa nyeri dan mencegah infertilitas. Terapi jangka panjang direkomendasikan karena tergolong terjangkau dan memiliki efek samping yang minimal. Perlu diketahui bahwa rekurensi endometriosis sering terjadi, oleh sebab itu terapi medis tidak boleh sembarangan dihentikan. Tidak ada obat khusus untuk endometriosis, tata laksana hanya menargetkan pada gejala dan tidak pada penyakit yang mendasarinya.[1,2,4,8-10,21]
Penatalaksanaan endometriosis dapat berupa medikamentosa, pembedahan, dan kombinasi keduanya.
Laparoskopi dapat langsung dilakukan untuk tata laksana endometriosis. 50-80% gejala dirasakan berkurang setelah operasi.
Terapi hormonal dapat dilakukan untuk menekan dan menunda kekambuhan setelah pembedahan serta mencegah perkembangan penyakit pada pasien yang tidak menjalani pembedahan.
Supresi nyeri dengan medikamentosa biasanya digunakan dalam jangka panjang. Penatalaksanaan medis dilakukan berdasarkan gejala pasien, efek samping obat, biaya terapi, dan preferensi pasien, khususnya wanita yang masih ingin untuk hamil. [1-4,8-12,19-21]
Medikamentosa
Terapi medikamentosa bertujuan untuk mengurangi keluhan nyeri kronis pada wanita dengan endometriosis dan memperkecil kemungkinan kambuhnya endometriosis. Obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) dan pil kontrasepsi oral kombinasi dosis rendah diberikan sebagai lini pertama. Jika gejala tidak membaik selama 3 bulan, terapi berikutnya adalah dengan pemberian progestin atau hormon gonadotropin (GnRH). Terapi ini diberikan untuk yang mengurangi nyeri dan perkembangan lesi endometriosis.[30-38]
Analgesik
Penggunaan analgesik diberikan pada pasien yang mengeluh nyeri. Pemberian OAINS, dapat berupa ibuprofen dengan dosis 3 x 400 mg atau asam mefenamat dengan dosis 3 x 500mg. Penggunaan OAINS dapat dikonsumsi beberapa hari sebelum dan saat menstruasi.[1,4,8]
Pil Kontrasepsi Kombinasi
Terapi hormonal ini mengandung estrogen dan progesteron. Pil KB yang mengandung kombinasi ini dapat digunakan untuk tata laksana endometriosis. Terapi hormonal ini dapat disarankan untuk wanita yang tidak berencana untuk hamil. Pil kontrasepsi kombinasi (PKK) diberikan selama 3 bulan dan cenderung berkelanjutan.[2,4,8,21]
Hormon Progestin
Progestin bekerja sebagai antimitotik sel endometrium sehingga dapat mengendalikan pertumbuhan dinding endometrium. Medroxyprogesterone acetate 100 mg/hari yang diberikan selama 3 bulan atau dydrogesterone 5-10 mg/hari yang diberikan selama 4 bulan diketahui dapat meringankan gejala endometriosis. Progestin injeksi subkutan dapat diberikan setiap 3 bulan sekali dengan dosis 104 mg.[4,8,13-18,24]
Gonadotropin-Releasing Hormone Agonist (GnRH Agonist)
Agonis GnRH bekerja pada reseptor di hipofisis anterior. Agonis GnRH bekerja berdasarkan prinsip umpan balik negatif. Agonis GnRH yang bekerja pada reseptor hipofisis anterior memicu produksi hormon gonadotropin FSH (follicle-stimulating hormone) dan LH (luteinizing hormone) dan menyebabkan tingginya produksi hormon estrogen dalam tubuh. Tubuh akan menyadari keadaan ini dan menghentikan produksi GnRH endogen yang menyebabkan hipoestrogen dalam tubuh.[10-16,19-21,35-38]
Agonis GnRH dapat mengurangi rasa nyeri yang diakibatkan oleh endometriosis, menghasilkan amenorea dan keadaan hipoestrogen, sehingga mengakibatkan atrofi endometrium ektopik. Agonis GnRH dapat diberikan dalam berbagai cara. Leuprolide acetate dengan dosis 3,75 mg diinjeksikan secara intramuskular setiap 1−3 bulan sekali. Buserelin acetate 1 mg/hari dapat diinjeksi serta nafarelin asetat 200 µg 2 kali sehari secara intranasal.[8-10,19-24,30]
Pemberian agonis GnRH dikondisikan agar wanita dengan endometriosis tidak selalu pada keadaan hipoestrogenik. Terapi add-back, yaitu pengurangan estrogen, dilakukan untuk mencegah dan mengatasi gejala yang disebabkan oleh keadaan hipoestrogen, serta melindung tulang wanita dengan endometriosis. Terapi ini biasanya dilakukan selama 3-6 bulan. Agonis GnRH juga tersedia dalam kombinasi estrogen, progesteron, dan norethindrone asetat.[8,21]
Gonadotropin-Releasing Hormone (GnRH) Antagonists
Antagonis GnRH bersifat kompetitif di hipofisis. Antagonis GnRH bekerja dengan langsung menekan produksi GnRH sehingga kondisi hipoestrogen segera terjadi. Studi yang dilakukan oleh Taylor et al menyatakan bahwa elagolix dengan dosis 200 mg 2 kali sehari dan dosis 150 mg sekali sehari sama-sama efektif dalam menurunkan dismenorea dan nyeri radang panggul nonmenstrual selama periode terapi 6 bulan pada pasien endometriosis. Responsnya sehubungan dengan dua dosis elagolix tersebut dikaitkan dengan efek samping hipoestrogenik. Beberapa wanita mengalami gejala hot flushes ringan sampai sedang dan penurunan kepadatan mineral tulang jika dibandingkan dengan kelompok pasebo.[8,25,31,32]
Danazol
Danazol adalah derivat 17-etiniltestosteron yang bekerja pada kelenjar hipofisis anterior. Danazol memiliki efek antigonadotropik yang menghambat peningkatan hormon FSH dan LH sehingga produksi estrogen berkurang.
Szuberd et al melaporkan pengaruh danazol terhadap nyeri yang disebabkan oleh endometriosis. Setelah pengobatan danazol selama 3-6 bulan, pasien melaporkan penurunan VAS (visual analog scale) dan konsentrasi CA-125. Terapi danazol 2 x 200 mg yang diberikan secara oral selama 3-6 bulan dinyatakan efektif dalam menghilangkan nyeri dan mengurangi konsentrasi CA-125 dalam plasma. Namun, konsentrasi VEGF (vascular endothelial growth factor) plasma ditemukan lebih tinggi setelah terapi.
Pembedahan
Pembedahan merupakan baku emas untuk diagnosis definitif. See and treat merupakan cara yang disarankan untuk tata laksana endometriosis. Pembedahan dinyatakan efektif mengurangi gejala pada endometriosis yang ditemukan dengan prosedur laparoskopi. Namun, risiko morbiditas akibat pembedahan dan potensi terganggunya ovarium, terutama dalam kasus endometrioma, perlu dipertimbangkan.[1,2,4,5]
Pembedahan diindikasikan pada wanita dengan nyeri panggul yang tidak merespons terhadap terapi medikamentosa atau pada pasien yang mempunyai kontraindikasi terhadap obat-obatan tersebut. Adanya massa pada adneksa juga merupakan indikasi pembedahan.[4,5,21]
Pasien dengan endometrioma lebih dari 4 cm harus menjalani pembedahan. Manajemen bedah konservatif dapat diperuntukkan pada wanita dengan usia produktif yang masih menginginkan kehamilan. Ablasi dapat dilakukan pada wanita dengan endometriosis untuk memulihkan anatomi serta menghilangkan nyeri. Terapi definitif diperuntukkan bagi wanita yang tidak ingin hamil lagi, salpingo-ooforektomi bilateral merupakan prosedur yang dapat dipilih untuk terapi definitif.[4,5,21]