Epidemiologi Plasenta Previa
Berdasarkan data epidemiologi, plasenta previa pada kehamilan aterm diperkirakan terjadi pada 1 dari 200 kehamilan. Pada masa depan, insidensi ini dapat meningkat karena tingginya tindakan sectio caesarea, usia maternal yang lebih tua saat hamil, dan penggunaan assisted reproductive technology (ART).
Global
Secara global prevalensi plasenta previa pada trimester 3 kehamilan adalah 0,3–2%. Pada kehamilan aterm, perkiraan insidensi plasenta previa adalah 1 dari 200 kehamilan. Namun, angka ini dapat meningkat di masa depan, akibat tingginya frekuensi sectio caesarea (SC), peningkatan usia maternal saat hamil, dan penggunaan assisted reproductive technology (ART), misalnya bayi tabung.
Pada wanita di atas 35 tahun, insiden plasenta previa dilaporkan sebesar 2%, dan pada usia di atas 40 tahun sebesar 5%. Terdapat peningkatan 9 kali lipat lebih tinggi dibanding wanita dengan kisaran usia 20 tahun. Beberapa studi melaporkan plasenta previa lebih banyak ditemukan pada wanita ras Asia dan kulit hitam.[3,4,6]
Indonesia
Pada tahun 2018, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menyatakan proporsi terjadinya plasenta previa di Indonesia adalah sebanyak 0,7%. DKI Jakarta merupakan provinsi yang memiliki proporsi plasenta previa paling tinggi, yaitu 1,9%.[15]
Mortalitas
Mortalitas ibu akibat plasenta previa bisa berhubungan dengan kejadian perdarahan antepartum dan perdarahan postpartum. Kedua perdarahan ini dapat mengancam nyawa. Mortalitas pada neonatus biasa diakibatkan kelahiran preterm.[21,22]
Namun, seiring dengan membaiknya pelayanan obstetrik, tingkat mortalitas ibu menurun jauh. Center for Disease Control and Prevention (USA) melaporkan tingkat mortalitas akibat plasenta previa 0,03%. Selain karena perdarahan, kematian juga dapat disebabkan karena terjadinya disseminated intravascular coagulopathy.[3,16]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra