Penatalaksanaan Plasenta Previa
Penatalaksanaan plasenta previa atau placenta previa terbagi berdasarkan klinis pasien, yaitu pasien asimtomatik atau mengalami perdarahan aktif. Bila asimtomatik, maka pasien dapat dirawat di rumah dan mengulang transvaginal sonography (TVS) pada usia kehamilan 36 minggu, untuk mempersiapkan persalinan.
Pasien dengan perdarahan mungkin memerlukan perawatan di rumah sakit. Pemberian medikamentosa berupa tokolitik, seperti nifedipine, dan kortikosteroid, dapat dilakukan jika pasien diperkirakan akan segera menjalani persalinan. Jika terjadi perdarahan hebat, lakukan stabilisasi keadaan hemodinamik pasien dengan pemberian cairan, dan bila dibutuhkan, transfusi darah.[4,5]
Tata Laksana pada Pasien Asimtomatik
Pada pasien asimtomatik dengan plasenta previa di usia kehamilan 32 minggu sebaiknya melakukan transvaginal sonography (TVS) ulang pada usia kehamilan 36 minggu, untuk memastikan metode persalinan. Pasien dengan panjang serviks yang lebih pendek pada usia kehamilan sebelum 34 minggu berisiko untuk mengalami perdarahan hebat pada sectio caesarea.
Mayoritas pasien asimtomatik dapat dirawat di rumah. Meskipun asimtomatik, pasien perlu diberitahu mengenai risiko terjadinya persalinan preterm dan kemungkinan perdarahan obstetrik. Pasien sebaiknya mempunyai seseorang yang selalu siap menolong dan membawanya ke rumah sakit, bila dibutuhkan.[4]
Waktu Persalinan
Pada plasenta previa tanpa komplikasi, waktu persalinan dapat direncanakan pada usia kehamilan 36–37 minggu. Metode persalinan adalah dengan sectio caesarea (SC). Kriteria plasenta previa tanpa komplikasi, antara lain tidak adanya gangguan pertumbuhan janin, preeklampsia, atau gangguan medis lain yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan waktu persalinan.[4,5]
Tata Laksana Plasenta Previa dengan Perdarahan
Pasien plasenta previa yang dirawat di rumah perlu diinfokan untuk segera pergi ke rumah sakit jika terjadi perdarahan, termasuk spotting, kontraksi, atau nyeri, termasuk nyeri suprapubik yang mirip dengan nyeri saat menstruasi.
Indikasi pada Rawat Inap
Keputusan untuk merawat pasien di rumah sakit perlu disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan keadaan sosial, misalnya jarak dari rumah ke rumah sakit, ketersediaan transportasi menuju rumah sakit, riwayat perdarahan sebelumnya, hasil pemeriksaan hematologi, dan kesediaan pasien menerima transfusi darah.[4]
Terdapat beberapa faktor risiko yang menyebabkan pasien harus dirawat di rumah sakit berkaitan dengan kemungkinan sectio caesarea preterm atau gawat darurat, antara lain:
- Perdarahan antepartum yang terjadi pertama kali pada usia kehamilan <29 minggu, atau berulang 3 kali atau lebih
- Ketebalan tepi plasenta yang menutupi ostium internum serviks
- Panjang serviks <3 cm
- Riwayat sectio caesarea sebelumnya [23]
Waktu Persalinan
Persalinan preterm akhir, yaitu usia kehamilan 34–36 minggu, perlu dipertimbangkan pada pasien plasenta previa yang memiliki riwayat perdarahan per vaginam, maupun faktor risiko persalinan preterm lainnya. Perlu diingat, risiko perdarahan meningkat secara bermakna setelah usia kehamilan 36 minggu.
Kortikosteroid Antenatal
Pada pasien plasenta previa, pemberian kortikosteroid antenatal single course direkomendasikan pada usia kehamilan 34–35 minggu. Bahkan, kortikosteroid bisa diberikan sebelum usia kehamilan 34 minggu bila pasien berisiko lebih tinggi lagi untuk mengalami persalinan preterm. Pemberian kortikosteroid antenatal, seperti deksametason, dapat dilakukan jika persalinan preterm diperkirakan akan terjadi dalam kurang dari 7 hari.[4,23]
Tokolitik
Pada pasien plasenta previa yang simtomatis, obat-obatan tokolitik, seperti nifedipine, dapat diberikan selama 48 jam, untuk mempersiapkan pemberian kortikosteroid antenatal.[4]
Cervical Cerclage
Cervical cerclage dapat dipertimbangkan pada pasien dengan serviks yang pendek, terutama jika terdapat riwayat perdarahan antepartum. Namun, tindakan ini tidak direkomendasikan dilakukan sebagai profilaksis terhadap semua pasien plasenta previa.[23]
Stabilisasi
Pada pasien dengan perdarahan per vaginam hebat, dibutuhkan tindakan stabilisasi untuk mempertahankan hemodinamik. Sebaiknya lakukan resusitasi carian, dengan memasang akses intravena (IV) dengan jarum berukuran 14–16 G, lalu berikan cairan kristaloid, misalnya ringer laktat atau salin normal. Pantau tanda-tanda vital dan urine output minimal 30 mL/jam.
Lakukan cross-match pada 2–4 kantong packed red blood cells pada pasien yang mengalami peningkatan volume perdarahan atau perdarahan hebat, saat persalinan sudah akan terjadi, dan jika adanya kemungkinan kesulitan mendapatkan donor darah. Berikan segera transfusi darah jika takikardia dan hipotensi gagal dikoreksi dengan bolus salin normal, atau bila hemoglobin kurang dari 10 g/dL. Selain itu, dokter juga perlu melakukan pemantauan denyut jantung janin.[5]
Persalinan pada Plasenta Letak Rendah
Plasenta letak rendah adalah plasenta yang terletak 0–20 mm dari ostium internum serviks. Pada wanita dengan letak plasenta 0–10 mm, sebaiknya persalinan dilakukan dengan SC. Sebab, 50% dari kehamilan dengan posisi plasenta seperti itu berisiko mengalami perdarahan intrapartum.
Pada pasien yang letak plasentanya berjarak 11–20 mm dari ostium internum serviks, dapat dilakukan trial of labor. Pasien seperti ini memiliki tingkat kesuksesan persalinan per vaginam ssebesar 80%. Namun, keputusan metode persalinan harus berdasarkan diskusi bersama antara dokter dan pasien.[13,23,24]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra