Diagnosis Dakriostenosis
Diagnosis dakriostenosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, dan dapat dilakukan pemeriksaan tambahan, seperti fluorescent dye disappearance test (FDDT) atau melakukan irigasi saline melalui pungtum lakrimalis. Pemeriksaan penunjang pencitraan bermanfaat untuk menentukan letak obstruksi pada kasus-kasus trauma, neoplasma, atau faktor mekanik lainnya. Pasien dakriostenosis kongenital dengan gejala yang menetap setelah usia 6 bulan sebaiknya dirujuk ke dokter spesialis mata.[3,4]
Anamnesis
Dari anamnesis akan didapatkan keluhan utama berupa mata berair berlebihan (epifora) yang kronis atau intermiten. Keluhan lain adalah banyaknya sekret atau kotoran mata. Keluhan mata merah juga dapat dilaporkan oleh pasien atau orang tua pasien.[3]
Anamnesis juga perlu menanyakan riwayat penyakit sistemik, seperti sarkoidosis, penyakit Kawasaki, infeksi parasit, riwayat penyakit mata terdahulu, riwayat operasi mata atau hidung sebelumnya, riwayat penggunaan obat topikal mata, serta riwayat kemoterapi atau radioterapi.[3]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik akan tampak air mata yang berlebih, bisa hingga membasahi pipi (epifora). Kulit di sekitar mata dapat tampak kering dan mengelupas akibat paparan terus menerus dengan air mata.[3,14]
Pemeriksaan menggunakan slit lamp dapat ditemukan genangan air mata melebihi 1 mm, stenosis pungtum, kanalikulitis, atau tampak massa purulen saat pungtum dibuka. Mata biasanya tidak hiperemis atau bila adapun minimal.[3,14]
Palpasi dengan tekanan ringan pada bagian sakus lakrimalis dapat mengeluarkan air mata atau sekret mukoid melalui pungtum lakrimalis. Sumbatan di bagian distal (katup Hasner) akan menimbulkan sekret mukopurulen, sedangkan sumbatan di bagian proksimal dekat sakus nasolakrimalis (katup Rosenmueller) menimbulkan sekret yang lebih encer (watery). Pada tindakan palpasi ini dapat juga diraba massa batu atau tumor bila ada.[3,14]
Pasien bayi dengan dakriostenosis umumnya datang dengan gejala dakriosistitis akut yang paling sering dijumpai pada minggu-minggu awal kehidupan. Tanda klinis yang ditemukan berupa edema dan eritema daerah kulit di atas sakus lakrimalis di bawah tendon kantus medial. Selain tanda lokal, dapat ditemukan juga tanda sistemik seperti demam.[3,14]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding dakriostenosis berdasarkan gejala epifora adalah konjungtivitis, abrasi kornea, benda asing mata, dan glaukoma kongenital.
Konjungtivitis
Dakriostenosis dapat memberikan gejala mata berair dan pengeluaran sekret mata seperti pada konjungtivitis. Gejala hiperemis mata lebih dominan dan berat dari dakriostenosis. Bisa muncul gejala konjungtivitis lain seperti kelopak mata yang sulit dibuka, serta tanda klinis seperti kemosis konjungtiva dan edema palpebra.[15]
Abrasi Kornea
Pada abrasi kornea dapat timbul pula keluhan epifora. Dapat dibedakan dari dakriostenosis menggunakan pemeriksaan dengan tetes fluoresens sehingga dapat lebih jelas melihat adanya abrasi pada kornea dengan pengamatan menggunakan slit lamp.[16]
Benda Asing pada Mata
Benda asing pada mata atau bulu mata yang tumbuh ke dalam (trikiasis) dapat disertai dengan keluhan epifora. Untuk membedakan dengan dakriostenosis, dapat dilakukan pemeriksaan slit lamp dan tidak lupa memeriksa secara seksama daerah konjungtiva palpebra inferior dan superior dengan melakukan eversi palpebra.[17]
Glaukoma Kongenital
Pasien glaukoma kongenital dapat memberikan gejala epifora yang disertai dengan fotofobia, blefarospasme, dan peningkatan tekanan intraokular. Pada pemeriksaan akan didapatkan buphthalmos, edema kornea, dan nerve cupping.[18]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang jarang diperlukan dalam diagnosis dakriostenosis. Jika perlu bisa dilakukan pemeriksaan sederhana seperti fluorescent dye disappearance test (FDDT) dan uji irigasi. Pada keadaan khusus dapat dilakukan pemeriksaan radiologi.
Marginal Tear Strip
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menentukan dakriostenosis antara lain pemeriksaan marginal tear strip dengan bantuan slit lamp dan prisma. Pada dakriostenosis ditemukan meniskus air mata yang lebih lebar dari normal (ukuran normal 0,2‒0,4 mm).[3]
Fluorescent Dye Disappearance Test
Pemeriksaan penunjang lain adalah fluorescent dye disappearance test (FDDT) menggunakan 1 tetes fluoresens-saline pada bagian konjungtiva forniks inferior. Tunggu sekitar 5 menit, kemudian periksa mata, seluruh fluoresen seharusnya sudah menghilang dari mata bila tidak ada sumbatan pada sistem nasolakrimalis.[3]
Uji Irigasi
Uji irigasi dengan larutan saline dilakukan untuk menguji patensi duktus nasolakrimalis. Kanul lakrimalis dengan ukuran gauge 26/27 dimasukkan ke pungtum lakrimalis inferior hingga kanalikuli kemudian dilakukan irigasi larutan salin. Pasien dapat merasakan apabila larutan salin mengalir sampai ke hidung dan kerongkongan atau biasanya terjadi refleks menelan pada anak-anak apabila duktus nasolakrimalis paten.
Refluks dari pungtum superior mengkonfirmasi adanya obstruksi di duktus nasolakrimalis. Uji irigasi sebaiknya tidak dilakukan pada pasien dengan gejala dakriosistitis akut.[4,8,19]
Dakriosistografi
Dakriosistografi adalah pemeriksaan radiografi (bisa dikombinasi dengan rontgen atau CT scan) menggunakan kontras yang dimasukkan melalui pungtum inferior menggunakan kateter khusus. Pemeriksaan ini dapat menentukan lokasi obstruksi duktus nasolakrimalis, fistula, divertikula, dan inflamasi guna membantu merencanakan tindakan pembedahan yang tepat.[4,19]
Dakrioskintigrafi
Dakrioskintigrafi menggunakan tracer radioisotop dan pencitraan gamma-gram untuk mengevaluasi sistem nasolakrimalis. Pemeriksaan dakrioskintigrafi lebih sensitif untuk obstruksi parsial terutama pada duktus bagian proksimal.[4]
CT Scan
Pemeriksaan CT scan dilakukan bila dicurigai dakriostenosis akibat neoplasma, trauma, atau faktor mekanik dan bermanfaat untuk menentukan jenis terapi invasif yang akan dikerjakan. Pemeriksaan CT scan dianjurkan untuk dilakukan sebelum dakriosistorinostomi khususnya yang menggunakan pendekatan eksternal untuk mengidentifikasi kelainan anatomi tulang dan jaringan lunak. Hasil CT-scan harus dapat digunakan untuk mengevaluasi area orbita, seluruh sistem nasolakrimalis, dan sinus paranasal.[4,20]
MRI
Pemeriksaan MRI memiliki sensitivitas 100% dalam mendeteksi sumbatan. Dakriosistografi menggunakan MRI merupakan pemeriksaan nonvasif yang baik untuk mengevaluasi letak obstruksi pada pasien dengan gejala epifora.[4]
Endoskopi Nasal
Endoskopi nasal berguna untuk mengidentifikasi adanya kelainan pada rongga hidung seperti massa tumor atau polip nasal yang dapat menimbulkan obstruksi pada distal duktus nasolakrimalis. Pemeriksaan endoskopi nasal juga digunakan untuk mengevaluasi hasil pasca tindakan dakriosistorinostomi.[4,7]
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini