Patofisiologi Dakriostenosis
Patofisiologi dakriostenosis secara garis besar meliputi segala proses yang dapat menyebabkan obstruksi di duktus nasolakrimalis. Dakriostenosis kongenital disebabkan oleh proses kanalisasi duktus nasolakrimalis yang tidak sempurna, sedangkan penyebab dakriostenosis didapat (acquired) bisa primer atau sekunder.
Pembentukan Sistem Nasolakrimalis
Sistem nasolakrimalis terbentuk sebagai lipatan antara prosesus frontonasal dan maksila yang disebut nasolacrimal groove pada usia kandungan 5 minggu. Bagian dari jaringan ektodermal masuk ke lipatan tersebut, dan terjadi proses kanalisasi yang membentuk sakus lakrimalis dan duktus nasolakrimalis. Proses kanalisasi terjadi di usia kandungan 8 minggu hingga bayi lahir.[3]
Dakriostenosis Kongenital
Proses kanalisasi yang tidak sempurna dapat menyebabkan obstruksi duktus nasolakrimalis kongenital. Kelainan yang ditemukan biasanya pada ujung inferior kaudal duktus, berupa membran Hasner’s valve yang imperforata.[3,5]
Air mata yang diproduksi oleh kelenjar lakrimalis akan masuk melalui pungtum lakrimalis, kemudian melalui kanalikuli ke sakus lakrimalis, dan diteruskan oleh duktus nasolakrimalis menuju rongga hidung. Bila terdapat sumbatan pada duktus, maka akan terjadi gangguan fisiologi drainase air mata sehingga timbul keluhan epifora, yaitu produksi air mata yang berlebihan hingga membasahi wajah.[3,5]
Dakriostenosis Didapat Primer
Dakriostenosis didapat (acquired) primer terjadi akibat proses inflamasi dan fibrosis pada duktus nasolakrimalis yang tidak jelas penyebabnya, sehingga menimbulkan obstruksi parsial atau total.[4,6,7]
Pada sebuah penelitian menggunakan computed tomography-scan didapatkan perempuan memiliki ukuran duktus nasolakrimalis bagian tengah dan fosa nasolakrimalis bawah yang signifikan lebih kecil dibandingkan laki-laki. Hal ini yang mungkin menyebabkan dakriostenosis didapat primer lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki.[4,6,7]
Fluktuasi hormon juga berpengaruh terhadap kejadian dakriostenosis didapat primer. Fluktuasi hormon mengubah proses epitelisasi, termasuk di duktus nasolakrimalis. Akibatnya terjadi penumpukan debris pada duktus. Pada wanita, karena ukuran duktusnya lebih kecil, akan lebih mudah terjadi obstruksi.[4,6,7]
Hipotesis lain mengenai patofisiologi dakriostenosis didapat primer adalah proses alergi di rongga nasal, atau rhinitis alergi. Pada sebuah penelitian, 35 dari 44 pasien dengan hasil skin prick positif didiagnosis dengan dakriostenosis. Selain itu, terdapat pula hubungan antara hipertrofi turbinasi inferior, concha bullosa, penyakit osteomeatal kompleks, dan sinusitis maksilaris terhadap kejadian dakriostenosis didapat primer.[7]
Dakriostenosis Didapat Sekunder
Dakriostenosis didapat sekunder dapat disebabkan oleh infeksi, inflamasi, neoplasma, trauma, dan faktor mekanik.
Infeksi
Penyebab infeksi yang dapat ditemukan adalah virus, bakteri, jamur atau parasit. Infeksi menyebabkan disfungsi sel goblet, kerusakan sel epitel, dan juga pembuluh darah. Perubahan tersebut dapat mengganggu fisiologi aliran air mata dan bila terjadi secara kronis dapat menimbulkan fibrosis. Infeksi jamur dapat membentuk dakriolit, batu yang menyumbat duktus nasolakrimalis. Parasit seperti cacing dapat menyumbat sistem nasolakrimalis setelah masuk melalui Hasner’s valve dari rongga hidung.[4,8]
Inflamasi
Inflamasi menyebabkan edema membran mukosa dan menimbulkan obstruksi sementara duktus nasolakrimalis. Akibat sumbatan tersebut, infeksi dapat lebih mudah terjadi. Penyebab inflamasi dapat timbul dari endogen atau eksogen. Patofisiologi pada masing-masing penyebab tersebut berbeda-beda.[4,8]
Penyebab endogen misalnya sarkoidosis, granulomatosis Wegener, penyakit Kawasaki, dan skleroderma. Pada sarkoidosis dan granulomatosis, inflamasi dapat menimbulkan perubahan struktur sistem nasolakrimalis. Inflamasi dapat bermula dari sinus paranasal atau nasofaring baru kemudian menyebar ke daerah mata. Namun, vaskulitis dapat juga terjadi fokal di duktus nasolakrimalis.[4,8]
Penyebab eksogen dapat karena penggunaan obat tetes mata, radiasi, dan kemoterapi sistemik dengan obat tertentu (docetaxel, fluorourasil, imatinib). Misalnya pada paparan iodine radioaktif, bahan iodine dapat masuk ke sel epitel melalui simporter sodium dan menyebabkan kerusakan sel berupa inflamasi dan fibrosis. Obat kemoterapi diduga disekresikan ke dalam air mata, kemudian merusak mukosa sistem nasolakrimalis dan menimbulkan fibrosis.[4,8]
Neoplasma
Neoplasma menyebabkan obstruksi duktus nasolakrimalis akibat pertumbuhan primer. Neoplasma dapat akibat penyebaran dari tumor di jaringan yang dekat dengan duktus, atau akibat metastasis tumor lain.[4,8]
Trauma
Trauma pada duktus nasolakrimalis dapat bersifat iatrogenik, misalnya akibat tindakan probing yang salah, sehingga timbul infeksi dan jaringan parut dan obstruksi. Trauma non-iatrogenik bisa karena trauma tumpul ataupun tajam, seperti fraktur naso-orbito-etmoidal yang menimbulkan reaksi inflamasi dan pembentukan jaringan parut. Dakriostenosis dapat timbul beberapa saat setelah kejadian ataupun beberapa tahun kemudian.[4,8]
Faktor Mekanik
Faktor mekanik yang dapat menimbulkan obstruksi duktus nasolakrimalis adalah dakriolitiasis, yaitu endapan yang disebabkan oleh infeksi atau penggunaan obat topikal mata jangka panjang. Faktor mekanik lain yang dapat mengakibatkan penekanan area duktus adalah rhinolithiasis, mukokel, dan benda asing pada rongga hidung.[4,8]
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini