Penatalaksanaan Dakriostenosis
Penatalaksanaan dakriostenosis tanpa komplikasi cukup terapi konservatif, berupa observasi untuk melihat terjadinya resolusi spontan serta pemijatan sistem nasolakrimal dengan manuver Crigler. Kebanyakan dakriostenosis kongenital mengalami resolusi spontan pada usia 1 tahun (32‒95% kasus). Pada dakriostenosis didapat, selain menangani obstruksi, penatalaksanaan juga harus difokuskan pada penyebab yang mendasari obstruksi.[3,14]
Terapi Konservatif
Terapi konservatif yang dapat dilakukan adalah teknik pemijatan Crigler. Manuver pemijatan menggunakan 2 telunjuk dari arah sakus lakrimalis kemudian ke arah bawah hidung untuk menciptakan peningkatan tekanan hidrostatik di dalam sistem nasolakrimalis dengan harapan obstruksi membran di bagian distal dapat terbuka. Pemijatan dapat dilakukan hingga 6 kali/hari, diikuti dengan membersihkan area kelopak mata menggunakan air hangat.
Sebuah penelitian menunjukkan angka keberhasilan pemijatan Crigler mencapai 56% untuk pasien <2 bulan, 46% di usia 2‒6 bulan, dan 28% untuk usia >6 bulan.[3,14,21]
Untuk anak usia <1 tahun, terapi pilihan adalah terapi konservatif dan observasi. Sedangkan untuk anak usia >1 tahun, tindakan probing merupakan terapi invasif lini pertama yang menjadi pilihan dalam penatalaksanaan dakriostenosis.[14]
Medikamentosa
Pemberian medikamentosa berupa antibiotik topikal atau sistemik diperlukan apabila terdapat gejala dakriosistitis dan komplikasi selulitis preseptal atau orbita. Penggunaan antibiotik topikal harus secara rasional, karena jika tidak dapat timbul resistensi flora yang menimbulkan dakriostenosis kronis. Antibiotik topikal pilihan adalah antibiotik spektrum luas seperti ciprofloxacin.[14]
Terapi Invasif
Terapi invasif yang dapat digunakan untuk kasus dakriostenosis adalah tindakan probing, pemasangan stent duktus nasolakrimalis, tindakan balon kateter, dan dakriosistorinostomi. Terapi invasif lini pertama adalah tindakan probing yang dikombinasi dengan irigasi bertekanan tinggi.
Terapi lini kedua dilakukan bila tindakan probing gagal, tindakan yang dilakukan dapat berupa intubasi menggunakan tube silikon dan balloon dacryoplasty. Dakriosistorinostomi eksternal merupakan standar baku penatalaksanaan dakriostenosis.[14,22]
Tindakan Probing
Tindakan probing dapat dilakukan di poliklinik menggunakan anestesi lokal (pada dewasa atau anak yang kooperatif) atau dilakukan di kamar operasi menggunakan anestesi umum. Tindakan probing dapat dilakukan secara dini <1 tahun dengan tingkat keberhasilan tindakan 75‒89%. Tindakan probing yang dilakukan >1 tahun memiliki angka keberhasilan yang tidak jauh berbeda (75‒80%).[14]
Tindakan probing menggunakan probe dengan ukuran 0,7-1,1 mm. Probing dapat dilakukan apabila setelah usia 6‒10 bulan tidak ada resolusi gejala dakriostenosis kongenital atau obstruksi duktus persisten. Probe dimasukkan melalui pungtum lakrimalis, kemudian diteruskan ke dalam kanalikuli ke arah medial hingga mencapai tulang hidung.[3]
Kemudian probe diputar 90 derajat agar dapat masuk ke duktus nasolakrimal. Probe didorong dengan perlahan menembus tahanan/ sumbatan yang ada hingga masuk ke rongga hidung. Setelah itu melalui probe dilakukan irigasi menggunakan fluoresen-saline untuk mengevaluasi dan mempertahankan patensi duktus lakrimalis.[3]
Patensi duktus nasolakrimalis ditandai dengan bagian distal probe di hidung dapat diraba menggunakan probe lain yang dimasukkan dari hidung atau dapat dilihat dari rongga hidung. Irigasi fluoresens-saline dari duktus akan menimbulkan refleks menelan atau dapat tampak bila dilakukan penyedotan (suction).[3]
Tindakan probing yang dilakukan lebih dini memiliki manfaat, yaitu resolusi gejala lebih cepat, penggunaan antibiotik lebih sedikit, dan total biaya yang dikeluarkan lebih sedikit. Kegagalan tindakan probing ditandai dengan gejala air mata berlebih yang menetap dalam waktu 6 minggu setelah tindakan. Apabila dilakukan kembali tindakan probing, angka keberhasilan menurun menjadi 56%.[3,23]
Pemasangan Stent Duktus Nasolakrimalis
Tindakan pemasangan stent duktus nasolakrimalis dilakukan bila tindakan probing saja tidak berhasil. Tindakan ini dikenal juga dengan nama intubasi nasolakrimalis. Tindakan bertujuan memasukkan silicone tube stent ke salah satu atau kedua kanalikuli. Tindakan ini didahului dengan tindakan probing lalu diikuti dengan insersi probe yang memiliki stent di bagian ujungnya.
Stent bikanalikuli menggunakan 2 probe. Satu probe dimasukkan melalui pungtum superior dan satunya di pungtum inferior. Stent diletakkan di bagian distal duktus nasolakrimalis, kemudian dilakukan fiksasi dengan jahitan. Stent monokanalikuli memiliki plug atau penyumbat yang akan diletakkan di pungtum superior atau inferior. Angka keberhasilan tindakan pemasangan stent duktus nasolakrimalis berkisar antara 79-96%.
Komplikasi dari tindakan pemasangan stent kanalikuli adalah kerusakan pungtum lakrimalis, abrasi konjungtiva atau kornea, dan pembentukan granuloma.[14]
Dilatasi Balon Kateter
Tindakan dilatasi balon kateter juga bisa menjadi pilihan apabila tindakan probing gagal. Tindakan probing dilakukan seperti biasanya kemudian diikuti dengan memasukkan balon kateter ke dalam duktus nasolakrimalis. Angka keberhasilan tindakan ini adalah 53‒95%.[14,24,25]
Sebuah penelitian oleh Hu et al, melaporkan angka keberhasilan antara tindakan dilatasi balon kateter dan intubasi nasolakrimalis tidak jauh berbeda (90,3% vs 87,6%). Namun, karena biayanya yang lebih mahal tindakan dilatasi balon kateter umumnya digunakan untuk kasus dakriostenosis kongenital yang kompleks. [14,24,25]
Dakriosistorinostomi
Dakriosistorinostomi bertujuan membuat saluran antara sakus lakrimalis ke rongga nasal, sehingga air mata dapat melalui saluran tersebut dan tidak melalui duktus nasolakrimalis yang mengalami obstruksi. Pembedahan dakriosistorinostomi dapat dilakukan menggunakan endoskopi maupun melalui pendekatan eksternal (insisi kulit).[14,26]
Dakriorinostomi menjadi pilihan apabila tindakan lain tidak berhasil mengatasi dakriostenosis atau pada kasus dakriostenosis akibat dakriosistokel, sumbatan akibat struktur tulang, dan dakriosistitis. Indikasi lain dakriostenosis meliputi dakriosistitis rekuren, refluks sekret mukoid kronis, distensi sakus lakrimalis yang menimbulkan nyeri, dan epifora yang mengganggu aktivitas.[14,26]
Dakriosistorinostomi dengan pendekatan eksternal memiliki angka keberhasilan hingga 96%. Kelebihan dakriosistorinostomi eksternal adalah lapangan operasi yang luas sehingga memungkinkan visualisasi struktur sistem nasolakrimalis, rongga nasal, sinus etmoid, fossa sakus lakrimalis dengan baik.[22,26]
Dakriosistorinostomi eksternal awalnya memiliki angka keberhasilan yang lebih tinggi daripada dakriosistorinostomi endoskopik. Namun, seiring berkembangnya teknologi dan kemampuan operator, dakriosistorinostomi memiliki angka keberhasilan yang tidak jauh berbeda dibandingkan dakriosistorinostomi eksternal. Dakriosistorinostomi endoskopik dianjurkan untuk penatalaksanaan dakriostenosis didapat sekunder karena kelainan intranasal dapat divisualisasi menggunakan endoskopi intraoperasi.[26]
Dakrisistorinostomi endoskopik memiliki kelebihan yakni waktu operasi lebih singkat, tidak mengganggu bagian kantus medial, tidak ada jaringan parut yang terbentuk pada kulit, dan waktu pemulihan lebih singkat. Penggunaan terapi adjuvan mitomycin C di area osteomi saat melakukan dakriosistorinostomi endoskopik terbukti aman dan efektif untuk pasien anak-anak.[26]
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini