Penatalaksanaan Kanker Endometrium
Penatalaksanaan kanker endometrium meliputi terapi pembedahan, terapi kemoterapi dan atau radioterapi. Pemilihan jenis terapi disesuaikan dengan stadium kanker endometrium.
Pembedahan
Terapi pembedahan pada kasus kanker endometrium disesuaikan berdasarkan stadium.
Terapi Pembedahan Stadium I-II Kanker Endometrium
Terapi pembedahan pada kanker endometrium stadium I dan II dapat berupa histerektomi radikal, bilateral salpingo-oophorectomy, bilateral limfadenektomi pelvis, dan diseksi selektif kelenjar getah bening aortik.
Apabila terapi pembedahan tidak memungkinkan akibat ekstensi tumor dan/atau pasien tidak dapat dioperasi, maka dapat disarankan terapi full pelvic radiotherapy dan intracavitary brachytherapy.[3,4]
Terapi Pembedahan Stadium III Kanker Endometrium
Terapi pembedahan pada kanker endometrium stadium III dapat berupa reseksi komplit dari seluruh pelvis dengan atau nodal disease, diikuti dengan radioterapi atau kemoterapi pasca operasi.
Apabila pasien tidak bisa dioperasi, maka pilihan lainnya yang dapat diberikan kepada pasien adalah iradiasi pelvis dengan atau tanpa kemoterapi. Pasien juga dapat diberikan alternatif kemoterapi neoadjuvan.[3]
Terapi Pembedahan Stadium IV Kanker Endometrium
Terapi pembedahan pada stadium IV kanker endometrium adalah operasi sitoreduktif ditambah dengan kemoterapi neoadjuvan.[3]
Terapi Pembedahan Non-Endometroid Endometrial Cancer (EEC)
Rekomendasi terapi pembedahan pada kasus Non-Endometrioid Endometrial Cancer (EEC) stadium I adalah histerektomi dan bilateral salpingo-oophorectomy. Pada stadium lanjut, terapi yang disarankan adalah sitoreduktif komplit.[4]
Medikamentosa
Terapi medikamentosa atau non-pembedahan pada kanker endometrium meliputi terapi radiasi, kemoterapi, dan hormonal. Sama halnya dengan terapi pembedahan, terapi non-pembedahan disesuaikan dengan stadium kanker endometrium pada pasien.[3,4]
Radioterapi
External beam radiotherapy (EBRT) dan/atau brachytherapy dapat dipertimbangkan pada kanker endometrium yang terbatas hanya pada uterus dan tidak dapat menjalani pembedahan.[1,3]
Untuk pasien dengan stadium IIC-IIIA, terapi sistemik dan/atau EBRT dengan atau tanpa vaginal brachytherapy disarankan. Sementara itu, pada stadium IVA-IVB, terapi sistemik dan EBRT dengan atau tanpa vaginal brachytherapy wajib dilakukan.[1,3]
Kemoterapi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kanker endometrium pascaoperasi yang diikuti kemoterapi kombinasi memiliki angka survival lebih tinggi. Kemoterapi disarankan terutama untuk tumor stadium III atau lebih lanjut. Kemoterapi juga disarankan untuk pada tumor rekuren.
Hingga saat ini, regimen sitotoksik berbasis platinum (misalnya carboplatin, cisplatin) merupakan kemoterapi yang paling sering digunakan baik untuk kemoterapi neoadjuvan maupun pascaoperasi untuk kanker endometrium.[1]
Terapi Hormonal
Dulu, penggunaan terapi hormonal (progestogen) memiliki peran penting dalam terapi kanker endometrium. Kini, terapi hormonal sudah tidak lagi direkomendasikan karena tidak memberikan efek yang signifikan.
Namun, pada beberapa kasus, terapi hormonal terbukti menghasilkan remisi berkepanjangan dari metastasis pada wanita dengan penyakit reseptor positif derajat 1 dan/atau ER/PR.[1,3]
Antibodi Monoklonal
Uji klinis yang mengevaluasi terapi kombinasi dengan antibodi monoklonal seperti dostarlimab bersamaan dengan kemoterapi untuk pengobatan kanker endometrium telah menunjukkan peningkatan kesintasan. Hasil ini menunjukkan potensi terapi kombinasi ini dalam meningkatkan prognosis pasien dengan kanker endometrium.[15]
Follow Up
Setelah pasien diberikan terapi yang sesuai dengan kondisi dan stadium penyakit, maka follow up perlu dilakukan setidaknya setiap 3–6 bulan selama 2 tahun dengan interval 6–12 bulan setelahnya. Tujuan follow up pada pasien pascaterapi adalah untuk memantau adanya kekambuhan.
Edukasi pasien untuk segera memeriksakan diri jika mengalami keluhan perdarahan pervaginam, penurunan berat badan, atau nyeri. Perdarahan pervaginam dapat menandakan adanya kekambuhan penyakit, yang seringkali terjadi pada 3 tahun pertama setelah terapi primer.[2]
Penulisan pertama oleh: dr. Sheeny Oktaviany