Epidemiologi Kanker Pankreas
Epidemiologi karsinoma pankreas memiliki tingkat insiden dan mortalitas yang tinggi. Angka kejadian dan kematian tampak sedikit meningkat di banyak negara, yang mungkin mencerminkan peningkatan prevalensi obesitas, diabetes melitus, dan konsumsi alkohol.[1,2]
Global
Berdasarkan data GLOBOCAN 2020, karsinoma pankreas menempati peringkat ke-14 kanker terbanyak di dunia (2,6% dari seluruh kasus keganasan). Insiden meningkat hingga 3-4 kali lipat pada negara dengan human development index yang tinggi. Insiden tertinggi berturut-turut yaitu Eropa, Amerika Utara dan Australia/New Zealand, sedangkan daerah dengan risiko terendah adalah pada wanita di Afrika Timur dan Asia Tenggara.[1]
Karsinoma pankreas lebih banyak diderita pria. Insiden keganasan ini meningkat pada keduanya seiring dengan peningkatan usia. Karsinoma pankreas jarang terjadi pada usia <55 tahun, di mana kasus tertinggi pada usia >70 tahun.[2]
Jenis karsinoma pankreas yang paling umum adalah adenokarsinoma pankreas (85% kasus), yang berasal dari kelenjar eksokrin pankreas. Sisanya berupa tumor neuroendokrin pankreas (Pan-NET), yang berasal dari kelenjar endokrin. Kasus ini merupakan kasus yang jarang (<5% kasus).[2]
Terdapat penelitian kasus-kontrol dengan jumlah sampel besar yang menemukan kemungkinan peningkatan risiko kanker pankreas pada orang yang mengonsumsi PPI jangka panjang. Hal ini masih harus dikonfirmasi lebih lanjut menggunakan penelitian kohort.[13]
Indonesia
Berdasarkan data GLOBOCAN 2020, kanker pankreas tidak termasuk dalam 10 besar terbanyak di Indonesia. Pada tahun 2020, diperkirakan jumlah kasus baru karsinoma pankreas di Indonesia mencapai 5.781 kasus, dengan mortalitas 5.690 pasien.[15]
Mortalitas
Karsinoma pankreas adalah penyebab kematian ketujuh kematian akibat kanker. Secara global, pada tahun 2020, jumlah kasus baru karsinoma pankreas adalah 495.773 orang, dengan mortalitas 466,003 orang (4,7% dari seluruh kasus kematian akibat kanker).[1]
Tingginya mortalitas karsinoma pankreas berhubungan dengan keterlambatan diagnosis akibat minimnya gejala awal. Sekitar 80‒90% pasien tidak bisa dilakukan reseksi tumor karena diagnosis ditegakkan pada stadium lanjut. Selain itu, regimen kemoterapi yang tersedia pada saat ini masih terbatas dan sering tidak efektif terutama untuk adenokarsinoma stadium III dan IV.[2]
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini