Pendahuluan Sarkoidosis
Sarkoidosis merupakan penyakit granulomatous multisistemik dengan penyebab yang belum diketahui. Kondisi sarkoidosis ditandai dengan adanya akumulasi dari sel limfosit T dan fagosit mononukleus. Manifestasi klinis pada sarkoidosis sangat bervariasi tergantung pada organ yang terlibat.[1-3]
Proses inflamasi yang terjadi pada sarkoidosis diikuti dengan pembentukan granuloma, akumulasi makrofag, dan sel epiteloid yang dapat menyebabkan kerusakan pada arsitektur organ yang terkena sehingga terjadi disfungsi organ. Sarkoidosis diduga timbul akibat respons berlebihan imunitas seluler terhadap berbagai antigen maupun antigen diri.[2-4]
Sarkoidosis lebih sering menyerang organ paru-paru, tetapi juga dapat menyerang organ lain seperti otak, mata, kulit, kelenjar getah bening, dan jantung. Manifestasi sarkoidosis pulmoner dapat berupa gejala pernapasan, seperti batuk kronis, sehingga tuberkulosis paru sering menjadi diagnosis banding penyakit ini.
Proses penegakan sarkoidosis umumnya tergantung pada manifestasi klinis yang ditemukan dan melibatkan beberapa pemeriksaan untuk mengeksklusi kemungkinan kondisi lain. Rontgen toraks dapat dipakai untuk mendeteksi lesi pada paru-paru dan untuk menentukan derajat sarkoidosis. Pemeriksaan histologi akan menunjukkan proses peradangan granulomatosa sel mononukleus.
Komplikasi yang dapat timbul pada sarkoidosis adalah lesi pada sistem saraf pusat (SSP), insufisiensi pernapasan, kelainan pada jantung yang dapat menyebabkan gagal jantung kongestif dan sudden death.[1,2]
Penatalaksanaan sarkoidosis didasarkan pada perkembangan manifestasi klinis yang spesifik pada pasien serta perkembangan penyakit yang dibuktikan dengan memburuknya status fungsional dan kelainan pada pemeriksaan pencitraan. Terapi farmakologi pilihan untuk sarkoidosis adalah kortikosteroid, yaitu prednisone.[1,4]
Umumnya prognosis sarkoidosis baik, meskipun kasus kematian dapat terjadi pada sarkoidosis dengan kondisi disfungsi organ permanen yang bersifat progresif.[5]