Etiologi Sarkoidosis
Etiologi sarkoidosis belum diketahui secara pasti. Faktor genetik, autoimunitas, dan juga agen infeksi, seperti Mycobacterium tuberculosis diduga merupakan penyebab berkembangnya penyakit ini. Paparan zat tertentu dari yang berkaitan dengan pekerjaan (occupational hazard), seperti silika dan beryllium juga diduga dapat memicu terjadinya sarkoidosis.
Namun, belum terdapat penyebab tunggal sarkoidosis yang telah diidentifikasi sampai saat ini.[1-3]
Agen Infeksi
Agen infeksi seperti mikrobakteri diduga berperan dalam perkembangan penyakit sarkoidosis, karena produksi granuloma merupakan faktor kunci pertahanan sistem imun terhadap infeksi mikrobakteri.[1,3,16]
Studi telah mengidentifikasi banyak agen infeksi sebagai agen pemicu potensial dari respons imun pada sarkoidosis, seperti Leptospira sp, Mycoplasma sp, virus herpes, retrovirus, Chlamydia pneumoniae, Borrelia burgdorferi, Pneumocystis jirovecii, Mycobacterium tuberculosis (M.tb) yang merupakan penyebab tuberkulosis paru, dan Propionibacterium sp.[1,3,16]
Sebuah studi yang melakukan isolasi terhadap DNA Mycobacterium tuberculosis yang berasal dari kumpulan jaringan pada pasien sarkoidosis dengan spesifik sequences yang sama dengan protein mikrobakterial, seperti early secreted antigenic target 6 (ESAT-6), tuberculosis catalase-peroxidase enzyme (Kat G), dan superoxide dismutase A (SoD A), menunjukkan bahwa Mycobacterium merupakan kandidat terkuat untuk menyebabkan sarkoidosis yang dimediasi infeksi.[1,3,16]
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa infeksi hepatitis C juga dapat meningkatkan risiko berkembangnya sarkoidosis. Namun, tampaknya lebih mungkin bahwa terapi dengan interferon pada pasien hepatitis C dapat meningkatkan ekspresi interferon-γ dan interleukin-2, sehingga menstimulasi pembentukan granuloma yang berlebihan.[1,14,15]
Paparan Lingkungan dan Zat yang Berkaitan dengan Pekerjaan
Berbagai paparan zat yang berkaitan dengan pekerjaan atau occupational hazard, seperti dari silika, beryllium, zirconium, dan aluminium, dilaporkan berkaitan dengan sarkoidosis. Selain itu, paparan jangka panjang dengan serbuk kayu, tanah, serbuk sari pohon, partikel anorganik, insektisida, dan partikel nano, juga telah dikaitkan dengan peningkatan risiko sarkoidosis.[1-3,13]
Hipotesis yang mendasari korelasi antara paparan lingkungan dan risiko sarkoidosis semakin diperkuat dengan adanya laporan penelitian bahwa para pekerja yang terpapar dengan puing-puing reruntuhan seperti petugas pemadam kebakaran mengalami penyakit seperti sarkoid (sarcoid-like disease).[1-3,13]
Faktor Genetik
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa faktor genetik berperan penting dalam menentukan risiko dan perkembangan klinis sarkoidosis. Sebelas lokus yang berperan pada sarkoidosis, seperti gen butyrophilin like 2 (BTNL2), human leukocyte antigen B (HLA-B), HLA-DPB1, annexin A11 (ANXA11), dan interleukin 23 receptor (IL23R) telah diidentifikasi.[1,12]
Menurut A Case-Control Etiologic Sarcoidosis Study (ACCESS), seseorang yang memiliki saudara kandung dengan monozigot sarkoidosis memiliki risiko 80 kali lipat lebih tinggi mengalami kondisi ini, meskipun perkiraan risiko sarkoidosis pada kembar dizigotik hanya tujuh kali lipat.[1,6,11]
Studi asosiasi genom juga telah menunjukkan bahwa beberapa alel HLA (human leucocyte antigen) dan non-HLA terkait dengan perkembangan penyakit sarkoidosis. HLA-DRB1*0301/ DQB1*0201, transforming growth factor (TGF-β), tumor necrosis factor (TNF-α) [36], dan Toll-like receptor 4 (TLR-4) merupakan indikator signifikan untuk kerentanan terhadap sarkoidosis.[1,7,12,16]
Autoimunitas
Mekanisme patologis yang mendasari sarkoidosis merefleksikan hipotesis adanya potensi kondisi autoimunitas berperan dalam perkembangan penyakit tersebut. MHC II (major histocompatibility complex) yang terdapat pada antigen presenting cell (APC) memiliki autoantigen yang dikenali oleh reseptor sel T (TCR) pada pasien sarcoidosis. Sarkoidosis dapat terjadi bersamaan atau overlap dengan penyakit autoimun seperti, rheumatoid arthritis, penyakit tiroid autoimun, sindrom Sjogren, dan ankylosing spondylitis.[1,7]
Faktor Risiko
Individu tertentu memiliki risiko yang tinggi untuk mengalami sarkoidosis, antara lain:
- Wanita
- Rentang usia 20–40 tahun
- Obesitas
- Terpajan polutan paparan lingkungan (serbuk kayu, tanah, serbuk sari pohon, partikel anorganik, insektisida, partikel nano, dan silika)
- Riwayat penyakit sarkoidosis familial pada keluarga
- Infeksi Mycobacterium, Leptospira, Mycoplasma, virus herpes, retrovirus, hepatitis C
- Pasien dengan riwayat penyakit autoimun (rheumatoid arthritis, penyakit tiroid autoimun, sindrom Sjogren, dan ankylosing spondylitis)
- Pasien hiperlipidemia, diabetes, osteoporosis, penyakit jantung koroner, asma, hipertensi, penyakit ginjal kronis, dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)
- Sedang menjalani terapi interferon dan penggunaan obat-obatan yang dapat menginduksi sarkoidosis (adalimumab, bleomycin, ciclosporin, etonogestrel, lamivudine, ribavirin, dan telaprevir)[1-3,12,13,42]