Diagnosis Sarkoma Kaposi
Diagnosis dari sarkoma Kaposi terdiri dari anamnesis dan pemeriksaan fisik lesi kutan yang indolent dan berkembang secara bertahap. Diagnosis banding dapat dibuat berdasarkan karakteristik dari lesi kutaneus. Namun, pemeriksaan biopsi sebaiknya tetap dilakukan bila terdapat sarana yang memadai.
Anamnesis
Gejala dari sarkoma Kaposi bervariasi tergantung pada organ yang terkena. Lesi dapat menyerang kulit, mukosa, limfonodus, dan organ viseral. Namun, gejala tersering adalah lesi kutaneus, dengan ukuran dan kecepatan pertumbuhan yang cepat hingga sangat lambat (bertahun-tahun). Sarkoma Kaposi klasik memiliki gejala lesi kutan yang secara indolent dan gradual berkembang selama 10–15 tahun.[2]
Secara klinis, sarkoma Kaposi adalah lesi vaskular dengan penampakan plak yang berwarna merah muda hingga keunguan pada kulit atau permukaan mukokutan. Lesi kutaneus dapat tampak dalam berbagai bentuk, mulai dari bercak, plak, maupun benjolan dengan warna yang bervariasi dari merah muda hingga ungu.
Lesi kutaneus pada umumnya bersifat multisentris dan dapat menimbulkan nyeri, terutama pada lokasi yang terlibat dalam pergerakan, seperti telapak kaki. Lesi kutaneus terbanyak tampak pada ekstremitas bawah, wajah (terutama hidung), mukosa oral, dan genitalia.
Limfedema dapat timbul, terutama pada ekstremitas bawah atau wajah, yang disebabkan oleh obstruksi kelenjar limfatik. Sarkoma Kaposi endemik sering disertai dengan limfedema, terutama pada anak-anak dan dewasa muda.[1-2,4]
Lesi viseral dapat muncul pada limfonodus, liver, pankreas, jantung, testis, sumsum tulang, tulang, dan otot. Lesi viseral sering terjadi pada pasien acquired immunodeficiency syndrome (AIDS), terutama melibatkan paru-paru dan traktus gastrointestinal. Lesi pada paru menimbulkan gejala sesak napas, batuk kering, hemoptisis, nyeri dada, dapat disertai demam atau tidak, dan bersifat life-threatening.
Pada pemeriksaan Rontgen toraks, lesi tampak sebagai infiltrat retikulonodular yang difus dan/atau efusi pleura. Gambaran radiologis dapat menunjukkan adenopati pada hilus dan mediastinal. [1-2,4,6,10]
Lesi pada traktus gastrointestinal biasanya tidak bergejala, tetapi dapat menimbulkan perdarahan atau obstruksi. Diagnosis dikonfirmasi melalui endoskopi. Sarkoma Kaposi yang berkaitan dengan AIDS dapat menyebabkan lesi oral, terutama pada palatum dan gingiva.
Lesi oral berupa plak berwarna ungu atau kecoklatan pada soft palatum atau gingiva yang pada umumnya asimtomatik, tetapi dapat timbul infeksi sekunder atau perdarahan yang menimbulkan nyeri. Lesi pada traktus gastrointestinal lainnya dapat menyebabkan disfagia, odinofagia, mual muntah, dan infeksi sekunder.[2,4,6,10]
Pemeriksaan Fisik
Lesi kutaneus dapat berkembang dari stadium awal (patch stage), berupa makula, kemudian menjadi plak (plaque stage), lalu menjadi papul dan nodul (tumor stage). Stadium yang berbeda-beda dapat ditemukan bersamaan pada satu individu. Makula atau papula berpenampakan jinak, yang berwarna merah muda atau ungu. Beberapa lesi dapat berwarna kecoklatan dan kadang sulit dibedakan pada pasien berwarna kulit gelap.
Kebanyakan lesi kutaneus pada serkoma Kaposi bersifat multipel, terpigmentasi, dapat timbul atau rata, tidak nyeri, tidak gatal, dan tidak menghilang dengan penekanan. Ukuran lesi bervarisi, dari beberapa milimeter hingga beberapa sentimeter.
Lesi kulit dapat terpisah atau berkonfluens, dan sering kali tampak linear, simetris, mengikuti garis Langer. Plak yang lebih besar dapat timbul di badan dan mengikuti lipatan kulit sebagai lesi bujur. Pada beberapa kasus dapat muncul lesi eksofitik yang berupa nodul berulkus dan berdarah, dan dapat disertai edema dan nyeri.[2,4-5,10]
Berdasarkan AIDS Clinical Trials Group (ACTG), staging system sarkoma Kaposi yang berkaitan dengan AIDS dibagi menjadi:
- Stadium T0: terbatas pada kulit dan limfonodi, dengan keterlibatan kavum oral minimal
- Stadium T1: sarkoma Kaposi dengan ulserasi atau edema, nodul pada kavum oral, atau adanya keterlibatan dari organ viseral [5]
Diagnosis Banding
Sarkoma Kaposi dapat didiagnosis banding dengan bacillary angiomatosis dan dermatofibroma. Pemeriksaan histologis pada umumnya diperlukan untuk membedakannya.
Bacillary Angiomatosis
Bacillary angiomatosis adalah infeksi yang disebabkan oleh Bartonella sp dan sering menyerang individu yang imunokompromais, terutama pasien human immunodeficiency virus (HIV) stadium lanjut. Infeksi ini menyebabkan proliferasi dari vaskular kapiler dan inflamasi neutrofilik pada kulit dan organ lainnya.
Bartonella ditransmisikan ke mamalia melalui vektor arthropoda, seperti caplak, lalat penggigit, pinjal, dan kutu badan. Lesi kutaneus dari bacillary angiomatosis berupa papula, nodul, atau plak dome-shaped yang tunggal atau multipel berwarna merah terang hingga ungu tua.
Untuk membedakannya dengan sarkoma Kaposi, pemeriksaan biopi dan histologi diperlukan. Pada bacillary angiomatosis akan didapatkan sel endotel yang protuberan dikeliling oleh kumpulan basil yang tampak dengan pewarnaan Warthin-Starry. Infeksi ini dapat diobati dengan pemberian antibiotik.[2,6,12]
Dermatofibroma
Dermatofibroma merupakan fibrous histiocytoma kulit yang benign dan superfisial pada dermis. Dermatofibroa tampak sebagai lesi yang tumbuh perlahan dengan predileksi pada ekstremitas. Lesi nodul yang padat, berbatas tegas, dengan/tanpa perubahan warna kulit (merah muda kemerahan hingga kecoklatan) dengan permukaan yang halus.
Ukuran dari lesi biasanya kurang dari 1 cm dan sering muncul pada lokasi yang pernah terkena trauma yang umumnya diakibatkan oleh vaksinasi atau gigitan serangga. Dimple sign merupakan tanda karakteristik dari dermatofibroma. Varian aneurisma dari dermatofibroma menyerupai sarkoma Kaposi dan sering dianggap sebagai diagnosis banding.
Secara histopatologis, dermatofibroma akan tampak sebagai proliferasi terlokalisasi dari sel fibroblas yang berbentuk spindle bercampur dengan sel histiositoid di antara dermis. Sel spindle akan membentuk pola storiform, di mana tampak sebagai pola melingkar yang multisentris dengan inti yang memanjang. Terapi dari dermatofibroma adalah dengan bedah eksisi. [13]
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis sarkoma Kaposi dapat dibuat berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dari lesi kutaneus yang karakteristik. Namun, pemeriksaan biopsi sebaiknya tetap dilakukan bila terdapat sarana yang memadai.
Pemeriksaan Patologis
Sampel biopsi untuk pemeriksaan histologi diperlukan untuk memastikan diagnosis. Pewarnaan konvensional dengan haematoxylin dan eosin (H&E) akan tampak sebagai proliferasi vaskular pada dermis disertai formasi slit-like spaces yang tanpa endotel, peningkatan pembuluh darah tanpa dinding sel endotel, dan tampak darah yang ekstravasasi akibat formasi hyaline globules dan akumulasi hemosiderin serta infiltrasi sel inflamasi mononuklear.
Proliferasi sel spindel dengan sitoplasma dan nukleus yang memanjang, kadang mengandung hemosiderin dan inklusi hialin, dengan marker endotelial.
Klasifikasi secara patologis dibedakan sebagai berikut:
- Makula atau plak: lesi menyerupai plak, infiltrat perivaskular yang jarang, terdiri dari limfosit dan sel plasma; ekstravasasi dari sel darah merah dan siderofag (makrofag yang mengandung besi/hemosiderin); narrow cord diantara berkas kolagen; serta kadang tampak fasikula dari sel spindle
- Plak: infiltrat pembuluh darah yang difus sepanjang dermis, dengan fasikula sel spindel menggantikan kolagen. Ruang vaskular memiliki tepi yang bergerigi dan terdapat ikatan kolagen yang terpisah. Terdapat ekstravasasi dari sel darah merah dengan siderofag. Infiltrate inflamasi meliputi makrofag, limfosit, dan sel plasma
- Nodular: nodul dengan batas yang jelas, terdiri dari beberapa lapis sel spindle yang menggantikan kolagen. Ruang vaskular tampak sebagai pola menyerupai sarang tawon yang dipenuhi dengan sel darah merah dan jalinan sel spindle. Ekstravasasi dari sel darah merah dengan siderofag dan hyalin globules tampak eosinofilik dengan diameter 1–7 µm[4,6,10]
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium terdiri dari pemeriksaaan imunohistokimia pada sel spindel, antigen, dan antibodi terhadap HHV-8. Pemeriksaan molekuler untuk mendeteksi keberadaan DNA HHV-8 dapat pula dilakukan.
Immunohistochemistry (IHC):
Pemeriksaan IHC pada sel spindle menunjukkan ekspresi terhadap endotel vascular (vascular endothelial markers, seperti CD34), endotel limfatik (lymphatic endothelial markers, seperti podoplanin, LYVE1, dan VEGF receptor 3), dan sel mesenkim (mesenchymal markers, seperti vimentin).
Berdasarkan hasil ini, beberapa studi menyatakan bahwa sel spindle sarkoma Kaposi merupakan endotel limfatik, vascular, dan/atau sel mesenkim yang mengalami reprogramming oleh virus HHV-8. IHC juga dapat mendeteksi adanya limfosit, sel plasma, dan histiosit dalam jumlah banyak.[4-5]
Pewarnaan imunohistokimia pada antigen HHV-8 sangat berguna dalam mendiagnosis sarkoma Kaposi. Antibodi terhadap HHV-8 LANA dapat dikerjakan secara rutin pada pemeriksaan histopatologi terutama pada kasus sulit. Pemeriksaan IHC pada HHV-8 LANA dianggap positif bila ditemukan pola inti punctata yang jelas.
Hasil yang positif menegakkan diagnosis sarkoma Kaposi, namun hasil yang negative tidak dapat mengeksklusi sarkoma Kaposi. Pemeriksaan LANA lebih baik dibandingkan PCR yang mendeteksi HHV-8 dalam evaluasi proliferasi vascular yang problematic.[4-5,10]
Molekular:
DNA HHV-8 melalui pemeriksaan PCR ditemukan pada >95% KS. Pemeriksaan PCR memiliki sensitivitas yang tinggi sehingga tidak ditemukannya DNA HHV-8 pada specimen yang baik dapat mengeksklusi sarkoma Kaposi. Namun, spesifisitas dari pemeriksaan ini, terutama pada daerah dengan endemic HHV-8, kurang baik di mana hampir 60% dari seluruh penduduk memiliki antibodi terhadap HHV-8.[4]
Pemeriksaan menyerupai GeneXepert pada tuberculosis juga sedang dikembangkan. Pemeriksaan yang disebut sebagai TINY (Tiny Isothermal Nucleid acid quantifications sYstem) diharapkan dapat menjadi pemeriksaan yang dapat dikerjakan di klinik.[4]