Epidemiologi Sarkoma Kaposi
Epidemiologi dari sarkoma Kaposi berkaitan dengan kondisi imunosupresif dari pasien. Insidensi sarkoma Kaposi pada perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Mortalitas dari sarkoma Kaposi sebagian besar akibat lesi viseral/nodal, komplikasi terapi, atau kakeksia neoplasma.
Global
Pada masa sebelum epidemi acquired immunodeficiency syndrome (AIDS), sarkoma Kaposi merupakan penyakit yang jarang ditemui. Sarkoma Kaposi lebih banyak ditemui pada Afrika tengah dan terbanyak di negara-negara Mediterania dan Timur Tengah. Pada negara Mediterania dan Eropa Timur lebih banyak ditemukan sarkoma Kaposi klasik. Sarkoma Kaposi klasik lebih banyak ditemukan pada laki-laki dengan rasio 10–15:1 dan pada usia 50–70 tahun.[2-3]
Di Afrika, insidensi dari sarkoma Kaposi mencapai 3,77 per 100.000 orang pada laki-laki dan 20,5 per 100.000 orang pada wanita. Epidemi sarkoma Kaposi yang terkait dengan AIDS pada negara Afrika dan negara berkembang banyak terjadi pada dewasa heteroseksual dan jarang terjadi pada anak-anak. Sedangkan pasien dengan HIV-seronegatif banyak ditemukan pada endemi sarkoma Kaposi. Usia tersering yang menderita sarkoma Kaposi endemik Afrika adalah 35–40 tahun.[2]
Pada populasi HIV-negatif, insidensi sarkoma Kaposi secara global adalah 1,53 kasus per 100.000 orang per tahun, sedangkan insidensinya pada pasien human immunodeficiency virus (HIV) cukup tinggi mencapai 481 kasus per 100.000. Angka ini ditemukan lebih tinggi lagi pada lelaki homoseksual, yaitu 1397 kasus per 100.000 orang per tahun.[2-3]
Sarkoma Kaposi yang berkaitan dengan AIDS umumnya mengenai kelompok usia 20–54 tahun. Insidensi sarkoma Kaposi pada anak-anak yang positif HIV adalah sekitar 52 kasus per 100.000 orang per tahun. Pasien HIV yang telah diterapi dengan antiretroviral selama lebih dari 6 bulan memiliki risiko sarkoma Kaposi yang lebih rendah.[2-3]
Pada populasi dengan riwayat transplantasi organ, insidensi sarkoma Kaposi adalah 68.59 per 100.000 orang per tahun. Insidens sarkoma Kaposi cukup besar pada riwayat transplantasi ginjal, yakni mencapai 95.79 per 100.000 orang per tahun.
Tingginya insidensi pada kondisi ini merupakan konsekuensi dari kondisi imunosupresif akibat terapi imunosupresan. Oleh karena itu, observasi dan follow-up ketat setelah transplantasi diperlukan untuk mencegah efek sampingnya.[3]
Mortalitas
Sebuah studi menyatakan bahwa pada 946 kematian dengan sarkoma Kaposi klasik, hanya 12,2% kematian yang diduga disebabkan oleh sarkoma Kaposi. Sebanyak 90% dari kematian akibat sarkoma Kaposi terjadi pada pasien dengan lesi viseral/nodal, komplikasi terapi, atau kakeksia neoplasma. Kematian lainnya disebabkan oleh kondisi non-neoplastik dan keganasan lainnya.
Pada kasus AIDS, kematian biasanya disebabkan oleh infeksi oportunistik atau perdarahan gastrointestinal akibat sarkoma Kaposi. Mean survival rate pada pasien sarkoma Kaposi dengan AIDS mencapai 15–24 bulan dan meningkat dengan pemberian antiretroviral.[2,11]
Sarkoma Kaposi dapat menyebabkan kematian apabila terjadi perforasi gastrointestinal, tamponade jantung, obstruksi pulmo masif, dan metastasis otak. Stadium penyakit juga menentukan morbiditas pasien. Pasien dengan stadium T1 memiliki mortalitas 2,4 kali lebih tinggi daripada T0.[2,4]