Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Apakah Anda memiliki STR?
Alo, sebelum melanjutkan proses registrasi, silakan identifikasi akun Anda.
Ya, Daftar Sebagai Dokter
Belum punya STR? Daftar Sebagai Mahasiswa

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Diagnosis Flat Foot annisa-meidina 2024-06-13T14:46:21+07:00 2024-06-13T14:46:21+07:00
Flat Foot
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Diagnosis Flat Foot

Oleh :
dr.Adrian Prasetio SpKJ
Share To Social Media:

Diagnosis flat foot atau pes planus perlu dicurigai pada pasien yang mengalami nyeri kaki yang progresif dan memberat ketika memikul beban. Pemeriksaan fisik dapat menemukan lengkung longitudinal medial yang menurun saat berdiri, gangguan fleksibilitas kaki, serta nyeri sepanjang tendon posterior tibia. Pemeriksaan penunjang dapat digunakan untuk menilai penyebab yang mendasari timbulnya flat foot, misalnya tarsal coalition.[1-3]

Anamnesis

Pada anamnesis pasien dengan flat foot, keluhan utama yang sering disampaikan adalah nyeri pada bagian medial kaki, yang dapat menyebar ke pergelangan kaki dan betis.[1,4,5]

Nyeri Kaki

Pasien mungkin mengeluhkan rasa tidak nyaman atau nyeri yang memburuk setelah aktivitas berat atau berdiri dalam waktu lama. Kelelahan pada kaki juga merupakan keluhan umum, terutama setelah berjalan atau berlari dalam jarak yang jauh.

Pasien dengan disfungsi tendon posterior tibia sering melaporkan nyeri yang lebih tajam atau kronis di sekitar area tendon posterior tibia. Pasien juga bisa merasakan kesulitan atau ketidakmampuan untuk berdiri berjinjit pada satu kaki, yang merupakan tanda klasik dari disfungsi tendon tersebut. Selain itu, perubahan bentuk kaki, seperti peningkatan pronasi atau hilangnya lengkung longitudinal medial saat berdiri, sering dilaporkan.[1,2,4,5]

Faktor Risiko

Jika flat foot muncul akibat trauma, anamnesis dapat mengungkap riwayat cedera pada kaki atau pergelangan kaki, seperti fraktur atau cedera ligamen, yang diikuti oleh perkembangan flat foot. Pasien dengan riwayat neuropati atau penyakit sistemik seperti diabetes juga dapat melaporkan gejala ketidaknyamanan pada kaki yang muncul secara bertahap.

Pasien dengan kondisi genetik seperti sindrom Down, sindrom Marfan, atau Ehlers-Danlos biasanya melaporkan riwayat keluarga dengan masalah kaki serupa dan gejala kelemahan atau instabilitas pada persendian lain. Pada wanita hamil, flat foot bisa muncul selama kehamilan, tetapi seringkali membaik setelah melahirkan.[1,2,4,5]

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan dengan cara berdiri dan duduk. Hal yang perlu dilakukan dalam pemeriksaan fisik adalah inspeksi, palpasi, evaluasi cara berjalan, pemeriksaan range of motion, dan tes kekuatan otot pada kedua kaki.[1,5]

Inspeksi

Saat inspeksi dalam posisi berdiri, pemeriksa dapat melihat dan membandingkan kedua kaki, kemudian mengevaluasi keadaan kaki dengan beban dan tanpa beban. Saat melihat posisi kaki dari belakang, pemeriksa dapat menemukan posisi tumit yang bergeser ke luar dan menunjukkan beberapa jari kaki (tanda too many toes).[1,5]

Pemeriksa kemudian meminta pasien berdiri pada satu kaki yang bermasalah dan mencoba mengangkat tumitnya. Pasien dengan flat foot tidak mampu melakukan inversi tumit sehingga kontraksi otot posterior tibia dan kompleks gastrocnemius-soleus tidak terjadi, akibatnya pasien akan kehilangan keseimbangan dan kesulitan mempertahankan posisi. Tes ini dinamakan single leg heel raise test atau toe raise. Pemeriksa juga dapat meraba dan merasakan ketegangan pada kompleks otot gastrocnemius-soleus.[1,7]

Palpasi

Pada posisi duduk, pemeriksa melakukan palpasi pada kedua kaki. Pemeriksa mungkin menemukan pembengkakan atau nyeri pada salah satu kaki, apabila diisi cairan akan disertai undulasi. Palpasi dilakukan pada seluruh tendon posterior tibia hingga sinus tarsi dan fibular distal. Tes kekuatan tendon posterior tibia dilakukan dengan menahan forefoot dalam posisi plantarfleksi dan eversi, kemudian meminta pasien melakukan inversi kaki.[1,2]

Pemeriksaan Range of Motion

Pemeriksaan range of motion (ROM) pada pasien dengan flat foot berperan untuk mengevaluasi fleksibilitas dan fungsi sendi kaki. Pemeriksaan ROM mencakup evaluasi dorsifleksi, plantarfleksi, inversi, dan eversi pergelangan kaki serta gerakan pada sendi subtalar dan midfoot. Keterbatasan dalam ROM, terutama dorsifleksi pergelangan kaki, dapat menunjukkan adanya kontraktur otot atau tendon.

Manuver Hubscher, juga dikenal sebagai tes Jack, adalah salah satu pemeriksaan yang digunakan untuk menilai fleksibilitas arkus longitudinal medial kaki. Pada manuver ini, pasien diminta berdiri, dan dokter secara pasif mengangkat hallux ke arah dorsum (dorsifleksi). Jika lengkung medial kaki naik saat ibu jari diangkat, hal ini menandakan bahwa flat foot bersifat fleksibel.[2]

Tes Silfverskiöld

Tes Silfverskiöld digunakan untuk mengevaluasi kontraktur otot gastrocnemius dan perbedaannya dengan kontraktur tendon Achilles, yang mana kedua kondisi tersebut bisa menyebabkan flat foot. Pada tes ini, pasien diminta untuk berbaring telentang dengan lutut dalam posisi ekstensi penuh dan kemudian dalam posisi fleksi sekitar 90 derajat.

Minta pasien melakukan dorsifleksi pada pergelangan kaki dalam kedua posisi tersebut. Jika dorsifleksi meningkat saat lutut ditekuk, ini mengindikasikan kontraktur gastrocnemius, karena otot gastrocnemius melewati sendi lutut dan meregang lebih panjang saat lutut lurus. Sebaliknya, jika tidak ada perubahan signifikan dalam dorsifleksi antara kedua posisi, kontraktur kemungkinan disebabkan oleh tendon Achilles.[1,4]

Diagnosis Banding

Diagnosis banding yang perlu dipikirkan pada kasus pasien yang mengalami nyeri kaki adalah plantar fasciitis dan adanya neoplasma pada arkus plantar.[2,3,16]

Plantar Fasciitis

Pada plantar fasciitis, nyeri biasanya terfokus pada tumit, khususnya pada bagian medial tumit. Nyeri biasanya dirasakan paling berat pada langkah pertama di pagi hari atau setelah periode istirahat. Nyeri dapat berkurang dengan aktivitas tetapi kembali memburuk setelah aktivitas berkepanjangan.

Untuk membedakan dari flat foot, pada plantar fasciitis, tekanan pada area medial tumit biasanya menyebabkan nyeri yang tajam. Nyeri dapat diperburuk dengan dorsifleksi jari-jari kaki (tes Windlass). Lengkung kaki mungkin normal atau menurun, tetapi keluhan utama adalah nyeri pada tumit.[16]

Neoplasma pada Arkus Plantar

Beberapa kondisi neoplasma yang mempengaruhi bentuk dari arkus plantar tampak seperti flat foot. Contoh dari kondisi ini adalah fibroma plantar, giant cell tumor of tendon sheath, lipoma, atau kelainan dari tulang. Pada umumnya, pemeriksaan fisik yang teliti dan pencitraan akan menyingkirkan diagnosis banding ini.[2,3]

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang penting dilakukan adalah pemeriksaan rontgen kaki anteroposterior dan lateral dengan beban, rontgen kaki saat berdiri, dan Saltzman view. Pencitraan lain yang dapat dilakukan adalah MRI dan CT scan.

Rontgen

Rontgen yang dilakukan adalah rontgen kaki anteroposterior dan lateral dengan beban, rontgen polos saat berdiri, serta Saltzman view. Pada gambaran anteroposterior, temuan yang menandakan flat foot adalah peningkatan sudut talo-metatarsal pertama hingga 16° dan sudut talonavicular >20°. Sudut inkongruensi talar yang menilai abduksi dari forefoot juga bisa digunakan, di mana >50° mengindikasikan flat foot.

Sudut Meary diukur melalui pemeriksaan rontgen lateral dengan beban. Sudut ini akan meningkat pada kondisi flat foot hingga melebihi 20°. Rontgen posisi berdiri dapat menunjukkan artritis pergelangan kaki dan perubahan posisi talar. Pemeriksa juga dapat menilai kelainan lain pada kaki, misalnya tanda klinis riwayat trauma atau deformitas.[7,8]

CT scan

CT scan dapat membantu mengidentifikasi deformitas pada kaki, misalnya pada sendi talonavicular atau naviculocuneiformis. CT scan juga secara lebih jelas menggambarkan subluksasi, artritis, atau jepitan pada lateral talus atau anterior calcaneus. Namun pada fase awal, CT scan kurang membantu dalam menegakkan diagnosis dan tidak rutin dilakukan.[1,7]

MRI

Kondisi patologis dari jaringan lunak akan lebih jelas terlihat melalui pemeriksaan MRI, misalkan pada gangguan ligamen spring dan ligamen deltoid. MRI juga bisa menunjukkan adanya pembengkakan pada tulang akibat jepitan dari talus lateral dan anterior calcaneus. Karena biaya yang mahal dan tidak tersedia pada seluruh fasilitas pelayanan kesehatan, MRI tidak rutin dilakukan dan hanya diperlukan apabila tampilan klinis pasien meragukan.[1,7]

Stadium Flat Foot

Berdasarkan temuan pemeriksaannya, adult acquired flat foot deformity (AAFD) dapat dibagi menjadi 4 stadium. Stadium ini dapat digunakan untuk menentukan penanganan yang sesuai bagi pasien.

Pasien stadium 1 memiliki gejala ringan dan pemeriksaan penunjang tidak menunjukkan kelainan signifikan. Stadium ini bisa diterapi dengan analgesik, imobilisasi, maupun penggunaan brace. Di sisi lain, pasien stadium 4 sudah mengalami deformitas bermakna, dan umumnya akan memerlukan intervensi bedah.[7]

Tabel 1. Stadium Flat Foot

Stadium Deformitas Pemeriksaan Penunjang Tata Laksana
I

Paling ringan. Pada pasien didapatkan tenosinovitis atau tendinosis, namun tidak berat. Pasien masih dapat mengangkat tumit dan berdiri pada 1 kaki.

 

Normal Konservatif: analgesik, imobilisasi, pemakaian brace

Pembedahan: tenosinovektomi, repair tendon, osteotomi calcaneus medial
IIA

Eversi hindfoot, deformitas fleksibel

 

Sudut talonavicular uncoverage <30° Osteotomi calcaneus medial
IIB Degenerasi dan pemanjangan tendon posterior tibia, abduksi forefoot

Sudut talonavicular uncoverage >30° Transfer tendon, rekonstruksi ligamen spring, artroereisis subtalar, pemanjangan tendon Achilles atau kolumna lateralis
III Deformitas rigid, kerusakan pada tendon posterior tibia, nyeri pada lateral Tampak perubahan degeneratif Fusi talonavicular, fusi subtalar, fusi calcaneocuboid
IVA Deformitas fleksibel, valgus tibotalar Perubahan kemiringan lateral dari talar dengan atau tanpa artritis pergelangan kaki Osteotomi calcaneus medial, pemanjangan columna lateralis
IVB Deformitas rigid, valgus tibotalar

Double/triple arthrodesis, rekonstruksi ligamen deltoid, total ankle arthroplasty, fusi pergelangan kaki, pemanjangan tendon Achilles

Sumber: dr. Adrian Prasetio, Alomedika, 2024.[7]

Referensi

1. Berlet GC. Pes Planus (Flat foot) Practice Essentials, Anatomy, Pathophysiology. Medscape Reference. Medscape; 2023.
2. Raj MA, Tafti D, Kiel J. Pes Planus - StatPearls - NCBI Bookshelf. StatPearls Publishing. 2023. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK430802/
3. Arain A, Harrington MC, Rosenbaum AJ. Adult-Acquired Flat foot - StatPearls - NCBI Bookshelf. StatPearls Publishing. 2023.
4. Rungprai C, Maneeprasopchoke P. A Clinical Approach to Diagnose Flat foot Deformity. J Foot Ankle Surg (Asia Pacific). 2021;8(2):48–54.
5. Carr JB, Yang S, Lather LA. Pediatric pes planus: A stateofthe-art review. Pediatrics. 2016;137(3).
7. Henry JK, Shakked R, Ellis SJ. Adult-Acquired Flat foot Deformity. Foot Ankle Orthop. 2019;4(1):1–17.
8. Flores D V., Gómez CM, Hernando MF, Davis MA, Pathria MN. Adult acquired flat foot deformity: Anatomy, biomechanics, staging, and imaging findings. Radiographics. 2019;39(5):1437–60.
16. Trojian T, Tucker AK. Plantar Fasciitis. Am Fam Physician. 2019 Jun 15;99(12):744-750.

Epidemiologi Flat Foot
Penatalaksanaan Flat Foot

Artikel Terkait

  • Ortosis Tidak Bermanfaat untuk Anak dengan Flat Feet
    Ortosis Tidak Bermanfaat untuk Anak dengan Flat Feet
Diskusi Terkait
Anonymous
Dibalas 23 September 2022, 15:50
Indikasi penggunaan orthopedic shoes - Ortopedi Ask the Expert
Oleh: Anonymous
1 Balasan
ALO dok, saat ini sepatu ortopedi sudah bisa dibeli secara bebas. Apakah berbahaya bila pasien menggunakan sepatu ortopedi untuk anak tanpa anjuran dari...
dr.Meity Asyari Rahmadhani, Sp.N
Dibalas 06 April 2021, 17:02
Anak usia 3 tahun dengan flat foot namun tumbuh kembang baik dan dapat berlari
Oleh: dr.Meity Asyari Rahmadhani, Sp.N
4 Balasan
Alo dokter, izin bertanya. Anak saya laki-laki usia 3 tahun, BB 17 kg, TB 97 cm pada kedua telapak kakinya saya perhatikan datar. Tumbuh kembang baik, dapat...
Anonymous
Dibalas 17 Desember 2019, 18:15
Flat Foot dengan faktor risiko DM dan obesitas
Oleh: Anonymous
10 Balasan
Selamat siang TS. Ada yang punya bahas diskusi untuk flat foot dgn faktor risiko Dm dan obesitas?

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2024 Alomedika.com All Rights Reserved.