Penatalaksanaan Flat Foot
Penatalaksanaan tidak diperlukan pada kasus flat foot anak karena mayoritas akan mengalami perbaikan seiring pertambahan usia. Pada dewasa, penatalaksanaan flat foot tidak diperlukan jika deformitas tidak menyebabkan nyeri dan dapat diakomodasi oleh alas kaki normal serta tidak mengganggu gaya berjalan.
Pada kasus flat foot simptomatik yang disebabkan oleh insufisiensi tendon posterior tibia, pendekatan penanganan disesuaikan dengan derajat deformitas dan gejala yang dialami pasien. Pendekatan konservatif meliputi penggunaan analgesik untuk mengurangi nyeri dan peradangan, serta ortotik untuk mendukung lengkung kaki dan memperbaiki biomekanik kaki. Namun, pada kasus yang lebih parah, intervensi bedah mungkin diperlukan.
Pilihan pendekatan bedah bervariasi tergantung pada stadium penyakit dan bisa mencakup prosedur jaringan lunak, kombinasi prosedur jaringan lunak dengan osteotomi, atau artrodesis. Contohnya, transfer tendon fleksor digitorum longus (FDL) dengan osteotomi kalkaneus dapat dilakukan, namun tidak dianjurkan pada pasien dengan deformitas yang sudah tetap atau artrosis parah pada kaki belakang. Pada kasus yang sangat lanjut (stadium 4), triple arthrodesis mungkin diperlukan.
Kontraindikasi umum untuk operasi meliputi infeksi aktif atau kronis, ulserasi terbuka, perfusi kaki yang tidak memadai, kaki tanpa sensasi, dan pasien yang tidak dapat berjalan. Diagnosis dan penentuan stadium yang tepat sangat penting untuk mencegah kegagalan pasca operasi dan memastikan pemilihan prosedur yang sesuai.[1,2]
Kasus Flat Foot pada Anak
Kebanyakan kasus flat foot pada anak adalah flat foot fleksibel yang akan hilang dengan sendirinya seiring usia. Oleh sebab itu, penggunaan ortosis tidak diperlukan. Anak-anak juga umumnya tidak membutuhkan tata laksana operatif.[1,2,5,6]
Kasus Flat Foot pada Dewasa
Terapi non-bedah diindikasikan pada kasus yang ringan dan simptomatik. Pada pasien yang datang dengan gejala akut, tindakan pertama adalah imobilisasi dengan alas kaki protektif atau ortosis, kemudian pasien perlu menjalani program rehabilitasi. Pada fase ini, beberapa latihan fisik yang terprogram bertujuan untuk meningkatkan inversi pergelangan kaki, merenggangkan tendon Achilles dan kompleks gastrocnemius-soleus, dan mencegah deformitas.[5,6]
Pada pasien stadium I-II yang tekun menjalani rehabilitasi, fungsi dari kaki bisa meningkat hingga 90% dalam 2 tahun. Keberhasilan dari latihan fisik akan meningkat apabila pasien ikut menurunkan faktor risiko yang dimiliki, misalnya mengontrol berat badan dan diabetes mellitus. Namun, sebanyak 11% pasien tidak mencapai hasil yang diharapkan dan perlu menjalani tindakan bedah.[1,7]
Intervensi Bedah
Intervensi bedah dilakukan pada flat foot dengan nyeri persisten yang tidak membaik dengan tata laksana konservatif. Tujuan dari intervensi bedah adalah mengembalikan bentuk dan cara berjalan sehingga mereduksi gejala simptomatik. Beberapa metode bedah antara lain rekonstruksi jaringan lunak, osteotomi, artrodesis atau artroereisis.
Rekonstruksi Jaringan Lunak
Rekonstruksi dari jaringan lunak dapat berupa pemanjangan tendon Achilles atau transfer tendon untuk menstabilkan kekuatan otot pada kaki dan meningkatkan range of motion (ROM). Prosedur rekonstruksi kurang efektif apabila dilakukan sebagai prosedur tunggal karena tidak memperbaiki anatomi dari kaki. Oleh karena itu, biasanya tindakan ini dilakukan bersamaan dengan osteotomi.[5]
Pada kondisi tendon posterior tibia yang rusak parah, beberapa ahli merekomendasikan transfer tendon. Umumnya tendon yang dipakai adalah tendon fleksor digitorum longus yang diinsersi pada bagian distal posterior tibia atau pada tuberositas navicularis. Transfer tendon akan memperbaiki kemampuan inversi dan mengurangi nyeri.[1]
Osteotomi
Osteotomi adalah prosedur pemendekan dan penyelarasan kembali struktur tulang agar memperbaiki kondisi patologis. Beberapa bagian dari prosedur ini adalah osteotomi calcaneus medial, osteotomi calcaneus lateralis, atau osteotomi Triple-C (calcaneus, cuboid, cuneiformis medial). Keberhasilan dari osteotomi mencapai 89-93%.[5]
Arthrodesis
Arthrodesis adalah tindakan menyatukan (fusi) sendi untuk mengurangi gerakan dan menurunkan intensitas nyeri. Sendi yang dipertimbangkan untuk dilakukan fusi adalah sendi talonavicular, subtalar, dan calcaneocuboid. Arthrodesis dilakukan sebagai bagian dari beberapa prosedur korektif, misalnya osteotomi dan pemanjangan tendon untuk meningkatkan keberhasilan tindakan.[3,7]
Arthtoereisis
Arthroereisis adalah prosedur di mana gerakan dari sendi dibatasi dengan cara menempatkan implan pada sinus tarsi kaki. Tujuan dari arthroereisis adalah mencegah eversi berlebihan dari sendi subtalar, sehingga tidak terjadi kolaps dari arkus longitudinal medial. Prosedur ini bersifat kurang invasif dibandingkan rekonstruksi atau osteotomi, namun dilaporkan komplikasi terjadi pada 4-18% kasus. Komplikasi bisa berupa pemasangan implan yang tidak tepat, reaksi penolakan terhadap benda asing, atau spasme peroneus.[3,7]