Etiologi Flat Foot
Etiologi flat foot atau pes planus adalah deformitas yang ditandai dengan tidak ada atau penurunan dari arkus longitudinal medial kaki. Secara garis besar, etiologi flat foot bisa dibagi menjadi kongenital dan didapat. Flat foot kongenital ditemukan pada anak dan biasanya akan hilang sendiri seiring pertambahan usia. Flat foot didapat ditemukan pada dewasa dan kerap berkaitan dengan proses degeneratif.[1,4]
Etiologi Kongenital
Deformitas kongenital yang menyebabkan flat foot biasanya terjadi pada rentang usia 2-8 tahun, yang mana mayoritas akan menghilang dengan sendirinya (flexible flat foot) seiring perkembangan dari arkus longitudinal medial. Kebanyakan kasus flat foot kongenital merupakan variasi anatomi normal yang tidak memerlukan terapi.
Sebagian kecil kasus (<1%) flat foot kongenital akan menetap (rigid flat foot). Kondisi rigid flat foot biasanya beriringan dengan kelainan lain, misalnya talus vertikal kongenital atau tarsal coalition.[1,4]
Etiologi Didapat
Flat foot yang didapat disebut adult acquired flat foot deformity (AAFD). Kondisi ini sebagian besar terjadi akibat proses degeneratif yang menyebabkan hilangnya elastisitas dari tendon posterior tibia, misalnya akibat fraktur, robekan ligamen, laserasi tendon, artritis, neuropati, atau penyebab iatrogenik.
Ketika tendon posterior tibia melemah, tendon peroneus brevis yang merupakan antagonis alaminya menjadi dominan. Hal ini akan menimbulkan eversi dari tumit. Penarikan dari ligamen interosseus talocalcaneal, ligamen plantar calcaneonavicular, serta perubahan dari kompleks gastrocnemius-soleus akan membuat posisi tumit dan forefoot menjadi semakin abduksi.[1,4]
Faktor Risiko
Disfungsi tendon posterior tibia (posterior tibial tendon dysfunction/PTTD) adalah penyebab paling umum flat foot didapat. Kondisi ini sering terjadi pada perempuan di atas usia 40 tahun dengan komorbiditas seperti diabetes dan obesitas. Pasien dengan rheumatoid arthritis atau artropati seronegatif, terutama yang tidak terkontrol, juga memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami flat foot.
Hal lain yang meningkatkan risiko flat foot adalah trauma pada bagian tengah atau belakang kaki, seperti fraktur pada navicular, metatarsal pertama, calcaneus, atau kompleks ligamentum Lisfranc, terutama jika terjadi malunion fraktur tersebut. Selain itu, neuropati sensorik yang menyebabkan artropati Charcot juga akan meningkatkan risiko flat foot.
Beberapa kondisi genetik juga dapat meningkatkan risiko flat foot, termasuk kelainan ligamen kongenital yang terkait dengan sindrom Down, sindrom Marfan, atau sindrom Ehlers-Danlos. Ligamentous laxity yang terjadi selama kehamilan juga dapat menyebabkan flat foot.[2,4,7]