Diagnosis Fraktur dan Dislokasi Tulang Belakang
Diagnosis dari fraktur dan dislokasi tulang belakang dapat dilakukan dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Memahami mekanisme trauma dan melakukan pemeriksaan penunjang yang tepat seperti Rontgen dan CT scan penting dilakukan. Penting untuk mencurigai adanya trauma pada tulang belakang terutama trauma servikal hingga dibuktikan tidak.[1-3]
Anamnesis
Dalam mendiagnosis fraktur dan dislokasi tulang belakang, penting untuk mencurigai adanya trauma hingga dibuktikan tidak. Elaborasi mengenai cidera dan mekanisme trauma penting untuk mengetahui jaringan apa yang terlibat.[2,14]
Cidera Akibat Trauma
Pada pasien dengan riwayat cidera akibat benda tumpul yang terjadi di atas klavikula dengan cidera kepala atau hilang kesadaran harus dicurigai adanya cidera pada bagian servikal. Apabila pasien memiliki riwayat jatuh dari ketinggian, atau deselerasi kecepatan tinggi pertimbangkan adanya cidera setinggi torakolumbar. Pertimbangkan juga untuk menanyakan riwayat penggunaan sabuk pengaman, dan terkena airbag.[1-3]
Cidera Akibat Nontrauma
Fraktur dan dislokasi tulang belakang yang disebabkan oleh nontrauma perlu ditanyakan adanya riwayat penyakit osteoporosis, riwayat terjatuh, keganasan, penyakit kronis, penggunaan steroid atau medikasi lain, riwayat alkohol, Body Mass Index (BMI) di atas atau di bawah rata-rata.[5,15]
Tanda dan gejala yang umumnya dikeluhkan oleh pasien cidera tulang belakang adalah nyeri pada tulang belakang yang bersifat fokal maupun menjalas kearah anterior. Nyeri tersebut juga dapat disertai dengan spasme otot dan defisit neurologis seperti kelemahan, numbness dan tingling.[2,15,16]
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik awal pasien dengan cidera tulang belakang, dapat dilakukan urutan Advance Trauma Life Support (ATLS), dengan memeriksa Airway, Breathing, Circulation pada awal pasien datang.[1-3]
Pemeriksaan fisik yang penting dilakukan pada pasien dengan cidera tulang belakang adalah pemeriksaan leher, punggung dan pemeriksaan neurologis. Perlu diperhatikan juga adanya gangguan hemodinamik yang dapat disebabkan oleh syok neurogenik dan hipovolemik.[1,17]
Pemeriksaan Leher
Pada inspeksi perhatikan adanya deformitas, memar, atau cidera penetrasi pada bagian leher dan wajah untuk melihat adanya cidera langsung atau tidak langsung pada servikal. Kemudian lakukan palpasi secara perlahan, dan perhatikan apakah terdapat nyeri, bagian menonjol, atau celah pada prosesus spinosus. Periksa juga bagian belakang dari leher, namun hindari untuk menggerakkan cervical spine untuk menghindari risiko terjadinya cidera pada spinal cord.[1,17]
Pemeriksaan Punggung
Untuk memeriksa punggung pasien melakukan log-roll yang bertujuan untuk menghindari pergerakan dari kolumna vertebra. Perhatikan adanya deformitas, cidera penetrasi, hematoma, ataupun memar. Lakukan palpasi secara perlahan dan perhatikan adanya celah antara tulang belakang. Curigai adanya dislokasi dari torakolumbar apabila terdapat gibbus pada pemeriksaan. Tanda dan gejala adanya instabilitas pada trauma tulang belakang adalah apabila terdapat hematoma, dan celah pada tulang belakang.[1,3,17]
Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan dapat dilakukan secara berkala untuk beberapa hari untuk melihat adanya defek neurologis lanjutan pada pasien. Pemeriksaan yang dilakukan berupa pemeriksaan nervus kranial, motorik, sensorik, koordinasi dan refleks pasien.[1,3,17]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding pada fraktur dan dislokasi tulang belakang antara lain adalah kelainan kongenital, tuberkulosis spina, dan schmorl’s disease.
Tuberkulosis Spina
Tuberkulosis pada tulang belakang atau disebut dengan Pott’s disease memiliki kesamaan tanda dan gejala seperti nyeri dan kolaps pada tulang belakang yang sering salah diagnosis sebagai fraktur kompresi terutama pada wanita berusia lanjut. Tuberkulosis spina ini dapat dibedakan dengan melakukan pemeriksaan lanjutan menggunakan MRI dan pemeriksaan mikrobiologis untuk melihat adanya bakteri M. tuberculosis.[18,19]
Kelainan Kongenital
Kelainan kongenital dan malformasi vertebra dapat dimisinterpretasikan sebagai fraktur, kelainan yang dimaksud antara lain bipartite atlas, Klippel-Feil syndrome, butterfly vertebra. Tanda dan gejala yang ditimbulkan umumnya asimptomatik, namun pada pemeriksaan radiografi sering disalah artikan sebagai fraktur kompresi, burst atau wedge. Maka dari itu diperlukan keahlian dalam membaca gambaran radiologi untuk mendapatkan hasil yang akurat.[19]
Schmorl’s Disease
Schmorl’s disease merupakan keadaan terjadi prolaps pada diskus ke dalam badan vertebra. Pada gambaran radiografi polos akan terdapat rounded depression pada badan vertebra bagian tengah posterior dan penyempitan serta iregularitas pada badan vertebra. Hal tersebut akan menyerupai gambaran fraktur namun yang membedakan adalah lesi ini terdapat pada lebih dari 1 segmen vertebra.[19,20]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis fraktur dan dislokasi tulang belakang adalah pemeriksaan Laboratorium, X-ray, CT-Scan, dan MRI.
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan pada pasien dengan fraktur dan dislokasi tulang belakang bertujuan untuk melihat adanya kerusakan organ akibat atau berkaitan dengan fraktur dan dislokasi tulang belakang. Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan darah lengkap, urinalisis, serum kimia, kalsium, serta tes kehamilan pada wanita.[2,3]
Pemeriksaan darah lengkap bertujuan untuk melihat hemodinamik pasien. Pada urinalisis diperhatikan juga apakah ada darah dalam urin yang disertai dengan peningkatan serum kreatinin kinase yang menandakan adanya rhabdomyolysis pada pasien dengan fraktur dan dislokasi tulang belakang.[2,3]
Pemeriksaan kalsium juga diperlukan pada pasien dengan keganasan, untuk melihat adanya hiperkalsemia yang membutuhkan perhatian medis.[2,3]
X-Ray
Pemeriksaan radiografi polos dapat menjadi salah satu pilihan pemeriksaan karena tersedia banyak di sarana kesehatan dan cost effective. Hal yang dapat dilihat dari pemeriksaan radiografi polos adalah identifikasi fraktur, estimasi pemendekan tulang, dan kelurusan garis spinal. Pemeriksaan ini dilakukan secara rutin pada pasien dengan keadaan tidak sadar akibat kecelakaan.[16,17]
Fraktur kompresi dapat diklasifikasikan berdasarkan badan vertebra yang terlibat, bentuk fraktur vertebra berdasarkan bagiannya adalah wedge shaped (anterior), bikonkaf (tengah) atau crush (posterior) dengan berkurangnya tinggi pada bagian vertebra sekurang-kurangnya 20% atau 4 mm dari baseline.[4,16]
CT-Scan
CT scan digunakan untuk melihat adanya fraktur tersembunyi yang tidak dapat dilihat dengan radiografi polos. Kekurangan dari CT-Scan adalah harganya yang cukup mahal dan radiasi yang dipaparkan pada pasien.[1,16]
Menurut sebuah literatur, CT Scan memiliki sensitivitas yang lebih tinggi dibandingkan radiografi polos dalam mendiagnosis torakolumbar fraktur dengan jangkauan perbandingan radiografi polos adalah 22% hingga 75% dan 95% hingga 100% untuk CT Scan.[21]
MRI
Magnetic resonance imaging (MRI) digunakan untuk membedakan antara fraktur yang disebabkan oleh keganasan, serta melihat kelainan neurologis yang terjadi secara sekunder akibat dari kompresi nerve roots dan spinal cords. MRI juga dapat melihat integritas dari ligamen tulang belakang.[4,16]
Pemeriksaan Densitas Tulang
Pemeriksaan densitas tulang dilakukan pada pasien tanpa trauma, dan fraktur kompresi tulang belakang secara spontan. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan DEXA, T score <2.5 merupakan indikasi dari osteoporosis, -1 hingga -2.5 indikasi dari osteopenia atau berkurangnya kepadatan tulang dan >-1 merupakan tulang normal.[16,22]
PET-Scan
Walaupun PET-Scan tidak sering digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis fraktur tulang belakang nontraumatik dibandingkan MRI. Namun, sebuah penelitian retrospektif melihat sensitivitas dan spesifisitas PET-Scan dibandingkan MRI untuk fraktur kompresi vertebra nontraumatik. Penelitian oleh He et al. melaporkan F-FDG PET/CT menunjukan sensitivitas yang lebih tinggi (100%) tetapi memiliki spesifisitas yang rendah (38%) dibandingkan MRI dalam diferensiasi fraktur kompresi vertebra yang disebabkan oleh keganasan maupun tumor jinak.[24]