Diagnosis Askariasis
Diagnosis askariasis ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskopik tinja untuk melihat morfologi telur Ascaris. Gejala klinis askariasis tidak spesifik, bahkan kebanyakan asimtomatis. Gejala awal biasa terjadi akibat migrasi larva ke paru-paru, yaitu batuk, dispnea, wheezing, hemoptysis, dan nyeri dada. Jika cacing sudah dewasa, dapat menyebabkan gejala abdominal, seperti nyeri abdomen, kolik, nausea, dan anoreksia.
Anamnesis
Temuan anamnesis dapat berbeda, bergantung pada fase dari penyakit, yaitu fase migrasi larva dan fase traktus gastrointestinalis.
Fase Migrasi Larva
Pada fase migrasi, larva dapat mencetus timbulnya reaksi pada jaringan yang dilaluinya. Gejala dapat muncul 1–2 minggu setelah terinfeksi. Tingkat keparahannya beragam, mulai dari asimtomatis hingga mengancam nyawa, meskipun jarang. Beratnya gejala tergantung dari sensitisasi dan lokasi larva bermigrasi.
Di paru, larva menimbulkan gejala askariasis pulmonaris, antigen larva menimbulkan respons inflamasi sehingga menyebabkan gejala seperti nyeri dada berupa rasa terbakar dan diperparah oleh batuk, batuk kering, dispnea, wheezing, demam, dan hemoptisis, apabila gejala berat.
Pneumonia yang disertai eosinofilia dan peningkatan IgE disebut sindrom Loeffler. Pada daerah yang endemik, gejala pulmonaris cenderung tidak nampak. Gejala lain yang biasa menyertai adalah urtikaria, biasa muncul dalam 4–5 hari pertama setelah infeksi. Gejala ini biasanya hanya bertahan selama 5–10 hari hingga mingguan pada kasus yang berat. Larva yang mati di hati dapat menimbulkan granuloma eosinofilia.
Larva juga dapat bermigrasi ke ginjal, mata, otak, dan medula spinalis yang menyebabkan gejala lokal sesuai letaknya, tetapi kasus seperti ini lebih jarang ditemukan.[1–3]
Fase Traktus Gastrointestinal
Cacing dewasa yang hidup di saluran intestinal jarang menimbulkan gejala klinis. Jika terdapat gejala klinis, biasanya tidak khas, diantaranya mual, nafsu makan berkurang, diare, konstipasi, lesu, dan kurang konsentrasi.
Pada infeksi askariasis berat, dapat terjadi gangguan absorbsi protein, laktosa, dan vitamin A. Steatorrhea juga dapat ditemukan. Pada anak, infeksi kronis dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan akibat dari penurunan nafsu makan, terganggunya proses pencernaan dan malabsorbsi.[1–3]
Obstruksi Intestinal :
Cacing dewasa dalam jumlah banyak dapat menimbulkan obstruksi intestinal komplit maupun parsial, tergantung besarnya massa askaris (ascaris bolus) dan lokasi dari massa tersebut, paling sering terjadi di ileocecal.
Gejala yang ditimbulkan adalah nyeri abdominal kolik, muntah yang bisa disertai dengan keluarnya cacing (worm emesis), dan konstipasi. Mayoritas kasus obstruksi terjadi pada anak usia 1–5 tahun. Obstruksi intestinal dapat menyebabkan komplikasi, antara lain volvulus, intususepsi ileocecal, gangren, dan perforasi.
Obstruksi komplit juga dapat terjadi karena pemberian terapi antelmintik, terutama pirantel pamoat, yang menyebabkan cacing paralisis dan meningkatkan kemungkinan terjadinya bolus askaris obstruksi. Selain pirantel pamoat, terdapat juga laporan pemberian piperazine dan mebendazole dapat membuat obstruksi komplit oleh bolus askaris. Hal ini banyak ditemukan pada pasien pediatrik, yaitu sekitar 5–35%.[1–3]
Askaris hepatobiliari:
Askaris hepatobiliari lebih sering ditemukan pada pasien dewasa, kurang lebih usia 35 tahun, karena saluran hepatobilier pada anak terlalu kecil untuk dilewati oleh askaris.
Beberapa manifestasi klinis hepatobiliari askariasis, antara lain kolik bilier, kolangitis akut, kolesistitis akut, dan abses hepar. Abses terbentuk dari telur atau debris cacing yang mati saat cacing migrasi melewati common bile duct, menyebabkan terbentuknya reaksi inflamasi granulomatosa dengan infiltrasi dari eosinofil.[2]
Pemeriksaan Fisik
Meski pada umumnya asimptomatik, temuan pemeriksaan fisik dapat berbeda-beda, tergantung dari fase askariasis, serta lokasi cacing berada, misalnya di saluran pernapasan, saluran bilier, atau di saluran cerna. Waspadai tanda-tanda obstruksi intestinal, seperti nyeri abdomen dan muntah, sebab dapat berakibat fatal.
Askariasis Pulmonaris
Pada pemeriksaan fisik dada dapat ditemukan suara nafas vesikular dan perkusi sonor. Pada kasus yang lebih berat terdapat pneumonia sehingga ditemukan febris, mengi atau ronki.[2,5]
Obstruksi Intestinal
Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan adanya takikardia, takipneu, febris, muntah, nyeri hebat abdomen difus atau lokal (biasanya pada sisi kanan). Teraba massa bolus askaris. Jika obstruksi menjadi progresif, dapat ditemukan tanda-tanda perforasi atau sepsis.[5,6]
Askaris Hepatobilier
Pasien tampak sangat sakit dengan tanda-tanda vital abnormal, misalnya takikardia, takipneu, dan demam. Selain itu, dapat disertai dengan muntah.[2,5]
Kolik Bilier
Bila nyeri disebabkan oleh cacing yang masuk ampula vater dari duodenum, pengambilan cacing segera dapat menyembuhkan gejala langsung. Jika terjadi kolangitis, gejala dapat berupa demam menggigil dan ikterus ringan yang tidak selalu tampak.[2,5]
Kolesistitis Akut
Pada kolesistitis akut dapat ditemukan nyeri hipokondrium kanan yang bisa disertai teraba massa bolus askaris, muscle guarding, dan demam ringan.[2,5]
Abses Hepar
Pemeriksaan fisik pada abses hepar dapat menunjukkan adanya nyeri tekan hepatomegali, demam tinggi, edema serta nyeri pada penekanan intercostal dan nyeri hipokondrium kanan.[2,5]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding askariasis dapat dibagi berdasarkan manifestasi klinis infeksi Ascaris lumbricoides pada saluran pencernaan, misalnya infeksi cacing lainnya, obstruksi usus akibat penyebab lain, dan pankreatitis akut. Diagnosis banding juga didasarkan pada manifestasi klinis askariasis pada paru-paru, yaitu pneumonitis eosinofilik.
Infeksi Cacing Lain
Infeksi cacing lain, misalnya pada ankilostomiasis dan skistosomiasis, dapat terjadi bersamaan dengan askariasis, sehingga perlu menjadi diagnosis banding. Untuk membedakannya, dapat dilakukan pemeriksaan mikroskopik tinja untuk menemukan jenis cacing berdasarkan morfologi telur, larva, dan cacing dewasa.[5,6]
Obstruksi Intestinal
Obstruksi intestinal dapat disebabkan oleh inflammatory bowel disease, hernia, keganasan, atau tertelan benda asing. Pada askariasis, dapat ditemukan massa bolus askaris pada palpasi abdomen. Selain itu, pemeriksaan radiologi juga dapat membantu untuk membedakan penyebab obstruksi intestinal.[5,6]
Pankreatitis Akut
Nyeri yang terjadi pada pankreatitis akut serupa dengan nyeri pada kolik bilier. Riwayat konsumsi alkohol, infeksi, atau obstruksi mekanik akibat batu empedu dapat membantu membedakan dengan askariasis. Selain itu, pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan enzim pankreas dapat dilakukan juga untuk membedakan keduanya.[5,6]
Pneumonitis Eosinofilik
Pneumonitis eosinofilik sering ditemukan pada berbagai infeksi parasit, seperti Filariasis, Ascaris, Strongyloides, cacing tambang, dan skistosomiasis. Untuk memastikannya, dapat dilakukan pemeriksaan mikroskopik tinja dan juga mencocokan dengan data epidemiologi. Selain itu, perlu juga mempertimbangkan penyebab non-infeksi, seperti asma, pneumonitis akibat hipersensitivitas yang bisa dikonfirmasi dengan pemeriksaan laboratorium dan pencitraan.[5]
Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang mungkin diperlukan pada askariasis, seperti pemeriksaan laboratorium dan pencitraan.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan untuk membantu diagnosis askariasis, antara lain:
- Analisis mikroskopik feses basah langsung, untuk melihat telur A. Lumbricoides. Penghitungan telur per gram feses dengan teknik Kato-Katz untuk menentukan berat ringannya infeksi
- Pemeriksaan cacing yang keluar melalui anus, mulut, atau hidung
- Analisis sputum, untuk melihat larva atau kristal Charcot-Leyden, yaitu penumpukan protein eosinofilik yang membentuk kristaloid
- Pemeriksaan darah, misalnya darah lengkap untuk menilai eosinofilia, IgE, IgG dan antibodi askaris-spesifik
- Analisis konten gastrik, untuk mencari larva dan telur[3,5]
Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang diperlukan untuk membantu diagnosis askariasis, antara lain:
- Pemeriksaan rontgen, misalnya rontgen toraks untuk melihat infiltrat pada pneumonia fase migrasi larva, dan rontgen abdomen untuk mencari tanda obstruksi, misalnya air-fluid level, dan cigar bundle appearance (bolus cacing askaris)
USG abdominal, dalam posisi lateral dekubitus kiri, cairan per oral, dan penekanan oleh transducer untuk memicu pergerakan cacing. USG juga bisa untuk mendeteksi askaris di sistem hepatobilier
- CT scan abdominal: double contrast CT scan abdominal digunakan untuk evaluasi pasien dengan gejala akut abdomen yang sugestif obstruksi usus atau gejala emergensi lain
Magnetic Resonance Cholangiopancreatography (MRCP): deteksi cacing dewasa di duktus koledokus dan duktus pankreatikus, apabila tidak terlihat pada pemeriksaan USG[3,5]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra