Epidemiologi Askariasis
Data epidemiologi menunjukkan bahwa lebih dari 1 juta orang di dunia terinfeksi askariasis, dan mayoritas berada di Asia, yaitu sebanyak 73%. Prevalensi ditemukan paling tinggi pada negara tropis, di mana udara yang hangat dan lembap mendukung proses transmisi.
Epidemiologi askariasis juga sangat dipengaruhi oleh proporsi populasi di suatu daerah, status sanitasi, level edukasi, penggunaan feses manusia sebagai pupuk, jenis diet yang dikonsumsi, dan higienitas personal.[17,18]
Global
Menurut World Health Organization (WHO), infeksi soil-transmitted helminth (STH) terjadi pada 1,5 juta orang secara global, atau 24% penduduk dunia. Infeksi terutama terjadi pada daerah tropis dan subtropis, dengan prevalensi terbesar ditemukan di Afrika daerah sub-Saharan, Amerika, Cina, dan Asia Timur.[9]
Data Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menyatakan bahwa terdapat lebih dari 1 juta kasus askariasis di dunia. Prevalensi askariasis paling tinggi pada kelompok usia 2–10 tahun. Sedangkan pada anak usia 5–15 tahun, sering terjadi koinfeksi dengan STH lain, misalnya Trichuris trichiura and cacing tambang.[2,5]
Indonesia
Data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2017 menyatakan prevalensi cacingan di Indonesia mencapai 62%. Menurut kriteria dari World Health Organization (WHO), prevalensi di atas 50% termasuk prevalensi tinggi. Infeksi cacing terutama ditemukan pada golongan penduduk yang kurang mampu, dengan sanitasi yang buruk. Infeksi cacing dapat mengakibatkan anemia, menurunnya status gizi, dan gangguan tumbuh kembang pada anak-anak.[10]
Mortalitas
Infeksi Ascaris lumbricoides biasanya bersifat asimtomatik, terutama pada orang dewasa. Namun, komplikasi askariasis, misalnya obstruksi intestinal, dapat berakibat fatal. Obstruksi intestinal dapat terjadi karena terlalu banyak cacing dalam saluran pencernaan, biasanya berjumlah lebih banyak dari 60 cacing.[5,6]
Obstruksi intestinal biasa ditemukan pada anak-anak. Di India, angka kejadian obstruksi intestinal adalah sebesar 2 per 1000 anak. Hal serupa juga terjadi di Afrika, yaitu 68% anak yang terkena askariasis mengalami obstruksi intestinal. Askariasis kronis pada anak-anak juga dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan akibat gangguan penyerapan makanan.[5,11]
Pada orang dewasa, askariasis juga dapat menyebabkan kematian atau sakit yang lebih berat apabila cacing bermigrasi ke saluran empedu atau ke paru-paru. Jika cacing menginfeksi paru-paru, dapat terjadi Loeffler Syndrome, meskipun sindrom ini jarang ditemukan pada daerah endemis.[5,6]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra