Etiologi Askariasis
Etiologi askariasis adalah Ascaris lumbricoides atau disebut juga sebagai cacing gelang. Cacing ini masuk ke dalam kelompok soil transmitted helminths/STH. STH adalah cacing yang dalam siklus hidupnya memerlukan tanah yang sesuai untuk berkembang menjadi bentuk infektif.
Kebiasaan yang berkaitan erat dengan tingginya angka infeksi dan reinfeksi STH terutama pada balita dan anak usia sekolah dasar adalah defekasi disekitar rumah, tidak mencuci tangan sebelum makan, bermain di tanah tanpa menggunakan alas kaki dan kebiasaan memakan tanah (geofagia).[1]
Etiologi
Ascaris lumbricoides merupakan nematoda usus. Transmisi askariasis paling sering melalui rute fekal-oral, yaitu dengan tertelannya telur infektif. Tanah yang lembap, gambur, dan hangat menjadi tempat hidup telur yang baik. Telur Ascaris berbentuk oval, dilapisi cangkang yang tebal dan bagian luarnya yang berbenjol-benjol. Di usus, cacing dewasa dapat bertahan hidup 6–24 bulan.
Klasifikasi Taksonomi
Klasifikasi taksonomi Ascaris lumbricoides adalah:
Kingdom: Animalia
Filum: Nematoda
Kelas: Rhabditea
Ordo: Ascaridida
Famili: Ascarididae
Genus: Ascaris
Spesies: Ascaris lumbricoides[7,8]
Morfologi
Cacing stadium dewasa dapat dibedakan menurut jenis kelaminnya, cacing jantan memiliki panjang 10–30 cm dengan diameter 2–4 mm sedangkan cacing betina 22–35 cm dengan diameter 3–6 mm.[2,8]
Pada bagian anterior, terdapat 3 buah bibir yang memiliki sensor papillae, satu terletak pada mediodorsal dan dua pada ventrolateral. Di antara ketiga bibir itu terdapat rongga bukal yang berbentuk triangular yang berfungsi sebagai mulut. Pada bagian posterior cacing jantan, ekornya melingkar ke arah ventral dan memiliki 2 buah spikula. Pada bagian posterior cacing betina, ekornya relatif lurus dan runcing, dan pada bagian sepertiga anteriornya terdapat bagian yang disebut cincin/gelang kopulasi.[2,8]
Cacing betina dapat bertelur 100.000–200.000 butir sehari, terdiri atas telur terfertilisasi dan telur tidak terfertilisasi. Telur berbentuk oval dengan cangkang yang tebal dan bagian luarnya yang berbenjol-benjol. Ukuran telur askaris berkisar antara 45-75 mm x 35-50 mm. Dinding telur tersebut tersusun atas tiga lapisan, yaitu:
- Lapisan luar yang tebal dari bahan albuminoid yang bersifat impermeabel
- Lapisan tengah dari bahan hialin bersifat impermeabel
- Lapisan paling dalam dari bahan vitaline bersifat sangat impermeable sebagai pelapis sel telurnya[2,8]
Telur infertil bentuknya lebih lonjong dengan ukuran lebih besar (85–95 x 45 mm) dan berisi protoplasma yang mati sehingga tampak lebih transparan. Telur fertil yang belum berkembang menjadi bentuk infektif biasanya belum memiliki rongga udara, tetapi yang sudah berkembang akan memiliki rongga udara. Pada telur fertil yang telah matang biasanya mengalami pengelupasan dinding telur paling luar sehingga penampakan telurnya tidak lagi berbenjol-benjol melainkan halus.[2,8]
Telur yang telah mengalami pengelupasan pada lapisan albuminoidnya tersebut sering dikatakan telah mengalami proses dekortikasi. Pada telur ini lapisan hialin menjadi lapisan yang paling luar.[2,8]
Transmisi
Spesies pada genus Ascaris ditransmisi lewat rute fekal-oral, dengan tertelannya telur infektif parasit. Pada dewasa, transmisi biasanya melalui produk agrikultur, misalnya buah dan sayuran yang tidak dicuci dengan bersih atau tidak dimasak hingga matang. Transmisi dapat juga terjadi akibat mengonsumsi hati ayam atau babi mentah. Pada anak kecil biasanya masuk kedalam mulut lewat tangan, mainan, atau tanah yang terkontaminasi.[2,5]
Tanah yang lembab, gembur, dan hangat dengan suhu optimum 25–30°C, sangat mendukung ketahanan hidup telur-telur ini. Telur ini juga resisten terhadap cuaca dingin, air pembersih mengandung kimia, disinfektan, dan dapat tetap infeksius hingga 10 tahun. Telur akan mati jika air didihkan atau difilter.[2,5]
Setelah tertelan, telur akan menetas menjadi larva dan akhirnya menjadi cacing dewasa di sepanjang saluran pencernaan terutama jejunum. Cacing dewasa betina dapat mulai bertelur dalam 60–65 hari setelah telur infektif tertelan. Telur yang dihasilkan cacing betina akan berkurang jumlahnya seiring dengan bertambahnya jumlah cacing yang ada di saluran pencernaan.[2,5]
Siklus Hidup
Siklus hidup Ascaris lumbricoides dimulai dari keluarnya telur bersama dengan feses, yang kemudian mencemari tanah. Telur yang tidak terfertilisasi tidak akan menginfeksi manusia jika tertelan. Telur yang telah terfertilisasi akan menjadi bentuk infektif setelah 18 hari atau beberapa minggu, jika didukung oleh lingkungan yang mendukung seperti kelembapan yang tinggi, suhu yang hangat, dan tanah ditempat teduh.[2,4]
Telur infektif yang tertelan oleh manusia akan masuk ke saluran pencernaan, telur menetas di duodenum akibat stimulasi dari asam gaster dan menghasilkan larva rhabditiform yang kemudian bermigrasi ke sekum. Larva rhabditiform ini mempenetrasi epitelium usus untuk mencapai pembuluh darah vena, vena portal dan kemudian liver. Larva bermigrasi lewat pembuluh darah vena atau sistem limfatik untuk mencapai jantung dan paru-paru. Terkadang larva juga bermigrasi ke ginjal atau otak.[2,4]
Di paru-paru larva menembus dinding kapiler menuju rongga alveolus, masuk ke bronkiolus, bronkus, trakea, kemudian laring dan memicu batuk. Dengan terjadinya batuk larva akan tertelan kembali ke saluran pencernaan. Setibanya di saluran pencernaan bagian atas larva sudah menjadi cacing dewasa berusia 2–3 bulan. Cacing dewasa kemudian diam di jejunum berkopulasi dan bertelur dengan masa hidup 6–24 bulan. Kemudian, siklus akan terulang kembali.[2,4]
Maturasi dari telur hingga menjadi cacing dewasa membutuhkan waktu beberapa bulan. Oleh sebab itu, pengobatan anthelmintik, misalnya dengan albendazol, mebendazol, atau pirantel pamoat, perlu dilakukan secara berkala.[6]
Faktor Risiko
Faktor risiko askariasis diantaranya:
- Gaya hidup, misalnya higienitas diri yang buruk, kebiasaan defekasi di tanah sekitar rumah, tidak mencuci tangan sebelum makan, bermain di tanah tanpa menggunakan alas kaki, kebiasaan memakan tanah (geofagia)
- Pengaruh lingkungan, misalnya sanitasi lingkungan buruk, daerah di mana feses manusia dijadikan pupuk, daerah iklim tropis dan subtropis dengan tingkat kebersihan yang buruk
- Tingkat sosioekonomi rendah[3]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra