Edukasi dan Promosi Kesehatan Difteri
Edukasi penyakit difteri yang terpenting adalah mengenai vaksin difteri karena mencegah lebih baik daripada mengobati. Lakukan promosi kesehatan kepada masyarakat mengenai jadwal imunisasi difteri dan ajak masyarakat agar secara aktif mengikuti jadwal imunisasi dengan tepat.[1]
Edukasi Pasien
Pasien yang telah didiagnosis menderita difteri perlu diedukasi mengenai pentingnya isolasi dan pembatasan kontak dengan masyarakat umum hingga dibebaskan oleh dokter yang bertugas. Pasien yang terinfeksi difteri, baik yang bergejala maupun tidak, dapat menularkan selama 4 minggu. Transmisi bisa melalui kontak langsung dengan lesi kulit atau inhalasi droplet. Infeksi juga bisa terjadi melalui kontak dengan benda-benda yang terkontaminasi. Pasien perlu melaporkan riwayat kontak erat dengan keluarga atau orang terdekat. Jika ada kontak erat, sebaiknya segera menghubungi petugas kesehatan untuk dilakukan pelacakan kontak erat.[1,5]
Pada kontak erat pasien difteri, perlu pengawasan adanya gejala respirasi maupun kutaneus. Pasien perlu melakukan isolasi mandiri, melakukan pemeriksaan apusan untuk kultur, serta mengonsumsi erythromycin atau penicillin selama 7 hingga 10 hari. Jika kontak erat tidak mengetahui status imunisasinya, dosis booster difteri perlu diberikan.[1,2]
Upaya Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Vaksinasi adalah langkah paling krusial dalam pencegahan penyakit difteri. Orang tua perlu diedukasi mengenai manfaat dari imunisasi dasar dan lanjutan bagi anak maupun orang-orang di sekitarnya (populasi rentan).
Jika ada orang tua terlambat memberikan vaksin sesuai jadwal pada anak ataupun catatan imunisasi yang hilang, sebaiknya orang tua diarahkan untuk menemui petugas kesehatan. Imunitas terhadap penyakit difteri akan menghilang seiring bertambahnya usia, oleh karena itu penting bagi orang tua untuk mengikutsertakan anaknya pada kegiatan imunisasi yang bisanya berintegrasi dengan pendidikan dasar.[2]
Vaksinasi
Pasien perlu mendapat edukasi mengenai jenis vaksin untuk imunisasi rutin dan imunisasi lanjutan yang diberikan untuk mencegah penyakit difteri. Vaksin ini ada 4 macam, yaitu:
- Heksavalen: DPT-HB-HiB-Polio yaitu vaksin kombinasi mencegah difteri, pertusis, tetanus, hepatitis B, meningitis, pneumonia akibat Haemophilus influenza tipe B, dan polio
- Pentavalen: DPT-HB-Hib yaitu vaksin kombinasi mencegah difteri, pertusis, tetanus, hepatitis B, meningitis, serta pneumonia yang disebabkan oleh Haemophilus influenza tipe B
- DT atau Td (vaksin kombinasi tetanus - difteri)
- DTap atau Tdap (vaksin kombinasi tetanus, difteri dan pertusis)[18,19]
Imunisasi tersebut diberikan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Jadwal imunisasi dasar difteri yang direkomendasikan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia pada tahun 2020 adalah pemberian vaksin DPT-Hepatitis B-HiB sebanyak 3 kali pada usia 2, 3, dan 4 bulan.[20]
Imunisasi lanjutan diberikan pada populasi khusus berikut:
- Anak usia 18 bulan diberikan vaksin DPT-HB-Hib 1 kali
- Anak usia 5–7 tahun diberikan vaksin DPT pada Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS)
- Anak usia 10–18 tahun diberikan vaksin Td/Tdap
- Wanita usia subur termasuk wanita hamil diberikan vaksin Td/Tdap
- Orang dewasa diberikan vaksin Td/Tdap ulangan setiap 10 tahun[18,21]
Pemberian booster Td/Tdap sangat penting bagi orang dewasa terkait adanya wabah difteri yang terjadi di beberapa daerah dan penurunan imunitas pasca imunisasi dasar dan lanjutan. Vaksin difteri bagi orang dewasa dalam bentuk Td/Tdap.
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) merekomendasikan semua orang dewasa untuk mendapatkan 1 dosis booster vaksin Td/Tdap setiap 10 tahun. Wanita hamil direkomendasikan untuk mendapatkan 1 dosis Td/Tdap untuk setiap kehamilan. Sementara itu, orang dewasa dalam kondisi imunokompromais, lelaki seks lelaki (LSL), penderita penyakit jantung, penderita penyakit paru kronik, alkoholisme kronik, asplenia, penderita penyakit hati kronik, penderita gagal ginjal, penderita diabetes, dan petugas kesehatan direkomendasikan untuk mendapatkan 1 dosis menggunakan Tdap dan 2 dosis menggunakan Td; selanjutnya 1 dosis booster Td diberikan setiap 10 tahun.[19]
Penulisan pertama oleh: dr. Fredy Rodeardo Maringga