Diagnosis Gigitan Hewan
Diagnosis gigitan hewan diawali dengan anamnesis pasien tentang kondisi hewan yang menggigit, riwayat rabies, riwayat vaksin, serta diikuti dengan pemeriksaan luka yang mencakup posisi, kedalaman, luas, dan risiko infeksi luka. Pemeriksaan penunjang laboratorium darah dapat dilakukan jika hewan diduga mengalami rabies.
Dokter perlu mendapatkan segala informasi terkait dengan kejadian gigitan sebelum melakukan pemeriksaan dan tata laksana lebih lanjut. Pastikan pasien stabil dan dalam kondisi tidak mengancam jiwa pada saat pemeriksaan dilakukan.
Anamnesis
Anamnesis lengkap pada kasus gigitan hewan dibutuhkan untuk memperkirakan tingkat keparahan, risiko infeksi, dan tata laksana yang dibutuhkan. Informasi mengenai lokasi, waktu, kondisi saat gigitan terjadi, serta hewan penyebab dapat membantu dokter dalam penanganan kasus gigitan hewan.
Gigitan Hewan Peliharaan
Jika hewan penyebab adalah hewan peliharaan, maka data pemilik, jenis hewan, kondisi kesehatan hewan, riwayat rabies, dan status vaksinasi harus ditelusuri lebih lanjut. Pada kasus gigitan kucing, perhatikan durasi onset hingga waktu pasien mencari pertolongan. Umumnya luka akibat gigitan kucing tidak terlalu berat, namun dapat mencapai kedalaman lapisan jaringan, dan menyebabkan keterlambatan dalam tata laksana awal.[3,5]
Gigitan Hewan Liar
Pada kasus gigitan hewan liar, gali secara mendalam mengenai jenis hewan penyebab, lokasi tempat kejadian, waktu kejadian, situasi pada saat gigitan terjadi, lokasi dan jumlah gigitan serta tindakan yang telah dilakukan oleh pasien. Perhatikan pula riwayat penyakit terdahulu pasien yang mungkin meningkatkan morbiditas dan mortalitas pasien, seperti riwayat diabetes (DM tipe I dan DM Tipe II) dan penyakit imunokompromais.[2,5]
Keluhan yang dirasakan pasien dapat berupa nyeri, eritema, edema, munculnya pus yang dapat disertai dengan demam. Riwayat penyakit dahulu, riwayat penggunaan obat imunosupresan, riwayat operasi pengangkatan limpa, alergi dan status vaksinasi perlu ditanyakan kepada pasien maupun pengantar pasien untuk menentukan tatalaksana dan prognosis.[2,19]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dapat dimulai dengan pemeriksaan status lokalis gigitan yang dikeluhkan oleh pasien. Sebagian besar luka akibat gigitan hewan ditemukan pada anggota gerak atas dan bawah sebesar 70-80%. Luka pada kepala dan leher ditemukan pada 10-30% kasus, dan umumnya melibatkan anak berusia dibawah 10 tahun. Pada anak balita, 90% luka gigitan ditemukan pada regio wajah dan leher bagian depan.[19,31]
Luka gigitan hewan dapat menunjukan berbagai tingkat kerusakan, dari abrasi superfisial hingga hilangnya jaringan disertai tulang pembentuk bagian tubuh tersebut. Laporan juga menunjukan adanya perforasi dan avulsi pada regio kranial. Pada saat melakukan pemeriksaan, dokter harus memertimbangkan kerusakan jaringan akibat pergeseran lapisan anatomi pada saat gigitan terjadi. Luka gigitan dapat bergeser ke arah lain dan kemudian kembali ke lokasi semua, sehingga menyebabkan estimasi kedalaman luka tidak tepat.
Jika luka gigitan ditemukan pada regio telapak tangan, pertimbangkan juga terjadinya penetrasi pada periosteum dan sendi-sendi jari. Pada kasus gigitan yang disebabkan oleh kucing cedera dapat disertai inokulasi saliva.[19,26,32]
Tingkat kerusakan akibat gigitan hewan dapat diklasifikasikan berdasarkan kedalaman luka pada struktur jaringan dan kehadiran vaskularisasi serta kerusakan saraf perifer. Umumnya luka akibat gigitan hewan dibagi menjadi 3 kategori, yaitu luka punktur, laserasi dan cedera avulsi jaringan.[22]
Berikut adalah klasifikasi tingkat kerusakan luka akibat gigitan hewan berdasarkan Rueff et al., yaitu:
- Stadium I: luka superfisial, goresan pada jaringan kulit, robekan kulit, kanal gigitan
- Stadium II: Luka meluas hingga ke fascia, otot dan kartilago
- Stadium III: Luka dengan nekrosis jaringan dan hilangnya sebagian jaringan[3]
Lakukan pemeriksaan pada area sekitar luka untuk kerusakan potensial yang mungkin timbul. Limfadenitis atau limfangitis dapat terjadi pada 20-30% pasien, sedangkan abses dapat ditemukan pada 12% pasien. Lakukan pemeriksaan neurologis untuk memastikan tidak adanya kerusakan pada saraf perifer pasien.[4,5,34]
Jika status lokalis pasien telah selesai dievaluasi, perhatikan pula tanda syok yang mungkin dialami pasien. Pastikan jalan napas dan sirkulasi intak. Jika pada saat pasien datang terjadi perdarahan hebat, fraktur, dekapitasi yang mengancam jiwa, terutama pada anak anak, segera lakukan pertolongan pertama. Kontrol perdarahan vena dengan bebat tekan. Jika terdapat perdarahan arteri, segera konsultasikan pada spesialis terkait.[2]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding pada gigitan hewan dapat berupa gigitan manusia dan insect bite.
Gigitan Manusia
Luka gigitan manusia juga memiliki kemungkinan infeksi akibat flora normal dalam mulut. Eikenella corrodens, Viridans streptococci dan Streptococcus anginosus terkait erat dengan kasus infeksi akibat gigitan manusia. Selain infeksi akibat flora normal, gigitan manusia dikhawatirkan dapat menjadi sumber penularan hepatitis B, hepatitis C, dan HIV. Penularan dapat terjadi jika pada saat gigitan terdapat luka terbuka pada ginggiva penggigit.[22,35]
Gigitan manusia memiliki 2 kategori yaitu clenched fist injury yang terjadi pada saat kepalan tangan menghantam gigi dan menyebabkan luka, serta gigitan oklusif berupa gigitan dengan kekuatan yang mampu menembus dan merobek kulit. Prognosis pada gigitan manusia umumnya baik jika tidak disertai dengan cedera janis lain. Morbiditas dapat terjadi jika gigitan dilakukan pada area wajah yang menyebabkan gangguan pada aspek kosmetik seseorang.[35,36]
Insect Bite
Insect bite atau gigitan serangga merupakan kondisi yang disebabkan oleh gigitan maupun sengatan dari filum arthropoda yang terdiri dari chilopoda, diplopoda, insecta maupun araknid. Insect bite dapat menyebabkan terjadinya trauma, inflamasi pada regio yang digigit hingga terjadinya hipersensitivitas pada saliva arthropoda. Beberapa jenis arthropoda juga dapat menginjeksikan racun yang berasal dari kelenjar racunnya.[37,38]
Pada umumnya pasien tidak menyadari adanya gigitan atau sengatan serta tidak ditemukan adanya gejala khas pada kasus insect bite, namun pada beberapa kasus insect bite, distres kardiorespirasi dapat terjadi. Tatalaksana pada kasus anafilaksis perlu dilakukan jika ditemukan adanya urtikaria, angioedema, takikardia, hipotensi, distres pernafasan dan wheezing. Jika tanda tanda tersebut tidak ditemukan maka pasien perlu diperiksa menyeluruh dan diberikan tatalaksana konservatif seperti membersihkan luka, kompres es dan pemberian anti nyeri dan obat anti inflamasi steroid.[37.38]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada kasus gigitan hewan dapat meliputi pemeriksaan laboratorium untuk memastikan infeksi dan pencitraan jika terdapat indikasi fraktur. Pemeriksaan laboratorium sebaiknya dilakukan pada pasien dan hewan penyebab gigitan.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium sebaiknya dilakukan jika terdapat kecurigaan terhadap infeksi bakterial. Pemeriksaan dapat mencakup pemeriksaan darah lengkap, serologi, dan kultur darah. Pemeriksaan laboratorium pada hewan penyebab sebaiknya dilakukan untuk memastikan adanya infeksi rabies atau tidak. Pemeriksaan dapat meliputi swab untuk kultur bakteri. Hewan penyebab gigitan dapat diambil sampelnya jika mati dalam masa observasi 10-14 hari.[8,19]
Pencitraan
Pencitraan dapat dilakukan jika terdapat adanya indikasi perdarahan intrakranial, fraktur, maupun kerusakan organ dalam pada pasien. Pada beberapa kasus dapat juga ditemukan adanya gigi yang masih tertancap dalam di area luka, sehingga membutuhkan pencitraan untuk mengetahui lokasinya.[5]
Pada anak yang mengalami gigitan pada area kepala, lakukan pemeriksaan pencitraan dengan rontgen maupun CT-scan untuk mengetahui adanya penetrasi pada tulang tengkorak. Pada kasus fraktur pasca gigitan hewan, pemeriksaan rontgen, CT-scan ataupun MRI dapat membantu menentukan lokasi serta bentuk fraktur. Pemeriksaan ultrasonografi dapat dilakukan jika diindikasikan adanya akumulasi cairan pada jaringan lunak maupun pembentukan abses. Pada kasus curiga osteomyelitis pasca gigitan hewan, pemeriksaan bone scan 3 fase dan MRI pada hari ke 3 hingga ke 5 pasca gigitan dapat disarankan sebagai pemeriksaan penunjang.[5,12,39]