Prognosis Gigitan Hewan
Prognosis untuk gigitan hewan biasanya baik. Prognosis dapat memburuk pada kasus lansia dan anak anak. Pada negara dengan tingkat vaksinasi yang baik, risiko komplikasi tetanus dan rabies dapat diminimalisir.
Komplikasi
Komplikasi akibat gigitan hewan dapat berupa kejadian infeksi pada 10-20% kasus. Infeksi seringkali disebabkan oleh gigitan kucing sebesar 30-50% dan gigitan anjing sebesar 5-25%. Risiko infeksi tergantung pada lokasi gigitan dan spesies hewan yang menjadi penyebab. Angka infeksi yang tinggi ditemukan pada luka yang dalam (terutama luka gigitan kucing), luka dengan kontaminasi, luka dengan kerusakan jaringan edema dan perfusi yang buruk, serta luka yang melibatkan kerusakan tulang, sendi dan tendon.[4,18,46]
Angka infeksi akibat gigitan hewan juga lebih sering ditemui pada neonatus dan balita. Pasien dengan gangguan sistem imun akibat HIV/AIDS, kanker, diabetes, penggunaan obat imunosupresan, memiliki risiko infeksi tertinggi. Komplikasi infeksi yang dapat terjadi akibat gigitan hewan yaitu selulitis, rabies dan tetanus.[12,47]
Selulitis
Selulitis merupakan infeksi bakteri kuman pada kulit. Umumnya selulitis disebabkan oleh Streptococcus beta hemolyticus, Streptococcus pyogenes dan Staphylococcus aureus. Namun pada kasus gigitan hewan, selulitis dapat disebabkan oleh P. multocida. Pasien akan mengeluhkan nyeri hebat, edema dan eritema pada lokasi gigitan dalam 12-17 jam setelah onset. Pasien imunokompromais dapat selulitis dapat disertai dengan infeksi pada sistem respirasi dan infeksi organ lain (endokarditis, meningitis).[48-50]
Rabies
Rabies merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengan family Rhabdoviridae. Rabies umumnya ditularkan melalui gigitan hewan, namun juga dapat menyebar melalui inhalasi, ingesti, transplasenta dan transplantasi organ. Rabies memiliki 5 fase yaitu inkubasi, prodromal, gangguan neurologis akut, koma dan kematian. Inkubasi dapat berlangsung dalam beberapa hari hingga tahun.[51,52]
Pada fase prodromal, gejala dapat menyerupai flu disertai dengan demam, gangguan pencernaan dan nyeri otot. Gejala neurologis muncul berupa bentuk ensefalitis maupun paralitik. Gejala kejang dapat terjadi namun tidak umum ditemukan. Koma terjadi 10 hari pasca fase ketiga, dan tanpa tatalaksana pasien dapat mengalami fase kelima dalam 2 hingga 3 hari.[53]
Tetanus
Infeksi tetanus disebabkan oleh Clostridium tetani yang umum ditemukan di tanah dan saluran pencernaan manusia dan hewan. Pada saat terjadi gigitan oleh hewan, mikroorganisme pada luka bekas gigitan bereplikasi dan memproduksi toksin yang menyebabkan gejala tetanus. Angka kejadian tetanus bergantung pada keberhasilan suatu negara untuk melaksanakan pemberian vaksin pada masa anak anak ibu hamil.[54,55]
Infeksi lainnya
Pada pasien dengan riwayat gigitan hewan infeksi lain dapat berupa osteomyelitis, tenosinovitis, tendinitis, selulitis orbital ataupun abses otak. Pada kasus dengan pasien anak, abses otak dan meningitis perlu dipertimbangkan jika terdapat luka gigitan pada regio kepala karena dapat berakibat fatal dan menyebabkan kematian.[2]
Prognosis
Prognosis gigitan hewan umumnya baik jika tatalaksana dapat segera dilakukan. Kejadian fatal dapat dipengaruhi oleh usia dan kelalaian dalam penanganan. Tatalaksana segera disertai edukasi penanganan dan evaluasi kasus pada orang tua pasien dapat meningkatkan prognosis.[3,9]
Pada pasien anak dan lansia ataupun pada pasien dengan keterbatasan fisik, gigitan hewan dapat berakibat fatal karena keterbatasan upaya untuk mempertahankan diri ataupun mencari pertolongan. Kegagalan untuk mengenali hewan penyebab juga dapat meningkatkan risiko terjadinya perburukan kasus, terutama pada jika banyak hewan dibiarkan bebas berkeliaran di daerah tersebut.[12]