Epidemiologi Gonorrhea
Data epidemiologi menunjukkan bahwa gonorrhea atau gonore merupakan penyebab tersering kedua dari penyakit menular seksual akibat bakteri di seluruh dunia. Keragaman epidemiologi gonorrhea dalam variabilitas distribusi geografis dan prevalensi di populasi tertentu dipengaruhi oleh orientasi seksual, seksualitas, sosioekonomi, kualitas pendidikan seks, pengujian dan diagnostik, serta komitmen politik dalam penyediaan layanan kesehatan.[3]
Global
Gonorrhea merupakan masalah kesehatan masyarakat yang signifikan karena meningkatnya tingkat diagnosis di seluruh dunia. Menurut data WHO, sekitar 106 juta kasus gonorrhea baru didokumentasikan pada orang dewasa setiap tahun di seluruh dunia. Peningkatan ini juga terkait dengan munculnya resistensi terhadap semua kelas antimikroba yang saat ini digunakan serta tidak adanya vaksin gonokokal. Karena peningkatan berkelanjutan ini dalam infeksi di seluruh dunia, WHO menetapkan Neisseria gonorrhoeae sebagai patogen fokus pada tahun 2018.[3,11]
Indonesia
Belum ada data epidemiologi nasional yang jelas mengenai gonorrhea di Indonesia. Meski demikian, berbagai laporan local mengindikasikan bahwa infeksi gonorrhea merupakan yang paling sering terjadi di antara semua jenis infeksi menular seksual, mengalahkan klamidia ataupun sifilis.
Data penelitian retrospektif Divisi Infeksi Menular Seksual Unit Rawat Jalan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2010-2012, melaporkan ada sebanyak 135 pasien mengalami gonorrhea(4,79%). Kemudian pada tahun 2013-2015 dilaporkan sebanyak 125 pasien gonorrhea (4,3%) dari seluruh kasus infeksi menular seksual yang dating ke poliklinik rumah sakit tersebut.[12]
Mortalitas
Kematian akibat penyakit menular seksual sering terjadi lama setelah infeksi akut, sehingga insidennya sulit diperkirakan. Infeksi gonorrhea dapat menyebabkan kematian akibat infeksi primer atau gejala sisa sekunder, seperti kehamilan ektopik. Tingkat kematian keseluruhan dari infeksi gonokokal, klamidia, penyakit radang panggul, dan kehamilan ektopik diperkirakan kurang dari 0,1 kematian per 100.000 wanita.[2,13]
Penulisan pertama oleh: dr. Abi Noya
Direvisi oleh: dr. Qanita Andari