Prognosis Kolera
Prognosis kolera berkaitan dengan deteksi dini dan terapi agresif yang diberikan untuk mencegah timbulnya komplikasi yang mengancam nyawa. Sebelum adanya regimen yang efektif untuk penggantian cairan dan koreksi elektrolit, mortalitas dapat mencapai >50%. Namun, saat ini prognosis telah menjadi jauh lebih baik karena ada sistem terapi yang adekuat.
Komplikasi
Komplikasi utama kolera adalah dehidrasi dan gangguan elektrolit. Diare yang terjadi pada kolera menyebabkan kehilangan natrium, klorida, bikarbonat, dan kalium. Hipokalemia dapat ditandai dengan kram otot, kelemahan otot, aritmia, dan ileus. Sementara itu, hipokalsemia dapat menyebabkan spasme otot hingga tetani.
Asidosis metabolik terjadi akibat hilangnya bikarbonat. Hipoglikemia juga dapat muncul, terutama pada anak-anak dengan simpanan glikogen yang masih rendah. Bila kondisi ini tidak dikoreksi dengan baik, dapat timbul disfungsi sistem saraf pusat seperti gangguan kesadaran dan kejang.[3]
Komplikasi sekunder yang dapat muncul akibat dehidrasi adalah hipotermia, stroke, nekrosis tubular ginjal, dan gangguan sirkulasi sistemik. Selain itu, muntah pada pasien juga meningkatkan risiko pneumonia aspirasi.[3]
Prognosis
Prognosis pada kolera berkaitan dengan penatalaksanaan rehidrasi cairan yang cepat dan tepat. Sebelum perkembangan regimen yang efektif untuk penggantian kehilangan cairan dan elektrolit, angka mortalitas kolera mencapai 50%. Namun, dengan terapi yang tepat, mortalitas dapat dikurangi hingga menjadi <1%. Mortalitas dilaporkan lebih tinggi pada ibu hamil dan anak-anak.[2]