Penatalaksanaan Limfangitis
Prinsip penatalaksanaan pasien limfangitis adalah pemberian antibiotik yang tepat sasaran. Antibiotik dapat diberikan melalui oral atau parenteral, tergantung dari kondisi klinis pasien dan patogen penyebab limfangitis.
Pemberian Antibiotik
Pemberian antibiotik pada pasien limfangitis dapat diberikan melalui jalur oral dan intravena. Pemilihan ini didasarkan pada kondisi klinis pasien saat itu. Bila keadaan pasien secara umum baik, tampak tidak toksik, tidak ada demam serta pasien terhidrasi dengan baik, antibiotik oral sudah cukup sebagai terapi dalam skenario rawat jalan.[1]
Antibiotik parenteral diindikasikan pada kasus limfangitis yang disertai dengan tanda infeksi sistemik, yaitu demam, menggigil, dan mialgia. Terapi agresif melalui parenteral juga diperlukan pada pasien yang dicurigai terinfeksi oleh bakteri group A beta-hemolytic Streptococcus (GABHS) karena kemungkinan terjadinya pemburukan yang cepat dan komplikasi yang serius pada limfangitis dengan patogen tersebut.[1,2]
Selain itu, pemberian antibiotik secara parenteral juga diindikasikan pada pasien anak yang belum membaik secara klinis setelah 48 jam diterapi dengan antibiotik oral yang tepat. Ketika eritema, kehangatan, dan edema berkurang secara nyata, antibiotik oral dapat digunakan.
Antibiotik yang menjadi pilihan pada terapi limfangitis adalah antibiotik yang efektif terhadap bakteri group A beta-hemolytic Streptococcus (GABHS) dan Staphylococcus aureus
Dicloxacillin atau Cephalexin
Kedua antibiotik ini dapat diberikan melalui rute oral dengan dosis 500 mg tiap 6 jam bila dicurigai penyebab limfangitis adalah Staphylococcus aureus.
Itraconazole
Itraconazole dapat diberikan pada pasien dengan limfangitis nodular dengan kecurigaan penyebab infeksi adalah sporotrikosis. Dosis yang diberikan adalah 100 hingga 200 mg/hari.
Ceftriaxone
Ceftriaxone dapat diberikan pada pasien rawat jalan dengan dosis 1 gram diberikan melalui injeksi intramuskular dan dilanjutkan dengan pemberian amoxicillin 500 mg tiap 6 jam.
Clindamycin dan Trimethoprim Sulfamethoxazole (TMP/SMZ)
Kedua jenis antibiotik ini dapat dijadikan pilihan pada daerah dengan prevalensi methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA) yang tinggi. Dosis clindamycin adalah 150 mg hingga 450 mg tiap 6 jam dengan rute peroral pada pasien dewasa, dan 30 mg/kgBB/hari setiap 6 hingga 8 jam melalui rute peroral pada pasien anak.
Dosis TMP/SMZ (kotrimoksazol) pada pasien dewasa adalah 960 mg dosis tunggal per hari atau dalam dosis terbagi, sedangkan untuk anak-anak dosis yang diberikan adalah 8 hingga 12 mg/kgBB/hari dalam dua dosis terbagi.[1,6,11,15]
Analgesik dan Antiinflamasi
Analgesik dan antiinflamasi diperlukan untuk mengurangi nyeri pada pasien, mengurangi inflamasi dan pembengkakan, serta memperbaiki keadaan umum pasien. Selain itu, Pemberian kompres hangat juga dapat diberikan untuk mengurangi inflamasi dan rasa nyeri.[1]
Jika terjadi limfedema, daerah yang mengalami pembengkakan perlu dielevasikan dan diimobilisasi untuk mengurangi pembengkakan, nyeri, dan penyebaran infeksi yang lebih luas. Bila terdapat abses, perlu dilakukan drainase.[1]
Terapi pada Etiologi Spesifik
Pada limfangitis yang disebabkan oleh penyebab spesifik, seperti filariasis, terapi disesuaikan berdasarkan etiologinya.