Patofisiologi Necrotizing Fasciitis
Karakteristik patofisiologi necrotizing fasciitis adalah infeksi bakteri penghasil toksin, kerusakan jaringan lokal, proses inflamasi berat dan cepat, hingga toksisitas sistemik. Necrotizing fasciitis dapat bergerak sepanjang fascial plane secara invasif.
Infeksi Bakteri Penghasil Toksin
Infeksi bakteri penyebab nekrosis dapat terjadi pada lapisan dermis, subkutis, fascia, maupun otot. Sebagian besar bakteri masuk melalui luka pada lapisan kulit seperti luka gigitan, laserasi, trauma, maupun luka bekas operasi. Pada kasus yang jarang, bakteri dapat masuk ke jaringan lunak secara hematogen.[1-3]
Tidak semua luka yang terkontaminasi akan menjadi necrotizing fasciitis. Lingkungan luka memiliki peran penting. Seperti pada infeksi bakteri Clostridium, kondisi lingkungan anaerobik yang disebabkan oleh hipoksia jaringan akibat kerusakan pembuluh darah diperlukan untuk maturasi bakteri ini. Selain itu, penyebaran bakteri dapat menjadi lebih cepat akibat adanya aktivitas protease dari enzim dan toksin bakteri yang merusak matriks ekstraseluler.[1-3]
Kerusakan Jaringan Lokal
Kerusakan matriks ekstraseluler akan menyebabkan infeksi menyebar dan merusak jaringan lokal pada lokasi tertentu, misalnya lengan dan tungkai. Selain itu, nekrosis progresif menjadi bagian dari karakteristik necrotizing fasciitis.[1-3]
Nekrosis jaringan dapat disebabkan secara langsung oleh toksin bakteri maupun tidak langsung oleh oklusi pembuluh darah yang menyebabkan iskemia. Toksin bakteri akan masuk ke pembuluh darah dan merangsang platelet, leukosit, dan sel endotel secara poten, sehingga formasi agregat oklusif dalam pembuluh darah terbentuk.[1-3]
Munculnya vesikel dan bula disebabkan oleh adanya nekrolisis akibat iskemia, yang umumnya berisi cairan bening. Vesikel dan bula berisi darah maupun cairan berwarna biru keunguan dapat terjadi karena nekrosis kulit akibat defisit perfusi yang ireversibel. Tidak hanya itu, nervus pada superfisial kulit akan mengalami kerusakan yang memicu nyeri dalam bentuk hiperestesia atau hipoestesia.[1-3]
Inflamasi Berat dan Cepat
Toksin bakteri dapat menghambat neutrofil dan menyebabkan patogen menghindari fagositosis oleh leukosit. Selain itu, agregat platelet yang terbentuk akibat toksin bakteri juga menghambat kemampuan leukosit untuk melewati endotel vaskular menuju jaringan yang terinfeksi. Pada kondisi hipoksia, fungsi neutrofil polimorfonuklear (PMN) menjadi menurun.[1-3]
Secara klinis, proses ini dapat terlihat dari adanya bengkak disertai edema dan eritema ringan pada lokasi infeksi. Inflamasi ini kemudian berlanjut menjadi sistemik akibat superantigen bakteri (eksotoksin pirogenik) yang merangsang dan mengaktivasi sel T serta makrofag untuk memproduksi berbagai sitokin, sehingga terjadi toksisitas sistemik yang akan dibahas selanjutnya.[1-3]
Toksisitas Sistemik
Gejala sistemik necrotizing fasciitis berkaitan dengan peran toksin bakteri, di mana ada peran faktor host dan patogen yang sama penting dalam patofisiologinya. Faktor host mencakup sistem genetik manusia yang mengatur pelepasan sitokin dan menghambat respons inflamasi akut. Sementara itu, faktor patogen meliputi produk toksin dari bakteri itu sendiri.[1-3]
Superantigen bakteri berupa eksotoksin pirogenik secara tidak langsung mengaktivasi sel T dan makrofag dalam jumlah banyak. Sel-sel ini kemudian memproduksi berbagai sitokin, termasuk tumor necrosis factor (TNF)-α, interleukin (IL)-1, dan IL-6. Lepasnya sitokin dalam jumlah banyak menimbulkan respons inflamasi yang tidak terkendali, sehingga menyebabkan disfungsi berbagai sistem organ dan syok.[1-3]
Selain itu, superantigen menyebabkan aktivasi komplemen, sistem bradikinin-kallikrein, dan kaskade koagulasi. Toksin bakteri juga dapat memiliki efek langsung pada cardiac output, denyut jantung, dan resistansi vaskular sistemik. Toksin bakteri juga dapat menyebabkan hemolisis yang memicu gagal ginjal akut akibat hemoglobinuria.[1-3]