Diagnosis Spondilitis Tuberkulosis
Diagnosis spondilitis tuberkulosis (TB) perlu dicurigai pada pasien tuberkulosis yang mengalami nyeri punggung dan terdapat gibbus. Pemeriksaan mikrobiologi dan pencitraan perlu dilakukan untuk mengonfirmasi diagnosis.[1,2]
Anamnesis
Presentasi klinis tuberkulosis tulang belakang bervariasi. Manifestasi tergantung pada durasi penyakit, tingkat keparahan penyakit, lokasi lesi, dan adanya komplikasi terkait termasuk deformitas dan defisit neurologis.
Pada penyakit tanpa komplikasi, pasien biasanya mengalami nyeri punggung. Sementara itu, pada kasus dengan komplikasi, pasien bisa datang dengan deformitas, instabilitas, dan defisit neurologis.[1,2]
Nyeri Punggung
Nyeri punggung pada spondilitis TB dapat berhubungan dengan penyakit aktif itu sendiri (sekunder akibat peradangan), kerusakan tulang, maupun instabilitas yang terjadi. Nyeri saat istirahat merupakan tanda kuat terjadinya spondilitis. Pada kasus yang jarang, nyeri radikular dapat menjadi gejala utama yang muncul.[1,2]
Gejala Konstitusional
Gejala konstitusional pada spondilitis TB termasuk penurunan berat badan atau nafsu makan, demam, dan malaise.[2]
Kifosis
Gejala yang paling awal dan paling umum adalah nyeri punggung yang disebabkan oleh pembengkakan lokal, nyeri tekan, dan spasme otot paraspinal, sehingga menyebabkan restriksi dan nyeri di semua bidang gerak tulang belakang. Pada tahap selanjutnya dari infeksi, nyeri punggung muncul dengan kifosis dan gibbus.
Kifosis akibat spondilitis TB dapat berlanjut meskipun infeksi telah sembuh. Pada anak, kifosis dapat memburuk seiring pertumbuhan, dan dapat lebih lanjut dengan diikuti komplikasi lain, seperti defisit neurologis dan paraplegia.[3]
Defisit Neurologis
Gejala defisit neurologis yang muncul bisa bervariasi, tergantung dari segmen vertebra mana yang mengalami infeksi. Defisit ini merupakan konsekuensi dari kompresi langsung saraf, invasi parenkim saraf, meningitis tuberkulosis, dislokasi patologis dan subluksasi vertebra, atau gangguan vaskular ke segmen sumsum tulang belakang.
Jika proses penyakit berlanjut, maka bisa terjadi kelemahan anggota badan dan kesulitan ambulasi karena spasme otot. Pasien juga bisa mengalami disfungsi kandung kemih dan usus, kehilangan sensorik, dan paraplegia.[3]
Abses Dingin
Abses dingin juga dapat terjadi pada spondilitis TB dan berlokasi dekat dengan lesi inisial. Abses dingin adalah abses tanpa tanda peradangan.
Abses ini dapat tumbuh menjadi besar dan menimbulkan gejala pada pasien. Misalnya, jika lesi awal di daerah serviks, abses dingin dapat terbentuk di kantong retrofaringeal dan menghasilkan efek tekanan yang menyebabkan disfagia, gangguan pernapasan, atau suara serak.[3]
Faktor Risiko
Dokter juga perlu mengevaluasi faktor-faktor risiko pasien, seperti riwayat penyakit tuberkulosis paru atau ekstraparu sebelumnya, riwayat penggunaan imunosupresan, dan kecurigaan infeksi HIV.[1,6]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan secara teliti terutama pada daerah tulang belakang. Pada pemeriksaan fisik generalis, perlu diperiksa secara khusus apakah ada tanda infeksi tuberkulosis paru, seperti ronki basah kasar.[9,10]
Pada pemeriksaan tulang belakang, perhatikan alignment tulang belakang apakah ada deformitas, gibbus, atau abses. Pasien dengan spondilitis TB dapat mengalami kifosis. Lakukan palpasi pada daerah tulang belakang apakah terdapat nyeri tekan. Nyeri tulang belakang biasanya akan memberat ketika pasien bergerak, batuk, atau membawa barang berat.[2,9]
Apabila sudah ada kecurigaan keterlibatan saraf, sebaiknya dilakukan pemeriksaan sensorik dan motorik. Defisit neurologis biasanya terjadi pada regio servikal dan torakal.[1,6]
Diagnosis Banding
Spondilitis TB dapat didiagnosis banding dengan beberapa keadaan patologis yang menyerupai. Kondisi ini dapat dibagi menjadi spondilitis piogenik, adanya neoplasma, dan kondisi inflamasi tulang belakang.[11]
Spondilitis Piogenik
Infeksi tulang belakang secara etiologi dapat dikategorikan sebagai piogenik, granulomatosa, dan parasit. Sebagian besar bakteri memicu respons piogenik. Spondilitis piogenik kebanyakan disebabkan oleh S. aureus.
Spondilitis TB biasanya memiliki onset yang perlahan dan perkembangan kronis dibandingkan dengan spondilitis piogenik. Pada spondilitis piogenik, segmen vertebra lumbar dan servikal lebih sering terkena.[11]
Inflamasi Tulang Belakang
Kondisi inflamasi yang menyerupai spondilitis TB adalah ankylosing spondylitis dan rheumatoid arthritis. Ankylosing spondylitis (AS) adalah penyakit inflamasi kronis yang terutama mempengaruhi tulang belakang dan sendi sakroiliaka, menyebabkan nyeri, kekakuan, dan kelainan bentuk kifosis torakolumbar progresif. Komplikasi yang signifikan pada pasien adalah pembentukan lesi vertebra atau disko-vertebra lokal pada tulang belakang.
Sementara itu, rheumatoid arthritis (RA) adalah penyakit inflamasi sistemik dengan manifestasi poliartritis perifer. Keterlibatan tulang belakang leher terjadi di akhir stadium penyakit. Erosi tulang dan subluksasi atlantoaksial pada pencitraan merupakan tanda penting dari keterlibatan tulang belakang servikal pada rheumatoid arthritis.[11]
Tumor Spinal atau Metastasis Tulang
Tumor spinal dan metastasis kanker ke tulang belakang dapat menyerupai gibbus pada spondilitis TB. Keluhan yang dialami pada pasien dengan tumor spinal juga berupa penurunan berat badan, hilang nafsu makan, malaise, dan benjolan di tulang belakang. Untuk dapat membedakannya diperlukan pemeriksaan penunjang seperti MRI dan biopsi.[11]
Myeloma Multipel
Myeloma multipel merupakan keganasan sel plasma. Pasien biasanya datang dengan keluhan nyeri tulang, gejala kompresi korda spinalis, malaise, perdarahan, dan sering mengalami infeksi. Diperlukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan darah dan evaluasi fraktur patologis.[11]
Brucellosis
Brucellosis merupakan infeksi zoonotik yang disebabkan oleh bakteri Brucella. Tanda dan gejala brucellosis dapat berupa anoreksia, malaise, dan penurunan berat badan. Terdapat pula keluhan tulang dan sendi, seperti nyeri punggung bawah, nyeri tulang belakang, dan atralgia. Sekitar 20-60% pasien dengan brucellosis mengalami keluhan osteoartikular. Perlu dilakukan tes serologi dan kultur untuk mendiagnosis penyakit ini.[11]
Pemeriksaan Penunjang
Spondilitis TB dapat didiagnosis dengan modalitas pencitraan, biopsi, Polymerase Chain Reaction (PCR), dan pemeriksaan laboratorium.
Rontgen
Rontgen tulang belakang pada kasus spondilitis TB dapat menunjukkan adanya pengurangan ruang diskus, penipisan endplate, kerusakan korpus vertebra, dan kelainan bentuk vertebra. Pada beberapa kasus dapat terjadi fusi atau penyatuan beberapa vertebrae. Adanya abses dingin dapat terlihat seperti bayangan jaringan lunak yang menempel pada vertebra.
Rontgen dada juga merupakan investigasi penting, karena sepertiga dari pasien dengan spondilitis TB memiliki penyakit paru yang menyertai.[1,2,12]
Computed Tomography (CT-Scan)
Pada pemeriksaan CT Scan dapat ditemukan adanya destruksi tulang, osteolisis, dan sklerotik subperiosteal. Temuan lainnya adalah keterlibatan jaringan lunak dan abses jaringan paraspinal. CT Scan juga dapat memperlihatkan kalsifikasi pada abses dingin.[1,2,12]
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI lebih sensitif dibandingkan dengan rontgen dan lebih spesifik dibandingkan dengan CT Scan dalam mendiagnosis spondilitis TB. MRI dapat memperlihatkan adanya keterlibatan badan vertebra, destruksi diskus, abses dingin, deformitas spinal, dan pada tahap awal dapat memperlihatkan degenerasi diskusi melalui perubahan intensitas sumsum tulang.[1,2,12]
Pewarnaan Basil Tahan Asam (BTA)
Pemeriksaan basil tahan asam menggunakan teknik Ziehl-Neelsen dipergunakan untuk mendeteksi Mycobacterium tuberculosis.[1,2,12]
Polymerase Chain Reaction
Polymerase Chain Reaction (PCR) dapat dilakukan sembari menunggu kultur darah yang membutuhkan waktu 6-8 minggu. Teknik ini dapat mendeteksi apabila terdapat 10-50 tuberkel basilus pada sampel. Sensitivitas PCR berkisar 61-90% dan spesifisitasnya 80-90%.[1,2,6,12]
Biopsi
Pemeriksaan kultur bakteri merupakan baku emas pada spondilitis TB. Sampel kultur dapat diambil melalui biopsi perkutan dengan bantuan CT Scan pada jaringan tulang ataupun abses. Temuan biopsi mencakup nekrosis kaseosa, granuloma sel epiteloid, dan sel raksasa Langhans.[1,2,12]
Penulisan pertama oleh: dr. Gisheila Ruth Anggitha