Penatalaksanaan Spondilitis Tuberkulosis
Penatalaksanaan spondilitis tuberkulosis (TB) dapat dilakukan secara konservatif dengan obat antituberkulosis seperti rifampicin, isoniazid, ethambutol, dan pyrazinamide. Pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi abses tulang belakang ataupun instabilitas spinal.[1,2]
Terapi Antituberkulosis
Sebagian besar pasien dengan spondilitis TB memiliki respon yang baik terhadap pengobatan antituberkulosis. Obat antituberkulosis (OAT) yang diberikan adalah rifampicin (R), isoniazid (H), pyrazinamide (Z), dan ethambutol (E). Regimen yang diberikan adalah OAT Kategori 1 dengan 2RHZE/4H3R3.
Dosis yang digunakan pada tahap intensif adalah rifampicin 150 mg, isoniazid 75 mg, pyrazinamide 400 mg, dan ethambutol 275 mg. Pada tahap lanjutan, dosis yang digunakan adalah isoniazid 150 mg dan pyrazinamide 150 mg.[6]
WHO merekomendasikan pengobatan tuberkulosis tulang dilakukan selama 9 bulan. Namun, beberapa ahli menyatakan pengobatan dapat dilakukan sampai 12 bulan bahkan 24 bulan, bergantung pada hasil evaluasi patologi dan radiologi penyakit.[2,6,13]
Terapi Suportif
Obat-obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) dapat digunakan dalam mengobati keluhan nyeri pada pasien dan dapat mencegah lesi yang disebabkan oleh inflamasi sinovial nonspesifik. Selain itu, OAINS diharapkan dapat meminimalisir resorpsi tulang akibat inflamasi karena prostaglandin.
Vitamin B6 juga direkomendasikan sebagai tambahan pengobatan OAT karena adanya risiko efek samping obat berupa neuropati.[13,14]
Pembedahan
Jika penggunaan obat antituberkulosis saja tidak dapat memperbaiki kerusakan tulang atau sendi, tata laksana pembedahan dapat dilakukan. Selain itu, adanya abses dingin, deformitas spinal, paraplegia, dan instabilitas spinal juga memerlukan pembedahan.
Indikasi manajemen bedah antara lain:
- Adanya defisit neurologis
- Abses paravertebral
- Instabilitas spinal karena kifosis
- Resistensi terhadap obat antituberkulosis
- Mencegah komplikasi seperti paraplegia onset lambat
Tujuan intervensi bedah meliputi drainase abses, debridemen jaringan yang terinfeksi, stabilisasi vertebra, dan koreksi deformitas. Basil tuberkel tidak menghasilkan biofilm oleh karena itu, infeksi tuberkulosis dapat distabilkan dengan pemasangan implan. Abses dapat dikeringkan melalui pendekatan minimal invasif atau terbuka. Bone grafting setelah debridemen radikal dapat mencegah progresi deformitas dan mengoreksi deformitas yang sudah ada [1,2,12]
Penulisan pertama oleh: dr. Gisheila Ruth Anggitha