Diagnosis Flu Babi
Diagnosis flu babi ditegakkan melalui gejala klinis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Gejala yang paling sering didapati pada orang yang terinfeksi flu babi adalah demam menggigil, batuk, dan nyeri menelan. Pemeriksaan swab mukosa nasal/tenggorok dan Polymerase-Chain Reaction (PCR) menjadi pemeriksaan baku emas dari penegakkan diagnosis flu babi. Flu babi dapat didiagnosa banding dengan influenza lainnya dan pneumonia. [1-3,6]
Anamnesis
Gejala pada flu babi berdasarkan anamnesis didapati menyerupai gejala pada flu umumnya, seperti :
- Umum : demam menggigil, mialgia, artralgia, nyeri kepala, nyeri menelan
- Mata : mata merah dan berair
- Pernapasan : batuk, rinorea, sesak nafas
- Pencernaan : mual muntah, nyeri perut, diare.
- Neurologis : kejang, perubahan status mental, ensefalitis pada populasi anak [1-3,7]
Penggalian informasi mengenai lokasi bepergian, kontak langsung dengan babi dan gejala klinis diperlukan untuk menegakkan diagnosis. CDC mengeluarkan acuan yang dapat dipakai untuk pasien dengan kecurigaan flu babi. Kriteria tersebut adalah :
- Adanya infeksi saluran pernafasan akut dengan onset 7 hari disertai paparan erat terhadap orang yang sudah terkonfirmasi terkena infeksi virus H1N1, atau
- Adanya infeksi saluran pernafasan akut dengan onset 7 hari dan adanya riwayat bepergian ke negara yang sudah terkonfirmasi adanya virus H1N1, atau
- Adanya infeksi saluran pernafasan akut pada penduduk yang berada di komunitas yang sudah terkonfirmasi adanya virus H1N1 [8]
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik orang yang terkena flu babi, umumnya ditandai dengan adanya tanda, sebagai berikut :
- Peningkatan suhu tubuh diatas 38 derajat Celsius
- Gejala pernafasan : rinorea, takipneu,dispneu
- Konjungtivitis
- Nyeri tekan abdomen [3,6]
Diagnosa Banding
Flu babi dapat didiagnosis dengan penyakit saluran nafas akut, seperti influenza lainnya, pneumonia, ARDS, sampai ensefalitis.
Influenza Lainnya
Virus influenza yang dapat menginfeksi manusia terdiri dari virus A, B, dan C. Gejala dari masing-masing infeksi virus influenza ini sendiri sulit untuk dibedakan, dikarenakan pada semua orang yang terkena influenza cenderung akan memiliki gejala demam, batuk, nyeri menelan, maupun pilek, hingga nyeri otot. Umumnya, infeksi virus influenza ini dibedakan berdasarkan tingkat keparahan gejala, dimana infeksi virus Influenza tipe C memiliki derajat keparahan yang paling ringan dan tidak bersifat epidemic. Sedangkan, infeksi virus influenza A memiliki derajat keparahan yang paling tinggi. Diagnosa pasti ditegakkan melalui pemeriksaan kultur virus. [9,10]
Pneumonia
Virus Influenza H1N1 umumnya menyerang usia yang cenderung lebih muda dibanding pada pneumonia. Gejala yang dialami pada pneumonia juga berjalan lebih cepat dan progresif, serta memiliki tingkat keparahan yang lebih tinggi dibanding pada infeksi virus flu babi. Hal ini dapat dilihat bahwa pada penderita pneumonia, kebutuhan untuk perawatan di ruang intensif dan juga kebutuhan pemakaian ventilator didapati lebih tinggi. Melalui pemeriksaan laboratorium, infeksi virus flu babi cenderung tidak mengalami peningkatan leukosit, terkadang didapati hasil leukopenia. Berbeda dengan flu babi, pada pneumonia didapat leukositosis yang cukup bermakna. [9,10]
ARDS
Acute respiratory distress syndrome (ARDS) merupakan penyebab gagal napas tersering pada pasien dan ditandai dengan adanya edema paru, hipoksemia, dan kebutuhan pasien terhadap alat bantuan pernafasan/ ventilator. Perjalanan penyakit ARDS sendiri umumnya terjadi sangat cepat, yaitu adanya kegagalan napas yang terjadi dalam 1 minggu setelah infeksi akut saluran pernapasan. ARDS dapat disebabkan karena infeksi pneumonia sebelumnya, infeksi influenza, termasuk didalamnya virus influenza H1N1, ataupun persebaran infeksi dari organ lainnya selain paru. Gambaran klinis ARDS dan virus influenza H1N1 didapati kemiripan antara keduanya, namun pemeriksaan laboratorium seperti kultur virus dapat memberikan diagnosis pasti pada influenza H1N. [11]
Ensefalitis
Ensefalitis sering dikaitkan dengan komplikasi neurologis dari virus influenza H1N1. Penegakkan diagnosis dari ensefalitis terkait influenza ini sulit untuk dipastikan, dikarenakan virus influenza jarang didapatkan pada cairan serebrospinal. Ensefalitis sendiri lebih sering ditemukan pada usia anak-anak, namun tetap dapat terjadi pada usia dewasa. Gejala klinis yang sering ditemukan adalah demam tinggi yang persisten, disertai gejala gangguan neurologis, seperti kejang dan penurunan kesadaran. Sehingga, adanya gangguan neurologis yang sebelumnya terdapat riwayat influenza, perlu dicurigai adanya komplikasi ensefalitis pada pasien. Kultur apusan tenggorok atau nasofaring perlu dilakukan untuk melihat ada tidaknya virus H1N1 sebagai penyebab. [12]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada flu babi yang dibutuhkan diantaranya adalah pemeriksaan laboratorium/pemeriksaan darah, apusan specimen dari hidung atau tenggorokan, polymerase-chain reaction, dan juga pemeriksaan histopatologis dari sel mukosa saluran pernafasan. Diagnosis pasti melalui pemeriksaan spesimen dari sputum maupun lendir hidung, dengan melakukan apusan (swab) pada nasofaring, hidung, serta tenggorokan dalam 5 hari sejak timbulnya gejala. [1,2,6]
Adanya gejala gangguan pada saluran pencernaan, pemeriksaan feses sebaiknya rutin dilakukan pada pasien dengan flu babi agar dapat mengidentifikasi ada tidaknya penularan secara fekal-oral. Namun, hingga saat ini pemeriksaan feses belum dijadikan pemeriksaan penunjang dalam menegakkan diagnosis flu babi. [2]
Polymerase-Chain Reaction
Diagnosis pasti dari flu babi dibutuhkan koleksi spesimen saluran napas melalui apusan / swab hidung atau tenggorokan dari pasien yang terinfeksi dengan onset 72 jam atau 4-5 hari pertama.
Spesimen yang sudah diambil harus disimpan pada suhu 4 derajat Celsius dan diperiksa dalam 24 jam setelah pengambilan. Spesimen ini kemudian sebaiknya diperiksakan di laboratorium dengan real-time reverse-transcription polymerase chain reaction (RT-PCR) untuk menegakkan diagnosis flu babi atau H1N1 influenza. [3,6]
Pemeriksaan Histopatologis
Perubahan patologis pada jaringan paru didapatkan dengan jaringan paru yang menjadi keunguan dan konsistensi yang menjadi keras. Pada beberapa kasus ditemukan terjadinya edema interlobular. Jalan napas terisi penuh dengan exudat yang mengandung sel fibrin dan sel darah disertai infiltrasi sel-sel inflamasi. [1]
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan untuk menegakkan diagnosis, akan tetapi dapat digunakan sebagai monitoring perawatan. Berdasarkan pemeriksaan darah dapat menunjukkan leukopenia, limfopenia, dan trombositopenia. [6]
Pencitraan
Pada beberapa kasus anak terinfeksi flu babi menimbulkan adanya manifestasi neurologi. Salah satu modalitas ada menggunakan pencitraan untuk membantu penegakan diagnosis dan menentukan prognosis dari pasien. Modalitas pencitraan yang umumnya digunakan adalah pemeriksaan CT scan tanpa kontras, pemeriksaan MRI yang dapat memberikan gambaran adanya lesi pada beberapa lobus otak, dan pemeriksaan elektroensefalogram (EEG) yang memberikan gambaran gelombang epileptik. [13]