Pendahuluan Demam Tifoid
Demam tifoid adalah penyakit bakterial sistemik dengan karakteristik utama berupa demam dengan pola khas "step-ladder" disertai manifestasi gastrointestinal yang disebabkan oleh infeksi bakteri Salmonella typhi. Demam tifoid adalah penyakit yang menular dengan jalur fekal-oral.[1]
Bakteri salmonella serotipe lain, yaitu Salmonella paratyphi (tipe A, B dan C) juga dapat menyebabkan manifestasi klinis demam mirip demam tifoid yang dikenal dengan istilah demam paratifoid. Secara klinis demam paratifoid tidak dapat dibedakan dengan demam tifoid, tetapi umumnya demam paratifoid memiliki gambaran klinis yang lebih ringan. Kedua penyakit ini biasa disebut dengan istilah “demam enterik”.[1,2]
Gambar 1. Salmonella typhi. Sumber: Archer J, CDC, 2013.
Demam tifoid merupakan salah satu penyakit penyebab mortalitas dan morbiditas tertinggi di daerah pemukiman padat penduduk dengan sanitasi yang buruk. Diagnosis tifoid ditegakkan dengan pemeriksaan kultur darah. Anamnesis meliputi riwayat bepergian ke daerah endemik demam tifoid, tinggal di daerah padat penduduk dan sulit air bersih. Pemeriksaan fisik secara umum sulit membedakan demam tifoid dengan penyakit lainnya.[1,3]
Saat ini penatalaksanaan utama demam tifoid adalah terapi antibiotik yang disesuaikan dengan profil resistensi antibiotik untuk setiap daerah endemik, di mana dapat sangat berbeda untuk masing-masing daerah. Secara umum, terapi empiris utama pada demam tifoid pasien dewasa adalah antibiotik golongan fluorokuinolon, seperti ciprofloxacin dan chloramphenicol untuk pasien anak-anak.[1,4,5]
Prognosis demam tifoid saat ini telah jauh lebih baik sejak pengenalan terapi antibiotik sebagai lini utama penatalaksanaan demam tifoid yang secara signifikan menurunkan mortalitas dan morbiditas demam tifoid. Akan tetapi, saat ini dunia kembali mengalami permasalahan baru dalam terapi demam tifoid, yaitu munculnya bakteri salmonella resisten obat.[1]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli