Diagnosis Demam Tifoid
Diagnosis demam tifoid ditegakkan melalui kultur darah, tetapi secara klinis terdapat beberapa gejala khas seperti demam step-ladder dan manifestasi gastrointestinal. Riwayat pasien seperti tinggal di tempat dengan sanitasi yang buruk, minum air yang tidak bersih atau sedang melakukan perjalanan ke daerah endemik demam tifoid merupakan penanda penting mengenai kemungkinan paparan demam tifoid.
Anamnesis
Anamnesis demam tifoid pada fase awal umumnya meliputi demam disertai keluhan yang tidak khas. Terkadang dijumpai keluhan arthralgia. Keluhan gastrointestinal biasanya baru dirasakan 12–48 jam setelah masa inokulasi.
Gejala gastrointestinal berupa enterokolitis umumnya diawali dengan mual dan muntah, yang selanjutnya berkembang menjadi keluhan nyeri perut difus, kembung, anoreksia, konstipasi dan diare yang dapat berkembang menjadi diare berat dan disentri.[1]
Setelah fase enterocolitis, pasien sering mengalami fase asimtomatik sementara dengan keluhan utama berupa demam disertai gejala-gejala mirip flu. Demam tifoid klasik dengan pola demam step ladder biasanya muncul sekitar satu minggu setelah pasien terpapar bakteri salmonella.[1]
Pasien yang dicurigai mengalami demam tifoid, perlu ditanyakan mengenai riwayat berikut ini:
- Onset dan durasi penyakit
- Sanitasi tempat tinggal permanen dan riwayat perjalanan ke daerah endemik demam tifoid
- Pola hidup, seperti jajan makanan di luar rumah dan defekasi di jamban
- Riwayat obat-obatan yang dikonsumsi
- Riwayat minum air yang kurang higienis dan makan makanan setengah matang
- Kontak dengan hewan dan gigitan serangga[1]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada demam tifoid bersifat tidak spesifik. Manifestasi klinis yang timbul bisa saja bervariasi tiap orang, bahkan manifestasi klinis pada minggu pertama kedua dan ketiga akan berubah bergantung pada patofisiologi penyakit.
Tabel 1. Pemeriksaan Fisik Demam Tifoid
Minggu | Hasil pemeriksaan fisik |
Pertama | Demam, bradikardi relatif |
Kedua | Lidah tampak kotor (typhoid tongue) Distensi abdomen, tanda perforasi ileum (nyeri tekan, rigiditas, dan tahanan dinding abdomen). Rose spots (jarang), pucat Tanda dehidrasi seperti mata cekung, kulit kering, dan letargi. Jaundice dan hepatosplenomegali. |
Ketiga | Pada tampakan keadaan umum, pasien tampak toksik, anoreksik, dengan penurunan berat badan yang signifikan. Bila terjadi komplikasi perforasi saluran cerna, akan ditemukan tanda dari pemeriksaan fisik berupa distensi abdomen dan peritonitis. Pada komplikasi pneumonia, pasien akan ditemukan tanda seperti takipnea dan crackles pada auskultasi di basal paru. Pada komplikasi sistem saraf pusat seperti meningitis, akan ditemukan kaku kuduk |
Sumber: dr. Reren Ramanda, 2021[1]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding demam tifoid antara lain abses hepar, demam dengue, toxoplasmosis, dan tuberkulosis.
Amebic Liver/Abses hepar
Amebic liver abscess adalah manifestasi ekstraintestinal dari infeksi Entamoeba histolytica. Protozoa E histolytica, menginfeksi hepar dengan cara memasuki sistem vena porta dari kolon. Amebic liver abscess merupakan salah satu penyebab utama lesi hepar dengan bentuk space-occupying lesions di negara-negara berkembang.[10]
Demam Dengue
Demam dengue ditransmisikan ke manusia melalui gigitan serangga nyamuk genus Aedes, yang paling sering ditemukan di daerah subtropis dan tropis. Umumnya pasien dengue tidak bergejala, manifestasi klinis yang banyak dikeluhkan adalah rasa menggigil sebagai gejala prodromal; timbulnya ruam, dan facial flushing, yang dapat bertahan hingga 2–3 hari.[11]
Toxoplasmosis
Toxoplasmosis adalah infeksi yang disebabkan oleh protozoa Toxoplasma gondii. Sekitar 80–90% kasus bersifat asimptomatik. Gejala yang umum dikeluhkan antara lain limfadenopati servikal, demam, malaise, keringat malam, myalgia dan nyeri tenggorokan.[12]
Tuberkulosis
Gejala klasik yang umum ditemukan pada pasien tuberkulosis antara lain adalah batuk, penurunan berat badan /anoreksia, demam., keringat malam, hemoptisis, nyeri dada dan kelelahan. Hal ini dapat dibedakan dengan demam tifoid, di mana demam tifoid sering memberikan gejala berupa demam step-ladder dan gejala gastrointestinal.[13]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang, yaitu kultur darah merupakan standar diagnosis demam tifoid yang direkomendasikan oleh WHO. Pemeriksaan penunjang lain yang relatif lebih murah dan sederhana terus dikembangkan untuk mempermudah diagnosa demam tifoid.
Saat ini dua pemeriksaan yang paling umum digunakan adalah tes Widal dan rapid diagnostic test (TUBEX). Tubex memiliki tingkat akurasi yang lebih baik dibandingkan tes Widal, tetapi tubex lebih mahal dan memerlukan pencahayaan yang baik untuk interpretasi hasil.
Kultur Darah
Kultur darah merupakan standar utama yang direkomendasikan oleh World Health Organization (WHO) dalam mendiagnosis demam tifoid. Sampel darah sebaiknya diambil pada fase bakteremia sekunder dan sebelum mendapatkan antibiotik. Efikasi kultur akan meningkat dengan semakin banyaknya sampel yang diambil.[1,14]
Akan tetapi, perlu diperhatikan bahwa sekitar 30–50% dari hasil kultur negatif adalah negatif palsu. Faktor-faktor yang berperan antara lain adalah teknik dan waktu pemeriksaan. Selain itu kelemahan dari pemeriksaan kultur adalah waktu pemeriksaan yang membutuhkan waktu yang lama (sekitar 24–48 jam) sehingga tidak dapat dilakukan penegakkan diagnosis demam tifoid dihari yang sama.[1,9,14]
Rapid Diagnostic Test (RDT)
Pemeriksaan rapid diagnostic test seperti pemeriksaan TUBEX, Typhidot, Typhidot‐M, Test‐it Typhoid dan jenis pemeriksaan RDT lainnya dibuat agar mudah dipakai, lebih murah dan memberikan hasil diagnostik lebih cepat untuk menegakkan diagnosa dan pembuatan keputusan dalam skenario sehari-hari tanpa perlu hasil kultur.
TUBEX memiliki rata-rata sensitivitas 78% dan spesifisitas 87%. Alat RDT lain seperti Typhidot, Typhidot‐M, dan TyphiRapid‐Tr02, memiliki rata-rata sensitivitas 84% dan spesifisitas 79%.[14]
Tes Serologis Widal
Pemeriksaan widal adalah pemeriksaan serologis untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen O (permukaan) dan H (flagellar) salmonella. Titer antibodi yang menjadi rujukan tidak sama untuk setiap daerah endemik, umumnya titer O 1:320 dapat menjadi penunjang kuat diagnosis demam tifoid.
Penegakan diagnosis demam tifoid dapat dilakukan bila terjadi peningkatan titer hingga 4 kali lipat dengan jeda pengambilan spesimen sekitar 5–7 hari. Pemeriksaan widal saat ini dianggap tidak definitif sebagai alat diagnostik demam tifoid karena angka negatif palsu dan positif palsu yang tinggi.[1,9]
Pemeriksaan Darah Tepi
Pemeriksaan apus darah tepi pada pasien demam tifoid dapat ditemukan gambaran leukopenia (sekitar 25% kasus), limfositosis relatif, monositosis dan trombositopenia ringan. Bila ditemukan gambaran penurunan hemoglobin pada pemeriksaan darah di minggu ke 3–4, perlu dicurigai adanya komplikasi perdarahan intraabdomen.[9]
Kultur Feses
Kultur feses tidak terlalu efektif pada fase bakterimia demam tifoid. Kultur feses lebih bermanfaat untuk diagnosis demam tifoid pada minggu ke–2 dan ke–3. Kultur feses positif pada pasien demam tifoid hanya ditemukan pada 37% kasus yang telah menerima terapi antibiotik.
Derajat sensitivitas kultur feses bergantung pada jumlah sampel feses dan durasi penyakit saat sampel diambil. Akan tetapi, kultur feses sangat bermanfaat dalam mendeteksi karier kronik Salmonella typhi.[1,9]
Kultur Sumsum tulang
Sensitivitas pemeriksaan kultur sumsum tulang dalam mendiagnosis demam tifoid sangat tinggi yaitu sekitar 90% dan bahkan kultur sumsum tulang positif ditemukan pada lebih dari 50% kasus demam tifoid yang telah menerima terapi antibiotik. Akan tetapi, pemeriksaan ini sangat mahal dan bersifat invasif sehingga tidak rutin dilakukan untuk menegakkan diagnosis demam tifoid.[1]
Polymerase Chain Reaction (PCR)
Pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR) tidak dianjurkan sebagai metode pemeriksaan demam tifoid karena sensitivitasnya yang rendah dan pemeriksaan ini juga memerlukan biaya yang mahal.[1]
Pemeriksaan lainnya
Pemeriksaan biopsi histologi dari lesi kulit “rose spots” pada pasien demam tifoid dapat memberikan hasil positif hingga 63% walaupun sebelumnya pasien telah menerima terapi antibiotik. Pemeriksaan lain yang juga dapat dilakukan adalah pemeriksaan kultur urin yang umumnya akan ditemukan positif pada minggu ke 2–3 sakit.[1,9]
Pemeriksaan elektrokardiogram, ultrasonografi, enzim hati, analisis urin dan rontgen dapat dilakukan sebagai pemeriksaan tambahan dan membantu penegakan diagnosa pada kondisi demam tifoid dengan komplikasi.[1]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli