Etiologi Alcohol Use Disorder
Etiologi alcohol use disorder atau alkoholisme diperantarai oleh interaksi antara faktor individual, sosial, budaya, dan lingkungan. Faktor lingkungan, serta interaksi antara faktor genetik dan lingkungan diduga paling berperan dalam terjadinya alcohol use disorder.
Etiologi
Sekitar 50% kasus alcohol use disorder (AUD) terjadi secara herediter, misalnya memiliki orang tua yang juga menderita AUD. Stressor yang terjadi pada masa kanak-kanak, seperti kekerasan verbal, fisik, atau seksual, serta kondisi rumah tangga yang tidak baik, misalnya kekerasan pada ibu, orang tua yang menderita gangguan jiwa, termasuk substance use disorder, juga berperan dalam terjadinya AUD.
AUD ditandai dengan adanya kehilangan kontrol terhadap konsumsi alkohol, diikuti dengan perubahan pada bagian-bagian otak yang mengatur motivasi, stress, dan emosi. Rasa menyenangkan/rewarding setelah konsumsi alkohol terjadi akibat pelepasan dopamin pada sistem mesolimbik yang akan diproyeksikan pada korteks orbital dan prefrontal. Area ini berperan sebagai pusat motivasi dan dalam kontrol kognitif.
Alkohol memengaruhi neurotransmitter system, yang terdiri atas gamma-aminobutyric acid (GABA), opioid endogen, glutamat, kanabinoid, norepinefrin, serotonin, dan sistem neuroendokrin, termasuk aksis hypothalamic-pituitary-adrenal (HPA). Efek positif konsumsi alkohol diperantarai oleh dopamin, opioid, dan GABA, sedangkan efek negatif dipengaruhi oleh corticotropin-releasing factor, glutamatergik, dan penurunan transmisi GABA.[5,9]
Faktor Risiko
Faktor risiko alcohol use disorder terutama berhubungan faktor genetik, seperti riwayat keluarga yang juga mengalami AUD, serta faktor lingkungan, seperti pendidikan di keluarga atau pergaulan.
Faktor Genetik
Penyalahgunaan alkohol sepertinya diwariskan dalam keluarga dan hal ini 40–60 % disebabkan karena faktor genetik. Anak dari orang tua yang menyalahgunakan alkohol mempunyai risiko tiga kali lipat untuk menyalahgunakan alkohol. Begitu pula riwayat penyalahgunaan alkohol dalam keluarga, juga menjadi salah satu faktor risiko.
Faktor risiko genetik terutama dipengaruhi oleh gen yang mengatur enzim hepatic aldehyde dehydrogenase 2 (ALDH2), enzim yang memetabolisme alkohol. Ada 2 genotip dari dari enzim ini, yaitu ALDH2*1 (fast metabolizer) dan ALDH2*2 (slow metabolizer).
Pembawa genotip ALDH*2 akan dengan cepat mengalami gejala-gejala intoksikasi alkohol yang tidak menyenangkan, sehingga lebih terlindungi dari kemungkinan mengalami gangguan penyalahgunaan alkohol. Genotip ini banyak ditemukan pada populasi Asia, tetapi cukup jarang pada populasi Eropa.[1,10,11]
Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan seperti pendidikan orang tua, pengaruh teman sebaya, dan lingkungan sekolah berperan penting dalam inisiasi seseorang untuk mengkonsumsi alkohol. Namun, efeknya tidak signifikan dalam perkembangan gangguan penyalahgunaan alkohol.
Adanya gangguan psikiatri, seperti attention deficit hyperactivity disorder (ADHD), dan riwayat trauma, misalnya kekerasan fisik, verbal, atau seksual di masa kanak-kanak memengaruhi risiko onset dan perkembangan gangguan penyalahgunaan alkohol.[1,12]
Faktor Risiko Terjadi Relaps
Faktor yang menyebabkan para penyalahguna terus mengkonsumsi alkohol meskipun telah mengetahui risiko, di antaranya adalah usia onset yang lebih muda, konsumsi alkohol mingguan yang besar, dan komorbid gangguan psikiatri.
Untuk mereka yang berhasil sembuh dari alcohol use disorder, dilaporkan bahwa angka relaps untuk kembali menyalahgunakan relatif tinggi. Faktor risiko untuk timbulnya relaps adalah riwayat konsumsi alkohol berat, riwayat penyalahgunaan berulang, riwayat gangguan psikiatri, dan komorbiditas dengan penyalahgunaan zat lainnya, misalnya pada pasien amphetamine and cocaine use disorder.
Beberapa obat-obatan yang diduga dapat menurunkan risiko terjadinya relaps, antara lain naltrexone dan topiramate. Di Amerika Serikat, topiramat direkomendasikan sebagai tata laksana AUD.[3,9,13]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra